"Wah! Pelayan kelas kita datang!"
"Hei tolong bersihkan minuman yang tumpah disebelah sana!"
"Nana, tolong ikatkan tali sepatuku"
"Nana, ambilkan cardigan punyaku di meja guru!"
"Nana"
"Nana"
"Nana"
Itu adalah suara teman-teman sekelasku yang sedang 'menyambut' kedatanganku, setiap pagi aku dihadiahi suasana seperti ini sampai-sampai hatiku kebal menghadapinya.
Aku adalah anak yang baru memasuki sekolah ini bulan lalu, awal masuk, semua orang bersikap normal padaku, hingga pada saat minggu kedua, aku menolak salah satu laki-laki di sekolah ini.
Dan setelah itu, para murid tidak berhenti menindasku.
Aku berjalan dengan langkah besar menuju bangku paling pojok belakang yang kursinya menurutku sudah tidak layak pakai. Suara teman-teman yang sedang memerintahku masih terdengar hingga sekarang.
"Hei! Cukup sudah!" Aku mendongak melihat siapa yang berteriak, dan aku mendapati laki-laki yang cukup tampan, dengan baju yang berantakan sedang berdiri di pintu.
"Apa begitu fatalnya kesalahan dia sampai kalian menindasnya tanpa henti?" Seluruh kelas masih membeku karena kedatangannya, hingga lima detik kemudian.....
"JAMES!"
"JAMES! AKHIRNYA KAU MASUK JUGA!"
"JAMES! AKU SANGAT MERINDUKANMU!"Aku menutup telingaku saat mendengar suara mereka yang meneriakan nama orang itu. Mungkin seharusnya aku berterima kasih padanya karena telah mengalihkan perhatian murid-murid dari penindasanku pagi ini.
"Kenapa kalian menindasnya?" Tanya orang itu sambil menunjuk padaku, tau dari mana dia bahwa aku ditindas? Bahkan dia baru saja masuk kelas.
"Aku sudah mengintip dari tadi lewat jendela," dia melanjutkan kata-katanya yang langsung membuatku mengalihkan pandangan darinya.
Aku menunduk di bangku yang kutempati, hingga aku bisa merasakan tangan halus sedang menyentuh tanganku.
"Hai," mataku melotot, James, dia menyapaku.
"Oh.. Ha-hai..." Balasku. Dia menatap mataku lekat-lekat lalu kembali menatap ke penjuru kelas.
"Angelina," ucapnya sambil menatap Angel, perempuan yang paling sering menindasku.
"Tingkahmu ini sudah keterlaluan," dia menghela napas dan melanjutkan kata-katanya, "Pikirkan baik-baik pilihan dariku, meminta maaf padanya atau kulaporkan pada guru," ucap James tegas kepada perempuan pirang itu.
Kulihat Angel hanya mendengus, dan melanjutkan kegiatan mengecat kukunya.
"Dan kalian..." James berkata lagi sambil menatap ke anak perempuan di kelasku, "JANGAN SEENAKNYA MENINDAS ORANG!" Teriaknya sambil memukul meja. Aku terkesiap, refleks aku langsung melihat ke arahnya, wajahnya merah dan nafasnya terengah-engah.
Teman-teman sekelasku juga menunjukkan raut wajah terkejut, tiba-tiba tanganku ditarik oleh James keluar kelas, aku tidak bisa menolak, aku masih terlalu terkejut.
Dia membawaku ke depan gudang, kami terdiam selama beberapa menit hingga akhirnya aku angkat bicara.
"Terima kasih banyak, James," ucapku sambil tersenyum tipis, kulihat dia tersenyum "Tidak masalah, sudah tugas ketua kelas untuk menyelesaikan masalah bukan?" Jawabnya.
Dahiku berkerut, "Bukannya ketua kelas kita adalah Jen?" Tanyaku, dia tertawa renyah "Kurasa mereka tidak memberitahumu kalau aku adalah ketua kelasnya, Jennifer hanyalah wakil."
"Anastasia?" Dia memanggil setelah sekian detik kita terdiam, "Ya?"
"Kau tahu mengapa mereka menindasmu?" Tanyanya. Aku menunduk, "Aku tidak tahu jelasnya, tapi mungkin karena aku menolak Samuel." Jawabku sambil terus menunduk.
"Samuel kapten tim basket?" Tanyanya lagi, aku hanya mengangguk.
Diluar kesadaranku, aku terisak, aku juga tidak tau mengapa aku menangis, mungkin karena hatiku yang terdalam terlalu sakit akan kelakuan teman-temanku.
"Jangan menangis," ucap James sambil menarikku kedalam pelukannya. "Tapi jika kau tidak kuat, menangislah sesuka hatimu," lanjutnya.
Aku tidak tau mengapa dia memperlakukanku begitu hangat, tetapi hatiku bergetar saat menerima perlakuan darinya.
------------------------------
6 mei 2015
DemiraPramapa
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hero
Teen Fiction"Aku akan selalu menganggapmu sebagai pahlawanku, selamanya."