33

719 58 2
                                    

"Mana si kampret itu," gerutu Sherly begitu memasuki area Dragonfly menerobos kerumunan orang-orang yang berjoget di lantai dansa. Suara musik EDM yang memekakkan telinga tidak mampu mengalahkan betapa kencang degup di jantung Sherly. Bukan karena ada perasaan lain yang menelusuk masuk tanpa permisi, hanya saja Sherly ingin membuktikan ucapan Eric kalau lelaki itu benar-benar mengajaknya kencan. 

Bukannya sama saja? 

Sisi lain diri Sherly mengejek seolah gadis itu masih enggan mengakui kalau sejujurnya dia masih menaruh cinta pada sang mantan kekasih. Ditambah sudah beberapa kali mereka menghabiskan malam bersama penuh gairah semenjak perpisahan menyakitkan lima tahun lalu. Bibir merah Sherly mencibir membalas sindiran dewi batinnya kalau bercinta itu atas dasar nafsu yang membutakan mata hatinya. Sementara itu sorot mata lentiknya mencari-cari di mana sosok lelaki berjambul ayam berada. 

Tak sabar, Sherly akhirnya menelepon Eric namun tak kunjung dijawab malah dialihkan ke mailbox. Hati Sherly makin memanas seperti dituang bensin yang bisa membakar diri dari dalam ingin menjambak rambut dan pangkal paha Eric jika terbukti lelaki itu hanya membual. Susah payah dia menyempatkan waktu di saat banyak kasus yang harus ditangani, belum lagi rasa letih yang menyelimuti tubuh sintal itu alih-alih mengistirahatkan diri di rumah. 

Tak sengaja iris mata yang ditutupi kontak lensa Sherly menangkap seorang lelaki tengah duduk di depan meja bar mengenakan kemeja putih dan celana pipa. Di depannya tampak seorang perempuan berleher jenjang dengan ikatan rambut tinggi mirip gaya rambut Ariana Grande seakan menggoda para pria untuk mendaratkan kecupan nakal di sana. Beberapa detik Sherly menyipitkan pandangan memastikan bahwa lelaki yang memiliki bentuk punggung bidang yang sangat dia hafal di luar kepala di sana adalah pria yang mengajaknya kencan tadi siang.

"Anjing," rutuk Sherly menyadari bahwa sosok yang masih bercengkerama di sana adalah Eric si buaya kelas kakap. Emosi langsung menyentak hingga ke ubun-ubun ingin membalas bualan lelaki itu. Lantas, Sherly menyibak rambut panjang bergelombangnya kemudian membuka satu kancing paling atas kemeja kerja berwarna merah jambu itu bak wanita penggoda. "Permisi, permisi ..." ucapnya berjalan melintasi para lelaki sambil mengerling nakal. 

Begitu sampai di belakang punggung Eric, tamparan keras langsung mendarat tanpa aba-aba di belakang kepala sang jaksa sampai hampir membuatnya terjerembap. Eric mengaduh kesakitan lalu berbalik ingin membalas siapa yang sudah lancang mengganggu dirinya. Mata sipit lelaki itu melebar mendapati Sherly berdiri dengan wajah murka sambil berseru, 

"Berani-beraninya ya lo ngibulin gue!" dijambak rambut Eric hingga kepala lelaku itu tertarik ke belakang. 

"A-ampun, Sher! Lo KDRT nih sama gue!" rintih Eric kesakitan. 

"Lo siapa beraninya deketin buaya kayak dia?" sembur Sherly kepada sosok perempuan di depan Eric yang memiliki wajah mirip Lucinta Luna sebelum sang jaksa mengeluarkan kalimat pembelaan.

"Lah lo siapa pakai nyolot kayak lo--"

"Gue calon bininya, mau apa lo!" tandas Sherly sambil melotot dan malah menarik lebih kuat jambakan maut di rambut Eric yang terasa sampai ke akar. 

"Sher ..." Eric kini terpana dengan senyum selebar mengabaikan rasa sakit di kulit kepalanya. Bahkan dia rela rambut kebanggaannya ini rontok asalkan Sherly mau mengatakan hal itu lagi kepada semua perempuan di dunia. Hatinya langsung berbunga-bunga tak menyangka kalau lelaki setampan dirinya menjadi rebutan para betina.

Perempuan yang bernama Lolita itu merasa ditipu Eric yang sudah menebar rayuan manis akhirnya terbakar emosi. Tangan kanan Lolita meraih gelas minuman lalu menyiramkannya ke wajah Eric sampai mereka menjadi atensi para pengunjung kelab malam. 

Hard Desire (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang