Davina pagi ini sudah bersiap untuk berangkat sekolah, soal kejadian semalam Davina di antar oleh Septian pukul 9 malam, sebab dari siang sehabis pulang dari Rumah Sakit Septian tidak memperbolehkan Davina untuk pulang. Sebenarnya semalam Septian meminta Davina untuk menginap di rumah milik orang tua Septian, namun tentu saja Davina menolak.
Tok tok tok.
"Davina?! Kamu sudah selesai, Nak? Ayo cepat turun, di bawah udah ada pacar kamu yang nungguin!" ujar Bundanya Davina.
Deg.
"Pacar? Gila tuh orang, berani-beraninya datang ke rumah dan bilang ke Bunda." geram Davina.
"Ya Bun, bentar lagi Davina turun." sahutnya.
Dengan emosi yang menggebu-gebu Davija mengambil tas ransel miliknya dan berjalan menuju pintu, lalu membukanya dan turun dari lantai atas menuju ke bawah.
Dapat Davina lihat bahwa ada Septian yang sedang berbincang bersama Ayahnya di sofa ruang tengah, "Mau ngapain lo pagi-pagi udah ke sini?" tanya Davina.
"Davina?!" tegur Ayahnya.
"Gak papa, Om. Mungkin Davina belum biasa sama saya." sahut Septian.
Dalam hati Davina mencibir, dan mengumpat kasar. Namun sebisa mungkin ia diam namun tatapan tajam ia layangkan kepada Septian.
"Tentu saja gua jemput lo seperti janji gua semalam." sahut Septian santai.
"Lagian udah di izinin sama Ayah dan Bunda lo kok." sambung Septian dengan wajah tengilnya.
Davina mengepalkan tangannya erat, ingin sekali ia menonjok wajah tengil Septian.
"Ayo kita sarapan bersama nak Septian! Nanti baru berangkat sekolah." ujar Bunda dari arah meja makan.
"Seprtinya tidak usah repot-repot, Tante. Soalnya saya sudah buru-buru mau berangkat. Nanti kita sarapan di kantin aja." ujar Septian.
"Kita? Dih, lo aja kali gua enggak!" sewot Davina lalu langsung berlalu menuju meja makan.
"Aduh, maaf ya Nak. Atas kelakukan Davina dia emang anaknya bandel dan suka ngomong kek gitu, Tante harap kamu gak masukin hati soal omongan Davina tadi." ujar Bunda Davina tidak enak.
"Gak apa-apa, Tante. Nanti lama-kelamaan juga terbiasa." sahut Septian.
"Dan ini yang bikin gua tertarik sama lo, Vina! Gua bakal buat lo jatuh cinta sama gua dalam waktu dekat!" batin Septian dengan senyum miring.
***
"Gak usah ikutin gua bisa gak sih?! Gua risih tau gak!" sentak Davina saat Septian terus saja mengikutinya dari parkiran tadi."Suka hati gua lah, lo kan pacar gua wajar dong." santai Septian lalu menarik tangan Davina untuk pergi dari koridor sekolah menuju belakang sekolah dimana tempat untuk Septian dan teman-temannya membolos dan merokok.
"Lepasin! Ngapain sih lo narik-narik tangan gua?! Lepasin gak!" sentak Davina.
Septian makin kencang mencengkram pergelangan tangan Davina, semua siswa-siswi yang menyaksikan ini hanya diam, mereka tidak ada niatan untuk membantu sebab takut dengan penguasa sekolah itu.
Plak.
Davina memegangi pipi kirinya yang di tampar oleh Septian, Davina menggeleng tidak percaya, air matanya sudah turun membasahi kedua pipi mulusnya.
"Kenapa lo kasar gua hah? Ini yang lo bilang sayang? Ini yang lo cinta? Ucapan lo, basi tau gak? G---"
Septian mencengkram rahang Davina erat, matanya terpancar emosi yang sangat besar, "Gua kasar sama lo karena gua sayang sama lo, gua udah pernah bilang ke lo kalau lo gak mau gua kasarin itu nurut! Jangan pembangkang! Seharusnya lo udah tau sifat gua gimana, jadi jangan jadikan alasan apapun untuk jadi pembangkang! Faham?!" ujar Septian melepaskan cengkraman nya dan menghapus air matanya Davina lalu pergi meninggalkan Davina yang masih menangis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVIAN
Teen FictionJANGAN LUPA UNTUK FOLLOW, VOTE, DAN COMEN⚠️ Davina Grizelle Anugerah seorang remaja yang galak, dan pintar. Ia merupakan seorang kapten Voly perempuan di sekolahnya. Banyak yang mengagumi tentang dirinya, namun Davina tetap cuek dan bodoamat. Hingg...