Part 3

4.2K 105 5
                                    

Pertandingan basket dekan cup malam itu baru saja selesai. Timku menang tipis melawan tim dari jurusan lain. Sorak dari teman-teman angkatan dan jurusanku memenuhi GOR kampus, dan aku tak bisa bohong kalau teriakan mereka kepadaku memang sangat mood booster dan membuatku percaya diri.

"Mas Adit kereeen!"

"Adiiit, love you!"

Aku pun terbawa suasana dan membuka jersey basketku yang basah kuyup. Cewek-cewek berteriak semakin histeris. Aku sih santai dan chill berjalan ke pinggir lapangan. Memang ganteng dan keren sih, buat apa kalau nggak dimanfaatkan, ya nggak? Hahaha.

Setelah mengambil handuk, Rizki menyundulkan dadanya pada bahuku dari belakang.

"Love you, Mas Adiiit," Kata Rizki lalu merangkul bahuku dan mengacak-acak rambutku sambil menirukan teriakan para cewek.

"Kontol," kataku menanggapi candaannya sambil meninju perutnya pelan.

"Aduuuh, Mas Adit kok jahat sih," Rizki pura-pura kesakitan lalu melepaskan rangkulannya.

Aku menyabet tubuhnya dengan handuk.

Ya begitulah dia. Rizki adalah temanku sejak pertama masuk kampus. Dari teman-teman sekumpulanku yang lain, dialah yang paling dekat denganku. Dia juga yang sering kurecoki untuk antar jemput ketika aku ingin berhemat bensin akhir-akhir ini.

Jangan salah dulu. Kami dan teman-teman lainnya memang sering bercanda seperti itu. Rizki sendiri sejak awal memang tiba-tiba SKSD, baik denganku atau yang lainnya, tapi dengan cara yang lucu dan tidak mengganggu, hingga akhirnya kami semakin dekat.

Setelah beberapa saat dan mengembalikan handuk ke ransel, aku pun mengecek HP. Ada panggilan tak terjawab dari Bang Rizal beberapa menit yang lalu. Wah, ada apa nih?

"Dit, kamu ikut makan juga sama anak-anak nggak?" tanya Rizki.

"Mmm, kayaknya langsung balik deh,"

"Ckckck, gini ya sekarang. Habis putus langsung gercep nebar jaring sana sini. Memek teroos," kata Rizki.

"Iyalah, biar ga keseringan bergaul sama lu. Makin rusak otak gue yang ada."

"Yeee, yang rusak siapa nuduhnya ke siapa. Awas ya kalo minta jemput-jemput lagi."

"Iya iya, Mas Rizki ganteng. Jan ngambek dong."

HP-ku berdering lagi ditelepon Bang Rizal. Aku agak panik.

"Mau kemana?"

"Duluan," kataku pamit dan langsung pergi sambil membawa tas.

Aku pun mengangkat telepon sambil berjalan keluar dari GOR dan menuju bagian belakangnya yang sepi dan cukup gelap.

"Halo, Dewa, my boy!" seru Bang Rizal.

"Halo, iya Bang?"

"Gimana kabar? Sehat?"

"Sehat, Bang. Ada apa?"

"Ada kabar gembira, nih. Videomu meledak, banyak yang suka. Sepuluh ribu view dalam waktu 2 minggu, gila nggak tuh? Emang gak salah insting Abang," katanya bangga.

Aku bingung harus senang atau panik. Sebanyak itulah yang sudah melihatku dientot Bang Rizal.

"Nanti kirimin rekeningmu ya. Abang proses buat pencairan komisinya," lanjut Bang Rizal.

"Oh iya, Bang. Makasih," kataku, masih bingung harus bereaksi seperti apa.

"Oh iya, ada job buat kamu, Dek. Bukan video sih, cuma jadi model foto aja. Bayarannya lumayan gede sih daripada model foto biasa. Kalo kamu ambil Abang kasih kontak kamu ke teman Abang. Gimana?"

Akibat Pinjaman OnlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang