BAB 3

39 9 3
                                    

Uap embun keluar dari mulut Adam. Kulitnya pun memucat. Dia kedinginan. Di ujung napasnya, Adam secara perlahan mulai memejamkan kedua matanya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Sebelum benar-benar hilang kesadaran, Adam sekali lagi meminta tolong. Suaranya terdengar sangat lirih.

"To ... long ...."

Dan tepat saat Adam terpejam, di saat itulah tinju api biru mendarat tepat di wajah sang pria berjaket kulit, membuatnya terhempas dan seketika menghantam dinding. Adam yang dicekiknya pun berhasil terlepas. Anak itu kini terkapar tidak sadarkan diri dengan tubuh yang memucat. Dia terkena hipotermia.

"Billy?!" Sosok yang memegang golok pun memekik. Ia terkejut mendapati rekan sekaligus temannya terhempas dengan sangat keras. Ia pun bergegas untuk menolongnya. Namun, baru saja selangkah berjalan, sosok pemilik tinju api biru langsung menariknya. Ia dilempar ke arah dinding yang satunya sebelum akhirnya dibakar hidup-hidup menggunakan api biru.

Suara jeritan terdengar. Sosok pemegang golok itu terlihat sangat kesakitan. Ia sempat melakukan perlawanan, sebelum akhirnya tewas menjadi serpihan debu. Dia dikremasi hidup-hidup dengan cara yang sangat menyakitkan.

Pria berjaket kulit bernama Billy, yang sebelumnya ditinju hingga terpental, kini bangkit dan berusaha untuk menyeimbangkan tubuhnya. Kepalanya terasa berputar. Wajahnya yang terbakar pun terasa mati rasa.

"Sialan! Siapa yang berani meninjuku?!" ucapnya kesal.

Ia berusaha membiasakan diri dengan rasa pusingnya, dan saat pandangannya sudah tidak berputar lagi, ia pun terkejut ketika mendapati sesosok jangkung yang kini sedang berdiri tepat di depannya. Sosok itu sedang menatapnya dengan tatapan membunuh yang sangat mengerikan.

 Sosok itu sedang menatapnya dengan tatapan membunuh yang sangat mengerikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"A—Aldebaran?!"

Ya, sosok itu adalah pria jangkung yang sore tadi mencegat dan membeli seluruh tisu yang Adam jual. Pria itu ternyata masih mengikuti Adam bahkan hingga selarut ini. Entah apa maksud dan tujuannya, tapi sekarang, ia terlihat sangat marah, terkhusus pada Billy yang ada di hadapannya.

Dengan tubuh yang gemetar, Billy menatap ke arah rekannya yang kini sudah tewas menjadi serpihan debu. Rasa takut yang ia rasakan pun seketika bertambah, meningkat berkali-kali lipat. Ia ingin kabur sekarang. Namun, jika ia bisa.

Perlahan, tapi pasti, Billy mulai menggerakkan kakinya. Kedua matanya terus menatap ke arah Aldebaran yang kini dari kedua netranya memancarkan cahaya biru yang tampak berkobar. Ia harus bisa melarikan diri secepatnya jika ia ingin tetap hidup.

Sial, baru saja akan berbalik, sosok Aldebaran tiba-tiba saja sudah berpindah dan langsung mencegatnya. Pria itu bergerak dengan sangat cepat dan Billy tidak bisa mengimbanginya. Panik. Billy seketika langsung mencekik Aldebaran. Ia mengeluarkan hawa dingin dari tangannya, yang mana secara perlahan mulai membekukan leher hingga tengkuk Aldebaran.

"Kau pikir, mantra es-mu bisa mendinginkanku?" ucap Aldebaran dan lalu memegang pergelangan tangan Billy.

"Kau lupa, kalau aku adalah Phoenix. Sang legenda burung api?!"

SUKMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang