Five

625 54 1
                                    

✨✨✨✨✨

Helloooo🤗
.
.
.
.
.
.
Happy Reading ya 🤗
.
.
.
.
.
.

Jangan lupa

✨ V O T E ✨

Ya gaesss ❤️
.
.
.
.
.
.
Karena vote kalian

Bagaikan CAFEIN

di darahku 🫀
.
.
.
.
.
.

✨✨✨✨✨

.
.
.
.
.
.
.

Pagi hari Terre telah siap berangkat sekolah. Ia melangkah seperti biasa menyusuri jalanan kompleks menuju jalan raya. Sekotak susu coklat tidak lupa menemani langkahnya pagi itu. Tapi, yang tidak biasa adalah sosok yang sekarang Terre lihat sedang melintas dengan motor matic merah kesayangannya, melewati dirinya tanpa berhenti seperti yang biasa dilakukannya setiap pagi. 

Terre mendengus kesal kemudian melangkah dengan cepat.

30 menit kemudian Terre sudah sampai dengan langkah layu serta keringat yang mengucur di dahi, melewati koridor menuju kelas. 

"Lemes amat, shay?". Gea yang sudah duduk cantik di bangkunya menatap Terre kasihan.

"Yakali angkotnya ngetem lama banget, bisa telat gue", rutuk Terre, meletakkan tasnya di meja. Ia duduk kemudian meringkuk di atas tas nya  menghadap Gea. 

"Trus?"

"Ya terpaksa gue lari sampe gerbang", ujar Terre sebal.

Gea tersenyum geli. "Makanya jangan berantem ama suami lo. Baikan sana." ucapnya dengan senyuman jahil. 

Terre memutar bola matanya malas.

" Segitunya lu pengen punya pacar, Re?", tanya Gea.

Terre mengangguk dalam diam, menatap sahabat di sampingnya itu. 

"Dimas?", tanya Gea lagi

"Baru pendekatan kali, Ge.  Belum tentu juga di mau ama gue", jawab Terre.

"Itu lo tau. Gue rasa mereka masih mikir mau deketin lo".

"Emang gue kenapa?", Sungut Terre tidak terima. Memang apa yang salah dari dirinya? Dia ga cantik? Emang sih! Tapi bukan berarti dia ga bisa punya pacar kan? 

"Satu sekolah taunya lo udah punya pawang. Noh orangnya!", jawab Gea sedikit ngegas sambil mengarahkan pandangannya pada Davina yang berjalan memasuki kelas dengan rambut panjangnya yang tergerai. 

Terre membalikkah tubuhnya dan mendapati Davina disana. Dia mendengus kesal dan dengan cepat membalikkan tubuhkan kembali.

Davina yang ngeh pada dua makhluk itupun berjalan mendekat.

"Ngomongin gue, Ge?", Tanya Davina yang sudah duduk cantik di depan Terre yang masih meringkuk beralas tasnya.

'Dih pede!', batin Terre.

"Bini lo capek tuh, abis kejar-kejaran ama angkot", ledek Gea sambil cengar-cengir yang dipelototi kesal oleh Terre.

Davina mengangkat sebelah alisnya. Iapun mengarahkan pandangan pada Terre yang hanya terlihat bagian belakang kepalanya dan rambut pendek sebahu yang tampak kusut. Sebuah senyuman miringpun tampil diwajah cantiknya.

"Bini yang mana nih Ge? Perasaan gue masih single dari lahir nih", ucap Davina.

"Yakin lo single dari lahir Vin? Apa kabar cowok ama ciwik-ciwik yang nempelin lu kemana-mana? Perasaan akhir-akhir ini juga gue liat lo deket ama Kiara deh, anak sebelah", tanya Gea memancing informasi langsung dari sumbernya. Gea sengaja, biar bocah kepala batu di sampingnya itu dengar. 

"Kiara? Deket biasa aja Ge, namanya juga TEMEN", jawab Davina sedikit menekankan intonasinya pada kata teman.

"Temen apa DEMEN?", cibir Gea. 

"Temen jadi demen", ucap Davina setengah bercanda. 

Iya bercanda. 

Tapi Terre merasa hatinya tidak nyaman mendengar  kata-kata Davina barusan. 

Kesal. iya, dia kesal! 

'Demen? Dih!!', Terre mencibir dalam hati. 

***

Jam istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu dan koridor sudah ramai. Terre berjalan cepat menuju toilet tanpa di temani Gea yang tengah sibuk ngobrol dengan Bella, teman sekelas mereka. 

Setelah menuntaskan hajatnya, ia kembali berjalan menuju kelas, melintasi koridor yang ramai, dan tanpa disengaja seseorang menabrak Terre dari belakang, menyebabkan gadis pendek itu kehilangan keseimbangan dan terhuyung. Tubuhnya terjatuh ke depan dengan lutut serta telapak tangan mencium lantai koridor sekolah. 

Terre meringis, ia kemudian mendudukan pantatnya di lantai koridor dan melihat lututnya yang sudah berdarah, telapak tangannya juga tergores.

"Sorry, gue ga sengaja Re", ucap Revan yang sudah berjongkok di sampingnya. "Lu ga apa kan?", lanjutnya. Ia hendak menggapai tangan Terre, namun gerakannya terhenti. Sebuah tangan menahan pergerakannya.

"Bisa bangun sendiri kan?" ucap Davina yang sudah berdiri di samping Revan. Tangannya menahan lengan Revan. Tatapannya beradu dengan gadis pendek di hadapannya. 

Terre menunduk, kemudian bangun dari duduknya dan membersihkan roknya yang kotor terkena debu. 

Davina melepas cengkraman tangannya. Pandangannya beralih pada Revan.

"Lain kali hati-hati lu, Van", ingat Davina tajam. Ia kemudian berjalan menjauh. 

"Gue balik ke kelas dulu", ucap Terre pada Revan yang dibalas dengan anggukan. Ia melangkah dengan sedikit susah, menahan perih di kedua lututnya yang berdarah. 

Revan hanya bisa  menggaruk belakang kepalanya yang gak gatal. Speachless

*** 

"Nih.", ucap Davina dan meletakkan kantong plastik berisi tissu basah, kapas, obat luka dan handsaplast di atas meja Terre. 

Terre menengadah menatap Davina yang juga menatapnya datar. 

"Makasih", ujar Terre 

"Hmm...", Jawab Davina kemudian melangkah menjauh

"Lo baik, tapi nyebelin!", seru Terre dengan tatapan sebal mengarah ke Davina yang membelakanginya. Ia berhenti melangkah, menolehkan kepalanya ke kiri, melihat sekilas ke arah Terre.

"Emang". jawabnya singkat kemudian melanjutkan langkahnya. 

' Tapi gue suka.....

***






lagi capek fisik capek pikiran 

tugas numpuk yang selalu kejar tayang

dahlah, mau pindah ke mars 




UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang