21

844 77 1
                                    

"Lo yakin?" tanya Sandra ikutan mengintip dari spion mobil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo yakin?" tanya Sandra ikutan mengintip dari spion mobil. Wajahnya mendadak cemas dan takut kalau tiba-tiba mendapat serangan seperti kasus-kasus yang pernah disiarkan berita. Sisi gelap menjadi pengacara ya seperti ini, jika ada seseorang yang tidak suka kasusnya diusut maka pelampiasan terdekat mereka adalah para penasihat hukum. Ancaman melalui telepon gelap, diintai orang asing, bahkan dikirimi guna-guna hanya karena si pembuat ulah ingin para penasihat hukum lawan mengalah.  

Sekarang Sandra jadi bertanya-tanya, apakah kejadian yang pernah menimpa senior atau teman-teman seprofesi akan terjadi pada dirinya? Sandra bergidik ngeri, sementara Sherly masih tampak begitu tenang walau alisnya berkerut.

"Gue yakin," jawab Sherly terdengar begitu pasti atas dugaannya lalu menunjuk SPBU di sisi kiri jalan, "kita coba berhenti di sana, gue pura-pura ke toilet. Lo potret mobil dan pelat itu terus awasi apa dia keluar dari sana apa enggak."

Sandra mengikuti arahan Sherly, memarkirkan mobil abu-abu miliknya sambil sesekali melihat spion mobil. Sial! Si penguntit ikut berhenti di pintu masuk SPBU dekat dengan gerai kebab namun posisinya agak jauh. Sherly segera melesat keluar seraya menoleh sedikit ke arah kendaraan misterius yang sudah membuntuti dari kantor. Entah siapa dan motif apa sampai ada mata-mata yang mengintai pergerakan mereka. Sherly masuk ke salah satu bilik kamar mandi dan mengambil ponsel untuk mengirim pesan kepada Sandra apakah si pengendara keluar dari kendaraan itu. 

Sandra : Enggak. Dia diem di sana.

Gadis itu berdiam cukup lama, memutar otak mencari-cari kemungkinan besar siapa pengirim pengintai itu. Dia memejamkan mata, memutar kembali kejadian yang sudah terjadi beberapa minggu ini. Detik berikutnya, netra Sherly terbuka dan membeliak tapi juga ragu kalau mendadak menuduh orang tanpa bukti. Hanya saja kasus yang sedang menjadi trending topik di media sosial bisa jadi membuat si pelaku ingin mencederainya dengan berbagai cara. Dia berpendapat kalau hanya orang yang memiliki duit lebih yang mampu membayar mata-mata seperti mereka. Pertanyaannya, target mereka siapa?

Sepertinya sembilan puluh persen targetnya gue, batin Sherly waswas. 

Tiba-tiba ponselnya berdering membuat gadis itu berjingkat kaget. Alisnya mengetat memandang si penelepon yang nomornya sengaja dirahasiakan. Sherly menelan ludah, menguatkan diri agar tak gamang seraya menggeser ikon hijau dan menekan call recorder saat mendengar suara berat dari sana. Mulai sekarang, sepertinya dia harus merekam siapa pun yang menghubungi sekadar berjaga-jaga jikalau ada hal buruk yang terjadi. 

"Halo?" Sherly masih berusaha setenang mungkin meski debaran di dadanya kini bertabuhan tak karuan. 

"Lo harus mundur dari pekerjaan kalau mau selamat," pinta si penelepon.

"Siapa lo pakai nyuruh gue resign? Presiden?" ketus Sherly. "Oh, lo mau ancam gue ceritanya? Hari gini masih teror orang pakai telepon? Basi amat!"

Suara tawa terdengar membahana seolah ejekan Sherly tidak begitu berarti. Sherly mengernyitkan kening tidak paham apakah ucapannya barusan terdengar lawak? 

"Kita lihat saja."

Sambungan telepon itu terputus begitu saja. Kemudian Sherly mengunggah rekaman telepon ke akun Googledrive sebagai pencegahan kalau tiba-tiba ponsel Iphonenya diretas. Selanjutnya, dia bergegas keluar dari toilet dan matanya masih menangkap mobil hitam itu berdiam diri di sana. Ketika Sherly membuka pintu mobil, Sandra langsung menyodorkan hasil jepretannya dan berkata, 

"Gue udah coba cek pelat nomornya di website Samsat, nama pemiliknya Edi Santoso."

Sherly menerima ponsel Sandra membaca secara teliti kendaraan yang digunakan oleh si penguntit yang dicurigai sebagai Edi. Lalu kepalanya memutar ke arah mobil itu dan menggeleng. "Jenis mobilnya beda, itu pakai pelat palsu. Di sana sedan merek Toyota hitam, kalau di sini ... Honda hitam. Modelnya juga beda, Mak. Lo kurang minum nih!"

"Ah, masa? Sama aja tuh modelnya," tukas Sandra. 

"Dibilangin enggak percaya sama gue," omel Sherly menyerahkan kembali ponsel itu kepada Sandra.

"Ye ... yang penting kan gue udah dapet info. Sekarang kita harus apa? Pura-pura bego?" tanya Sandra. "Gue sebenarnya takut kalau yang diisukan anak-anak di kantor bakal kejadian sama kita."

"Ngapain lo takut? Lo kan enggak bela orang salah, Sandra," ujar Sherly menguat hati temannya itu. "Gue aja tadi ditelepon pelaku santai aja kok."

"Eh? Serius?" Suara Sandra memekik hampir menembus gendang telinga Sherly. "Sher, lapor polisi yuk, Sher. Gue belum kawin nih, masa iya gue dihabisi kayak gini?" Gadis itu memohon sambil menggosokkan kedua tangannya berharap Sherly mau menuruti keinginannya ini. 

"Udah lo tenang aja, gue bakal jadi tameng lo," titah Sherly. "Sekarang gue yang nyetir. Kita lihat sehebat apa penguntit itu ngikutin gue."

###

Jika ini adegan balap mobil layaknya di film Fast & Furious, Sandra akan memberikan sepuluh jempol kepada Sherly yang lihai meliuk-liuk sampai ban berdecit demi bisa mengelabui si pengintai. Meski Sandra tipikal gadis kebanyakan tingkah, kalau soal mengendarai mobil dia tidak ingin adu skill karena takut kecelakaan. Banyak orang mati muda akibat terlalu percaya diri menunjukkan keahlian dalam mengemudi sampai pada akhirnya nyawa melayang sia-sia terutama jalan tol yang dilaluinya ini. 

"Sher ... Sher .. pelan Sher, gue bisa mabuk nih!" seru Sandra ketakutan sambil memegang erat sabuk pengaman ketika Sherly berhasil menyalip mobil lain kemudian kembali melaju dengan kecepatan tinggi. "Sher, gue belum kawin, Sher!"

"Diem lo, San! Nanti pulang gue beliin obat anti-mabuk!" Sherly membanting setir ke arah Pluit dan bergabung dengan mobil-mobil besar lain. 

Kepala Sandra membentur kaca jendela sampai terasa ngilu dan spontan dia mengumpat kepada Sherly yang tidak punya rasa takut sama sekali. Sungguh temannya ini selain lihai memancing buaya darat juga lihai adu balap, entah apa lagi yang bakal Sherly tunjukkan sampai Sandra ampun-ampun dengan semua pesona teman SMA-nya itu. Namun, hasil dari kebut-kebutan yang membuat jiwa Sandra melayang tak karuan adalah Sherly sukses mengelabui si pengintai dan jarak mereka kini agak jauh. Sherly mencari jalan keluar agar tidak satu jalur walau harus menggunakan jarak agak lambat daripada tol. 

"Eric telepon tuh," kata Sandra melihat layar ponsel Sherly di holder phone bertulisan kontak 'Anak mami'. "Tumben dia telepon lagi?"

"Udah biarin aja dia," kata Sherly menolak panggilan Eric. "Oh iya, untuk pelat tadi jangan kasih tahu Eric atau Benedict. Gue mau menyelidiki sendiri."

"Benedict?"

"Eric sama Benedict kenal akrab. Dia yang ngasih alamat gue ke si kampret itu," terang Sherly. "Pokoknya awasi tuh mulut ember lo sama jari lo yang kadang enggak tahan buat bocorin rahasia gue. Kalau sampai Eric tahu, gue gantung lo di pohon mangga!" ancamnya lagi.

Kontan Sandra mengatupkan mulutnya erat dan mengunci rapat seolah di sana ada kunci tak kasat mata. "Puas lo? By the way, emangnya lo tahu siapa pengintai itu?"

Sherly menggeleng. "Belum pasti, tapi gue yakin di antara dua orang itu."

Hard Desire (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang