Kini, aku seakan lupa akan gemerlapnya cahaya dari ribuan bintang di langit yang menemani rembulan malam. Diam menatap langit dan hanya hembusan angin malam yang dapat aku rasakan.
Tidak dengan keindahan malamnya, melainkan tetap kegelapan meski dengan mata terbuka.
Menyerah untuk menggapai mimpi yang aku harapkan, tetapi pasti ada hikmah dan jalan untuk melanjutkan alur kehidupan yang telah Tuhan tentukan.
Hembusan angin yang semakin dingin menyentuh kulit sekaligus membawa rasa kantuk.
Kedua tangan meraba-raba mencari tongkat putih, karena memerlukan bantuannya untuk menuju kamar tidurku.
°°°
Bunyi alarm membangunkan Bhilal dari mimpinya, kemudian ia bangun dan bersiap - siap untuk pergi ke sekolahnya dan menjemput Inara.
Kemudian ia turun dari kamarnya, melihat ibu dan ayahnya di meja makan.
"Sarapan dulu nak. " Tawar ibunya sembari menyiapkan sarapan untuk Bhilal.
"Gak lapar. " Jawabnya, tanpa melihat ibunya dan ia keluar dari rumah menuju garasi.
"Sudah bu, anak gak sopan. " Ucap ayah Bhilal.
Udara pagi terasa sejuk saat jalanan ibu kota belum terlalu padat dengan kendaraannya dan udara tercampur oleh polusi.
Kemudian ia sampai di halaman rumah Inara dan mengetuk pintu rumahnya, terlihat dari jendela Inara yang membukakan pintu.
"Ayo." Ajak Bhilal.
"Mending." Kata inara sembari melihat motor yang dipakai Bhilal bukan vespa kesayangannya.
"Nanti telat. " Ucap Bhilal tanpa menjawab pertanyaan Inara.
Dan merekapun melanjutkan perjalanan menuju sekolahnya.
"Anjay keren juga si batu es. " Ucap Cahya yang berdiri di depan pintu kelas menghalangi jalan masuk, melihat Bhilal dan Inara menuju parkiran sekolah.
"Lari Cah si Desi ngamuk! " Teriak Suryana sembari menarik tangan Cahya untuk lari dari kelasnya.
"Awas ya lu berdua gua jitak satu - satu! , pusing gua ngurusin tu anak pada gak mau bayar uang kas. " Ucap Desi dengan wajahnya yang merah karena kesal.
Tidak tahu kemana dua tuyul itu pergi, Desi pun kembali masuk dan cosplay menjadi rentenir kelas.
"Aku lelah bestie. " Ucap cahya sembari mengusap peluh di pelipisnya.
"Jijik gua. " Ujar Suryana, kemudian ia menepis tangan Cahya yang dipegang olehnya.
"Mendingan beli boba di kantin Sur. " Ajak Cahya.
"Gaskeun lah. " Dan merekapun pergi ke kantin untuk membeli minuman boba.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
Teen FictionTakdir setiap orang memang berberbeda. Jalani, syukuri dan nikmati prosesnya maka raihlah kebahagiaannya. ... Happy Reading