Content warning(s) ; Physical touch, kissing, cuddle, alcohol, harsh word, harshness, sensitive topic, etc.
Sang Dewa, julukan yang sangat tepat bagi seorang Dewanggara Dewoni.
Tampan? Jangan diragukan lagi! Ketampanan Dewa bahkan hampir mendekat pa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I|I
Lewat celah-celah ventilasi udara, sinar matahari terus menyelinap masuk hingga mengenai tubuh Dewa yang masih terbaring dengan tenang diatas ranjang. Wajah pucat Dewa turut tak lolos dari incaranya, tapi walaupun begitu Dewa terlihat tidak terganggu. Mata Dewa bahkan terus terpejam rapat.
Dibalik itu, sebenarnya di alam bawah sadar Dewa, Dewa sedang tidak baik-baik saja. Disana Dewa memimpikan dirinya yang tenggelam kedasar lautan. Mimpi yang membuat Dewa merasa sesak bukan main tepat dibagian dadanya. Dewa bahkan sampai tidak bisa bernapas sama sekali.
Dewa merasa hampir mati di alam bawah sadarnya sendiri.
Namun ada yang aneh dari itu, karena apa yang Dewa rasakan di alam bawah sadarnya itu lama-lama merembet ke alam sadarnya. Dewa benar-benar merasakannya. Bahkan karena hal tersebut, jari jemari Dewa jadi mulai bergerak, sebelum akhirnya tangannya meremas kuat selimut yang menutupi tubuhnya bersamaan dengan matanya yang terbuka cepat.
"Hahhh... Hahhh... Hahhh..."
Setelah terbangun, dada Dewa naik turun tidak karuan, napasnya juga sampai tersendat-sendat. Dan entah sadar atau tidak, tangan Dewa langsung meraih lehernya, lalu meremasnya pelan bersamaan dengan tubuhnya yang kelimpungan. Dewa merasa jika semua napasnya terkumpul disana tanpa bisa keluar, dan itu menyiksanya bukan main.
Dewa merasa jika ia benar-benar habis tenggelam.
"Dok, pasien sudah sadar!"
Dewa mendengar jelas seruan dari seorang perempuan. Ketika Dewa melirik kearah sumber suara, Dewa melihat seorang perawat perempuan menghampirinya, diikuti oleh dokter, dan juga paman serta bibinya? Sepertinya benar yang Dewa lihat itu memang mereka.
"Coba saya periksa," begitu mendekat, dokter membantu Dewa melepaskan tangan dari lehernya.
Dewa tidak bisa sepenuhnya sadar dengan apa yang dokter, dan perawat itu lakukan pada tubuhnya. Ia tidak tahu pasti pemeriksaan seperti apa yang ia terima. Tapi yang jelas, setelah beberapa menit berlalu, Dewa merasa cukup tenang. Ia sudah tidak lagi kelimpungan, ia bahkan sudah mulai bisa bernapas dengan benar.
"Dewanggara, kamu tahu ini berapa?" setelah cukup lama terdiam, dokter mulai mengajukan pertanyaan untuk Dewa.
Dewa menatap telapak tangan dokter yang berada tepat didepannya. Dengan pandangan yang samar-samar, Dewa melihat ada tiga jari dokter yang berdiri.
"Tiga," suara Dewa terdengar lemas.
"Lalu apa kamu tahu sekarang sedang ada dimana?"
Dewa sempat menghembuskan napasnya dengan pelan sebelum akhirnya ia berusaha menatap sekelilingnya. Setelah mengetahui jawabannya, Dewa mengangguk pelan. "Rumah sakit?" tanyanya yang entah kenapa terdengar ragu.
"Apa kamu ingat kenapa kamu sampai disini?"
Dewa mencuri-curi pandang kearah dokter, dan juga paman serta bibinya yang sekarang tengah menatapnya sendu. Dan kali ini lelaki itu terlihat berpikir dengan keras. Tapi semakin ia diam, dan berusaha berpikir, kepalanya justru semakin berdenyut nyeri. Ia sampai meringis pelan sambil menyentuh kepalanya yang ternyata di perban?