Spellbreaker

81 22 3
                                    

Sesuatu sangat salah, Janette menyadari itu begitu dia membuka matanya. Ingatannya begitu kabur, tapi dia yakin itu bukan hanya karena dia terlalu banyak minum. Rasa sakit yang sekarang membelah kepalanya tidak mungkin jika hanya disebabkan oleh alkohol.

Dia ingat malam sebelumnya, tarian dan ciuman. Ingat saat Tamlin membawanya ke kamar dan kemudian pagi ini. Rasa sakit semakin membelah kepalanya ketika dia mencoba mengingat apa tepatnya yang terjadi pagi ini. Dia menemukan ingatan itu kosong seolah seseorang telah merobeknya langsung dari otaknya.

Janette berguling sehingga dia bisa duduk di tepi ranjang. Jendela di kamar yang ia tempati menghadap ke timur sehingga dia bisa melihat dengan jelas cahaya pucat matahari musim dingin yang telah merangkak cukup tinggi di langit yang suram. Dia masih berusaha mengingat apa tepatnya yang terjadi tapi sekali lagi ingatannya nihil.

"Tamlin?" Suaranya terdengar serak, lidahnya terasa tebal di mulutnya dan tenggorokannya sangat kering.

Matanya menyimpang pada gelas air yang mungkin telah disiapkan Tamlin dari malam sebelumnya. Janette mengambil gelas itu, meneguk perlahan dan bersyukur pada kelembaban yang membasahi tenggorokannya yang sekering gurun. Namun perasaan buruk itu tetap tinggal di perutnya, seolah pikiran bawah sadarnya memperingatkan dirinya bahwa sesuatu yang mengerikan sedang terjadi atau telah terjadi?

"Apa yang dikatakan Tamlin tentang fajar?" gumam Janette sambil memijit pelipisnya yang terus berdenyut menyakitkan. Dia masih tidak berani berdiri, rasa sakit di ujung kepalanya memperingatkan dirinya untuk tidak bergerak sekarang.

Gadis-gadis yang mati. Mereka semua mati saat mencoba menghancurkan kutukannya.

"Aku tidak seharusnya berada di sini setelah fajar," ucap Janette pelan, dan sebagian dari dirinya ingin percaya bahwa Tamlin tidak berada di sini dan sekarang karena dia tidak ingin dirinya mati seperti gadis-gadis itu. Namun meskipun Janette tahu bahwa dirinya seharusnya pergi dari Chateau setelah fajar, sakit kepalanya tidak memungkinkan. Rasanya hanya bertambah parah setiap kali dia mencoba mengingat kejadian sore ini. Seolah dia bukan hanya bangun dari pingsan karena alkohol melainkan bangun dari kematian.

Karena tidak ada yang bisa dilakukan Janette akhirnya berbaring sekali lagi. Menarik selimut di atas kepalanya dan memejamkan mata. Berharap saat dia membuka matanya nanti matahari telah tenggelam dan Tamlin akan ada di sana. Namun jauh di dalam hatinya, Janette tahu itu hanyalah sebuah angan-angan. Bagian dari dirinya yang mendasar, yang terikat dengan jiwanya mengetahui bahwa saat dia membuka mata sekali lagi. Saat kegelapan menyelimuti keberadaanya. Saat matahari pucat akhirnya digantikan dengan awan hitam tebal yang bermuatan hujan badai, Tamlin tidak ada di sana.

***

Kali ini ketika dia membuka mata, perutnya menjerit kelaparan. Janette menekan jari-jarinya di atas perut saat matanya menatap jendela yang sekarang dicat hitam pekat karena malam yang telah jatuh menyelubungi belahan bumi ini. Butuh beberapa saat bagi matanya untuk menyesuaikan diri dengan ruangan yang gelap, dia hanya berhasil melihat siluet dari hal-hal yang ada di sana tanpa penerangan.

Ketakutan yang sebelumnya surut kembali naik di dalam dirinya. Tamlin tidak akan meninggalkan dirinya dalam kegelapan seperti itu. Jika pria itu berada di sini akan ada lilin yang menyala, kegelapan yang sekarang mengelilinginya memberitahu Janette satu hal, Tamlin pergi.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" bisik Janette dalam kegelapan, kali ini meskipun rasa sakit masih menggedor kepalanya, dia berjuang untuk bangun.

Kakinya yang telanjang dari malam sebelumnya menyentuh lantai kayu yang terasa dingin. Dia harus meraba-raba di sekitar untuk menemukan jalannya tanpa tersandung barang-barang di ruangan itu. Janette berhasil memutar kenop pintu, tersandung beberapa kali sebelum akhirnya sampai pada laci yang menyimpan lilin bersama korek api.

SpellbreakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang