Aku & Sudrajat [END]🔞 BL

Hiji

Vote💜

-Jungkook / Berend-

Aku lahir tahun 1924, dikawasan Ciwidey, Bandung, Jawa Barat, yang tidak akan ku sebutkan nama daerahnya karena alasan tertentu. Aku diberi nama Berend Lars Sander, lahir sebagai seorang anak muda Belanda yang berkulit putih. Namaku memiliki arti yang luar biasa, yaitu, pemberani, pembela umat yang dimahkotai dengan kemenangan. Kulitku terasa halus & lembut dengan pipi agak kemerahan. Ada sedikit bintik-bintik cokelat pada bagian wajahku, kata ibuku, itu berguna untuk melindungi ku dari pengaruh bahaya sinar matahari. Aku sangat mirip dengan ibuku.
Aku tidak hanya dibesarkan dengan bahasa Belanda sebagai bahasa ibu, juga tumbuh dalam keluarga Belanda khas yang mengutamakan nilai-nilai budaya barat. Seleraku diprogram sesuai dengan model Eropa ditengah tengah kepungan budaya, norma, & nilai-nilai masyarakat pribumi yang lebih kuminati melebihi minatku pada budaya Eropa.
Ahh, aku juga dibesarkan dengan pola asuh yang cukup ketat. Tidak diizinkan pergi kemanapun, terutama jika pergi sendirian. Mungkin orangtuaku berpikir lingkungan diluar begitu mengerikan, & oleh karena itu, mereka lebih suka melihatku berada di kamar.
Ayahku memahami apa yang kupikirkan & kurasakan, sebagai kompensasi, dia memberiku biola & buku yang banyak.
O ya, aku bersekolah tingkat menengah pertama di salah satu sekolah yayasan yang disediakan khusus untuk anak-anak pengusaha Belanda di Ciwidey. Lokasinya lumayan agak jauh. Disekolah aku bertemu banyak teman, tetapi sekolah hanya tempat belajar, setelahnya aku pulang, tidak ada yang kulakukan selain tidur siang, sebagai bagian budaya Belanda.
Sementara anak-anak pribumi, sekolah di sekolah khusus anak-anak karyawan & buruh perusahaan, dengan masa pendidikan 4 tahun.

Perkenalan singkat orang-orang terdekatku.
Ayahku bernama Karel De Albert. Papa, demikian aku menyebutnya. Seorang pengusaha di kawasan Ciwidey, orang pribumi biasa menyebutnya Juragan. Seingat ku, dia orang yang paling mengutamakan kewajiban. Tidak mengenal belas kasihan, baik bagi dirinya, maupun bawahannya.
Sedangkan ibuku / Mama, bernama Maria De Frits.
Dia manis, sangat cantik, lemah lembut, karena begitulah adanya. Apalagi kalau sudah memakai kebaya flanel, dipadu sarung batik khas Pekalongan. Tidak cuma cantik, sekaligus sangat anggun. Mama ku memang hanya ibu rumah tangga, masih muda, tapi ber-jiwa sosial, cerdas, & sopan.

Selanjutnya, Sitih Saripah, yang selalu memakai kebaya & sarung, adalah babuku yang hangat, beraroma khas tembakau & wangi minyak kelapa dari rambutnya. Dia sudah mengasuhku sejak bayi, & sudah dianggap bagian keluarga. Seingatku,usia nya sudah 30 tahun ketika aku berusia 9 tahun.
Aku juga mendengar berbagai cerita dari Sitih, cerita yang membuat bulu kuduk ku berdiri. Ada Genderewo, Wewe gombel, Lulun samak, Sandikala, & yang lainnya. Lalu mengenal istilah pamali dari nya. Kelak, aku tau bahwa semua itu ternyata mitos.

Rumahku, berada di antara bukit-bukit perkebunan teh.
Dari depan rumah, hampir setiap hari aku melihat anak-anak kampung bermain di sungai yang terlihat dari halaman depan. Mereka berlompatan diantara bebatuan, tertawa, & berteriak yang dapat didengar sampai halaman rumahku. Begitu menyenangkan, tetapi ku tau, itu adalah salah satu hal yang tidak akan pernah bisa kulakukan, meskipun aku selalu ingin menjadi bagian dari mereka.
Papa meminta Sitih untuk jangan membiarkan aku main ke kampung.
Setiap hari, aku hanya bisa duduk di kursi rotan, tenggelam didalam pikiranku sendiri. Kadang bermain biola, atau membaca buku belaka sebagai cara mengatasi rasa sepi & bosan. Aku bisa terus seperti itu berjam-jam, bersama keputus-asaan & harapan yang diam.
Harus kuakui bahwa aku sering mendapat perhatian dari orantuaku, terutama dari Mama, tetapi aku juga ingin situasi yang berbeda. Aku juga ingin kebahagiaan ditempat lain.