Empat

1.6K 126 19
                                    

Jika kalian terheran, bagaimana bisa tiga kakak tertua takut dengan adik bontotnya, kalian salah besar.

Mereka tidak takut terhadap Sunghoon, yang mereka khawatirkan justru tentang Riki itu sendiri.

Mereka sadar betul, adik bungsunya itu memiliki standar hidup yang sedikit berbeda dan tinggi dari mereka bertiga.

Oleh karena itu, mereka takut Riki tidak akan siap menerima omongan bahkan kritikan pedas dari Sunghoon, jika ucapannya tidak dituruti.

Bagaimanapun Riki orang baru, ia tidak akan semudah itu menerima berbagai sifat manusia, kan. Kalau mereka tidak jadi menikah gara-gara Sunghoon marah besar terhadap Riki, bagaimana nasib mereka?! Kira-kira seperti itulah isi otak ke-tiganya, itu kenapa mereka terlihat sangat ketakutan.




Klik...

'Mampus'. Batin ketiganya, saat mendengar bunyi pintu unit apartemen Heeseung, terbuka.

Riki yang juga ikut mendengar, langsung melepaskan diri dari pangkuan Heeseung. Membuat duo J reflek menggenggam masing-masing pergelangan Riki.

"Adek mau kemana, udah disini aja. Nanti kartunnya selesai lho." Bujuk Jake dengan puppy eyes'nya.

"Enggak, adek mau ketemu kak Hoonie, kangen banget." Pernyataannya Riki, membuat Jake dan Jay menatap Heeseung, meminta bantuan.

Heeseung yang tidak bisa berbuat apa-apa, hanya menganggukkan kepalanya pasrah. Selepas genggaman itu terlepas, Riki langsung melesat menuju ice prince-nya.

"Kak Hoonie, adek kangen banget. Akhirnya kakak pulang juga." Tubuh mungilnya menubruk kencang tubuh jangkung Sunghoon, memeluk erat-erat guna menyalurkan perasaan rindunya.

Lain dari Riki, Sunghoon masih terdiam. Terlebih, ia sama sekali tidak membalas pelukan hangat tersebut. Bukankah harusnya ia senang, jika penat selepas bepergian, ada mahluk manis yang menyambutnya?

"Adek kenapa? Kok pucet banget, kok kurus, kok bau obat-obatan." Riki mendongak, disaat kedua lengan Sunghoon menangkup kedua pipinya, sebelum sakit pun memang, pemuda manis tersebut tidak memiliki pipi yang gembul.

Atas sakitnya Riki tersebut, lantas membuat perubahan tubuhnya kontras di mata Sunghoon, apalagi ia belum bertemu selama beberapa hari.

"Adek sakit, tapi sekarang sudah sembuh kok, hehe." Cengiran kotaknya tidak berubah, dan posisinya tetap Riki memeluk erat tubuh Sunghoon.

"Hah!"

Melepaskan pelukan Riki dengan paksa, raut wajah Sunghoon berubah drastis. Pergelangan tangan mungilnya diremat erat, Riki dibawa.. atau lebih tepatnya diseret tiba-tiba oleh Sunghoon.

"Kak Hoonie, sakit."

Ringisan Riki mengalun disepanjang ruangan. Membuat tiga orang diruang televisi itu, langsung berlari menuju kamar Riki, namun sial! Sunghoon sudah lebih dulu mengunci pintunya.

Sunghoon menulikan pendengaran, disaat para saudaranya itu berteriak protes, belum lagi pintu yang digedor-gedor membuat gendang telinganya hampir pecah.

Ia tidak akan berbicara, hingga kini keadaannya sudah lebih tenang.

Sedangkan yang menjadi korban kini tengah duduk dipinggir ranjang, kedua tangannya ia bawa diatas paha, meremat pakaiannya. Kepalanya semakin tertunduk, ketika Sunghoon menghampiri.

"Udah berapa lama sakit?"

Hening.

"Udah berapa lama kamu sakit?"

"Yak! NISHIMURA RIKI."

Nada bicara yang cukup tinggi, bahkan terdengar membentak membuat Riki mendongakkan kepalanya paksa, tubuhnya bergetar, rematan tangannya semakin mengerat, mata sebening kristal tersebut sudah berkaca-kaca.

Our Sweetness Riki (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang