09: Obrolan ngawur

273 20 104
                                    

"Sheeva!"

Terdengar suara ayahnya yang memanggilnya dari lantai bawah. Seorang gadis yang sedang berbaring di atas kasur langsung mengubah posisinya menjadi duduk.

Matanya melirik jam yang menggantung di tembok kamarnya, sudah pukul 7 malam. Yang berarti sudah waktunya makan malam. Sheeva mengikat rambut panjangnya ke belakang, tubuhnya bangkit. Kakinya melangkah keluar kamar lalu menuruni anak tangga.

Saat sampai di meja makan, ternyata ada beberapa orang yang wajahnya terlihat asing di matanya.

"Duduk, va." titah Vero yang membuat gadis itu menoleh, lalu mendekati kursi di samping ayahnya.

Baru saja Sheeva mendudukkan tubuhnya, suara anak kecil membuatnya menoleh.

"Kakaknya cantik banget." puji Mateo yang duduk di seberang Sheeva.

"Makasih." balas Sheeva agak kaku. Sudah cukup lama tidak ada tamu yang datang ke rumahnya, karena itu Sheeva sedikit merasa tidak nyaman saat pandangan asing itu menatapnya.

"Udah gede kamu, va." ucap Vito. "Perasaan waktu terakhir om kesini kamu masih jadi bayi."

"Itu udah 17 tahun yang lalu." Vero memutar bola matanya malas. "Yakali dia nggak tumbuh, pohon toge yang gue tanem aja tumbuh tinggi-tinggi."

"Sejak kapan lo nanem toge, ver?" tanya Vito terkikik geli. "Udah ngubah profesi lo?"

"Apa perusahaan lo bangkrut? sampe lo harus jadi petani toge?"

"Sialan. Lo nyumpahin apa gimana." sewot Vero tak terima. "Itu cuma bercanda, gak usah di tanggepin serius."

"Jokes lo garing." ejek Vito. "Gini amat ya ketika es kutub nyoba buat ngejokes."

Vito tertawa mengejek.

"Ledekin aja terus, belum gue tendang aja lo dari sini." sungut Vero kesal.

"Ga bole gitu, om." cegah Mateo. "Maca papa teo, di ucil cih."

Vero tersenyum simpul ke arah anak kecil itu. "Kalo papa kamu ngeledek om sekali lagi, bakalan om seret dia keluar."

"Heh. Kasar amat lo sama gue." sahut Vito tak percaya.

"Lo yang mulai." tuding Vero.

Sheeva hanya diam melihat drama di depannya. Sudut bibirnya sedikit terangkat keatas, menatap ayahnya yang terlihat menikmati candaan ini. Ini pertama kalinya Sheeva melihat ayahnya yang terlihat senang.

Uhukk.. Uhukk..

Vito terbatuk beberapa kali, tangannya langsung meletakkan gelas yang di pegangnya ke atas meja.

"Papa kenapa?" tanya Mateo yang duduk di samping ayahnya.

"Nah 'kan, makannya jangan ngeledek gue." ejek Vero.

"Apaan dih." sahut Vito saat batuknya mulai berhenti. "Gue keselek, gara-gara Sheeva."

Orang yang di sebut namanya langsung menoleh ke arah Vito, menautkan kedua alisnya. "Aku?"

"Va, kayaknya kamu gak usah senyum deh." ucap Vito. "Ngeri om ngeliatnya."

"Emang kenapa?" tanya Sheeva tak paham.

"Senyum kamu itu loh mirip banget sama mama kamu dulu." jelas Vito. "Sumpah manis banget. Makannya om ngeri ngeliatnya, soalnya waktu itu.."

Ucapannya sempat berhenti. Vero langsung membuka mulutnya, melanjutkan kalimat Vito yang menggantung.

"Soalnya lo mulai suka sama Kaila gara-gara dia senyum ke lo 'kan?" ucap Vero tak suka.

Vito sedikit terkejut. "Lah kok lo tau?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 12, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SheevaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang