"Udah lama?" tanya seorang perempuan dengan gaun minim bahan yang berpotongan cukup rendah di bagian dada. Jemari lentik bercat kuku merah menyala menelusuri lengan berotot Eric. "Lo kayaknya lagi ada masalah. Gue bisa bantu lo jadi happy."
Yang ditanya masih membisu, enggan menanggapi belasan wanita yang masih saja berusaha menggoda atau sekadar ingin menjadi teman bicara. Dia meneguk gelas berisi vodka, menuruni kerongkongan dan menimbulkan sedikit rasa hangat menjalari lambung. Sudut mata Eric hanya melirik sekilas tanpa minat, mengibaskan tangan memerintah perempuan molek tersebut untuk memberinya ruang.
"Ck! Jual mahal amat," ketus si perempuan lalu bergegas pergi.
Eric menopang kepalan dengan tangan merasakan nyeri luar biasa hingga ingin ambruk saat ini juga. Memejamkan mata sebentar untuk mengalihkan sensasi menyakitkan tersebut dan berteriak dalam hati kalau sakit ini tidak sebanding dengan hatinya yang remuk.
Entah sudah berapa hari, Eric sudah lupa. Melalang buana mencari pelampiasan untuk menyingkirkan dosa-dosa yang ada pada dirinya. Lebih tepatnya dosa kedua orang tua yang kini mendekam di penjara. Walau sebagai jaksa namanya tidak terseret, tapi Eric merasa mendapat sanksi sosial. Walau jarang aktif di Instagram, Eric tidak yakin akunnya bakal dipenuhi kata-kata simpati. Manalagi tersemat nama Prasaja yang terdengar seperti kutukan.
Semua hal yang dulu dia cintai kini pergi dan tidak mungkin akan kembali. Dia terkekeh saat bayangan Sherly memenuhi kepala seakan-akan hanya dialah pelipur lara. Eric terlena dalam lembah fatamorgana di mana kenangan-kenangan bersama kekasihnya terus berputar. Andai Tuhan memberinya kesempatan pun, Eric akan memohon untuk tetap tinggal dalam imajinasi tak terbatas itu. Sayang, alam bawah sadarnya menyentak dan mengingatkan kalau di dunia ini semua orang membencinya.
Sherly udah benci sama gue.
Gue benci diri gue sendiri.
Eric kembali menuangkan vodka dengan gerakan sempoyongan hingga bartender merebut botol itu dan berkata, "Maaf, Mas, udah mabuk gitu jangan diterusin. Bahaya."
"Ck!" Eric menepis kasar, langsung meneguk tanpa memedulikan peringatan bartender berharap semesta mau menghentikan detak jantungnya saat ini juga. Dia merasa sudah tidak pantas untuk hidup. Sebelum diteguk cairan beralkohol itu, seseorang merebut dengan kasar dan memberikan kepada bartender. Eric menoleh ketika orang di samping kanannya menggertak,
"Lo mau reunian sama nyokap-bokap gue di kuburan?"
Pandangan Eric sedikit memburam makin lama makin tak jelas ketika mengamati sosok berpakaian celana pipa dan kemeja merah. Namun, ucapan pedas perempuan itu mengingatkannya pada sang pujaan hati. Dia mengibaskan tangan ingin membalas kalau Eric ingin tidur dalam kedamaian walau ditemani sepi. Sayang, tubuhnya mendadak tak sadarkan diri.
###
Sherly melajukan mobil dengan kecepatan tinggi membelah jalanan agar bisa sampai ke apartemen Eric. Membiarkan kendaraan roda empat milik Eric berada di parkiran bar untuk diambil Candra esok pagi. Jantungnya berdebar kencang mengetahui lelaki itu hidup tanpa arah seperti ini dan ambruk dengan aroma alkohol yang terendus kuat di hidung. Beruntung, Benedict mengetahui lokasi di mana Eric menghabiskan banyak waktunya di salah satu kelab malam selepas bekerja. Kalau tidak, Sherly bakal kelabakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hard Desire (END)
Storie d'amore#Project Lawyer Series Mengira hubungannya benar-benar berakhir, Sherly Rosalie bertemu Eric Prasaja dalam setiap persidangan. Perdebatan panas di ruang peradilan akhirnya membawa kisah cinta yang dulu padam kini berkobar. Sayang, cinta yang berkob...