Hari ini adalah hari olimpiade fisika itu diadakan. Aku sungguh bangga karena aku terpilih menjadi salah satu peserta olimpiade setelah menjalani 3 seleksi antar sekolah di kotaku.
Aku juga khawatir karena ini baru pertama kalinya aku mengikuti olimpiade nasional, biasanya hanya sampai tingkat kota.
"Kak, ini jus jeruk," Alicia memberiku sekaleng jus jeruk dingin.
"Ada roti juga An, kau mau?" Sekarang giliran ibuku yang menawari makanan. Aku tidak bisa menerima dua-duanya karena bila disaat menegangkan seperti ini, tidak ada makanan yang bisa masuk keperutku meskipun itu makanan favoritku.
"Santai saja, An. Jika kau tegang soalnya akan terlihat sulit," ibuku memberi nasihat.
"Ayah jadi datang, bu?" Tanyaku.
"Dia sedang menuju kesini, mungkin sebentar lagi," jawab ibuku. Aku tersenyum lega, sangat jarang aku bisa berkumpul bersama keluargaku.
Setelah menunggu kurang lebih dua jam, peserta olimpiade disuruh berkumpul.
"Semangat, kak!" Teriak Alicia.
"Jangan lupa berdoa," perintah ibuku.
"Teliti dulu soalnya sebelum dikumpulkan!" Perintah ayahku.
Aku hanya mengacungkan jempol sambil tersenyum lebar dan berlari ke kerumunan anak-anak yang mengikuti olimpiade.
Sekarang aku sudah mendapat soalnya, setelah kulihat-lihat, tidak beda jauh oleh soal latihan yang diberi Mr. Diaz.
Aku mengerjakan soal dengan lancar, hanya ada 2 soal yang membuatku berpikir agak lama, tetapi akhirnya aku mendapat jawabannya.
Aku sudah selesai mengerjakan walaupun waktu masih ada sekitar 30 menit lagi. Aku hanya menunggu waktu habis sambil menggambar di kertas coretanku.
"Waktunya sudah habis, silahkan kumpulkan kedepan," aku segera mengumpulkan lembar soal dan jawabanku ke meja pengawas lalu berlari keluar.
"Bagaimana?" Tanya ayah.
"Hanya ada dua soal yang membingungkan," jariku membentuk angka dua sambil tersenyum lebar.
"Kapan hasilnya akan diumumkan?" Tanya ibu.
"Belum tau bu, mungkin nanti sekolah akan memberi tahu," jawabku.
"Kak, tadi kak James menelpon kakak, katanya dia ada di cafetaria gedung ini bersama kak Bella," ucap Alicia lantang.
"Siapa James itu?" Wajah ayah berubah kaku saat mendengar Alicia menyebut nama James.
"Um.... Teman dekat, yah," jawabku.
"Ya sudah, An, ayo temui temanmu di cafetaria," ajak ibu.
Kami berempat berjalan menuju cafetaria yang jaraknya cukup dekat dari tempat kami berdiri. Saat sampai disana, Bella dengan semangat melambaikan tangan tinggi-tinggi saat melihatku dan James hanya tersenyum sambil menunjukkan deretan giginya yang rapi.
"Oh, Paman dan Bibi," sapa Bella saat melihat kedua orangtuaku. "Hai Alicia," sapanya juga.
"Anak-anak, apa kalian membawa kendaraan? Bisakah kalian mengantar Anastasia pulang? Karena kita harus mengantar Alicia untuk mengikuti les piano," ucap ibuku.
"Bisa, Bibi. Supirku akan mengantar Anastasia pulang," jawab James.
"Maaf jika aku merepotkanmu," ucap ibuku. "An, ayah dan ibu pergi mengantar Alicia dulu. Jaga dirimu," ibu mencium puncak kepalaku, lalu berjalan menyusul ayah yang sudah keluar dari cafetaria.
"Hei, aku ingin ke toilet, hanya 10 menit," ucapku yang hanya dibalas anggukan oleh Bella dan James....
"Mau aku temani?" Tanyanya sambil menaik-turunkan alisnya.
Aku hanya memutar bola mata dan berlalu menuju toilet terdekat.
Jalan menuju ke toilet cukup sepi dan menakutkan. Aku harus melewati lorong gelap yang berisi ruangan-ruangan yang sama gelapnya.
"Toilet belok kanan," gumamku sambil membaca tulisan yang ditempel di tembok.
"Sstt..." Aku seperti mendengar sesuatu, kupercepat langkahku berjalan.
"Hei..." Tangan kananku ditarik, sontak aku berteriak dan menutup mataku. "Buka matamu atau kutusukkan pisau ini keperutmu," ujar orang itu setengah berbisik.
Mau tidak mau aku membuka mataku, kulihat pria bertubuh besar sedang menatapku dalam-dalam seperti ingin memakanku.
"Serahkan semua hartamu, semuanya, ponsel, uang," ucap pria itu.
Aku tidak bisa berkata-kata, lidahku kelu.
"Cepat!" Geramnya sembari menampar wajahku.
"Ti... Tidak akan...," jawabku.
"Apa kau bilang? Kau berani melawanku?" Dia mendorongku sampai aku terjatuh.
"Tidak akan kuserahkan!" Teriakku.
"Hei.. Hei.. Untuk apa kau berteriak? Berharap agar ada orang lain yang menolongmu? Jangan berharap nona, tempat ini sangat sepi," ucapnya. "Cepat serahkan barang-barangmu atau...,"
"Atau apa? Kau ingin membunuhku?" Teriakku sambil berdiri.
"Hm... Kau ingin dengan tangan atau pisau?" Dia menunjukkan pisaunya yang mengkilat didepanku. "Menurutku, gadis sepertimu juga akan mati apabila dipukuli...," dia berjalan kearahku. Lututku lemas, aku tidak bisa berjalan, aku terlalu takut.
"Selamat tinggal,"
-------------------------------------
18 Juni 2015
DemiraPramapa
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hero
Teen Fiction"Aku akan selalu menganggapmu sebagai pahlawanku, selamanya."