Dua

234 67 28
                                    

"Mulai sekarang, Berend tidak boleh lagi main ke kampung. Kau dengar tidak?", perintah Papa sambil berjalan ke ruang dalam.

"Iya, Papa."

"Ajat saja yang ke sini,nanti" kata Mama dengan suara tenang keibuannya.
"Iya, Mama"




Waktu berlalu, tiba di suatu hari, aku merayakan ulang tahun ku yang ke 14. Hampir semuanya yang hadir, anak-anak Eropa. Hanya 3 anak pribumi yang hadir,yaitu; anak pejabat kota Bandung, dua orang lagi anak Raden Banjaran & Raden Camat Cisondari. Ya,hanya anak orang-orang penting bagi orangtua ku.
Berbagai hadiah kado ku menumpuk tinggi di atas meja. Sebetulnya, aku tak menginginkan kado apapun di acara ku, aku hanya ingin Ajat datang. Itu saja, tapi Ajat tidak datang.
Kenapa? Karena dia orang kampung, katanya.
Ya kesenjangan ras & kelas sosial seperti itu masih berlanjut ekstrim di zamanku.

Segera,setelah acara ulang tahunku selesai, aku menghempaskan diri di kasur & menangis. Aku tak bisa apa-apa.
Tidak pernah muncul dibenakku mempersoalkan perbedaan ras & kelas sosial antara aku & Ajat. Maupun orang pribumi lainnya. Demi Tuhan.

Hari sudah mulai larut. Aku mencoba menutup mata untuk tidur saat-saat kesedihan yang membingungkan. Wajah Ajat muncul di benakku.

Sebentar lagi, sepertinya aku mulai akan tertidur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebentar lagi, sepertinya aku mulai akan tertidur. Tapi beberapa saat kemudian, aku dikejutkan oleh suara seperti jendela yang dilempari batu kerikil kecil.
Semua jenis hantu yang pernah di ceritakan Sitih pun muncul di pikiranku. Meski gemetaran, aku melirik ke arah jendela & bisa merasakan ada seseorang di luar sana memanggil namaku.
"Berend..."
Suaranya teriakan yang ditahan agar tak didengar orang lain. Aku segera mengenali suaranya. Ajat.
Dengan cepat, aku buka jendela, kemudian melihat Ajat keluar dari kebun samping rumah dalam cahaya redup dari lampu gantung taman. Dia berjalan mengendap-endap. Ketika sudah sampai di depanku, dia berdiri hanya 2 meter dariku. Dia menggunakan sarung yang di sampirkan.
Aku melihat ke sekeliling, mengecek khawatir ada orang lain.
"Bagaimana kau berani ke sini?" Kutanya dengan berbisik-bisik.
"Selamat ulang tahun" ucap Ajat dengan tersenyum.
"Terimakasih, Ajat" responku gembira.
"Maaf, aku tidak punya kado seperti orang-orang." Ajat mengungkapkan nya dengan malu-malu.
"Tak apa. Lagi pula, aku tak menginginkan kado apa-apa."
Tak lama kemudian, Ajat pamit. Aku menutup jendela dengan sangat hati-hati.
Kejadian malam itu menjadi sejarah gila dalam hidupku. Ku ambil biola, memainkan sebuah lagu yang indah. Semoga Ajat bisa mendengarnya dimana pun dia berada malam ini.
Tiba-tiba pintu kamarku terbuka oleh Mama. Dia menegurku kenapa belum tidur, & jangan main biola karena sudah mulai larut malam.





Dua hari setelah itu, ulang tahunku juga diadakan di rumah Ajat. Itu murni inisiatif Embu. Aku merasa mendapat rasa hormat, sungguh merasa sebagai orang Belanda yang paling spesial.
Acara yang mereka sebut sebagai selametan untuk mendapat berkah dari Tuhan. Aku ke sana dengan pakaian terbaik & kesukaanku.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku & Sudrajat [END]🔞 BLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang