-
-
-
-"Ha'i, murid-murid sekalian mohon perhatiannya sebentar ke depan." teguran suara merdu, memecah riuhnya suasana kelas 2-3B yang sempat ramai akan cuap-cuap. Seluruh mata murid memandang lurus pada wanita cantik bermanik kelam, bersinggungan dengan warna ungu cerah miliknya. Memastikan bahwa semua murid-murid memperhatikannya, wanita itu mulai menyampaikan tujuannya sembari berdehem.
"Baiklah. Kalian pasti sudah mendengar atau membaca papan pengumuman tahun ini bukan? Berhubungan dengan penyambutan adik-adik kelas kalian dan hasil rapat tahun lalu, maka Sensei umumkan untuk minggu depan. Proses belajar-mengajar di tiadakan," terangnya tetap membalas binar-binar bahagia dari beberapa murid yang hampir kelepasan menyerukan 'Yes!' sebelum wanita itu menyelesaikan pengumuman.
"Sebagai gantinya, pihak Sekolah terkhususnya dari Kepsek, KHS mengadakan bazar yang terdiri atas berbagai macam rundown acara. Sensei harap, kalian bisa menghadiri acara ini karena poin kehadiran akan sangat mempengaruhi nilai kalian. Ingatlah untuk terus menjaga tata-tertib saat mngikuti lomba atau hanya sekedar menonton. Kalau begitu, sekian untuk pelajaran hari ini, selamat sore." akhir wanita itu menyelesaikan pengumumannya, lalu melenggang pergi meninggalkan kelas 2-3B.
Murid-murid yang tak sabar dengan acara tersebut mulai berdiskusi sana sini, sementara sisanya memilih untuk masa bodo dan pergi dari kelas. Entah untuk melarikan diri atau pulang tanpa harus memikirkan apapun tentang acara dan tetek bengeknya.
Dari 16 murid perempuan yang ada disana terlihat satu murid dengan wajah masam keluar dari kelas, kepalanya menunduk lesu menatap lantai keramik putih sembari menyembunyikan kegundahan hati dibalik rambut panjang Indah itu.
Hyuuga Hinata.
Nama siswi yang pernah menempati peringkat satu saat usianya baru 15 tahun di angkatannya. Dan... Baru saja dilengserkan dari posisinya berkat kedatangan adik kelas baru tahun ini. Ironis sekali.
Suasana hati kacau, padahal sedikit lagi... Usahanya akan terbayarkan jika dia berhasil mempertahankan posisi yang susah payah Hinata dapatkan.Namun sepertinya harapannya untuk bisa diperhatikan oleh keluarganya harus berhenti disini. Semua hal yang didapatnya akan diambil lagi, atau yang lebih parahnya kembali diabaikan...
"Huft~ memang tidak ada harapan, kah?" monolognya pelan. Tapak dari suara sepatu memantulkan nada, menciptakan gema di setiap langkah kaki yang menuntunnya melewati lorong menuju perpustakaan. Jalan yang jarang dilewati murid-murid karena terlalu jauh dari kelas dan rawan terpeleset.
Pikirannya penuh dengan berbagai macam makian, cercaan, dan kata-kata kasar yang terus mengulang layaknya kaset video yang filmnya mencuat keluar. Rusak. Hari ini genap delapan minggu usai hasil ulangan kenaikan kelas dibagikan pihak sekolah pada papan pengumuman, atau lebih sering disebut mading*.
Sejak itu pula kepribadian Hinata berubah 180 derajat. Ah... Atau hanya dirinya saja yang berubah, karena setiap dirinya berjalan dilorong kelas angkatan pertama. Anak kelas satu pasti akan menegurnya sopan, entah itu hanya ucapan selamat pagi atau sekedar sapaan ringan.
Sungguh! Hinata tidak mengerti kenapa mereka melakukan hal yang membuang-buang waktu hanya demi menyapanya yang, jangankan membalas balik, menegur atau tersenyum saja tidak lagi bisa dilakukannya.
Tapi... diantara anak-anak tahun pertama, ada satu murid yang mati-matian Hinata hindari semenjak rangkingnya turun diurutan kedua. Yah... siapa lagi kalau bukan si peringkat pertama, yang dengan luar biasanya mengalahkan rekor skor standar. Dan menjadi murid terfavorit (khususnya anak-anak perempuan) karena rupanya setara aktor top dunia.
Ditambah dengan marga Uchiha yang melekat pada nama depan, Sasuke berhasil mendorong Hinata pada dasar jurang terdalam dari kejamnya realita. Menyadarkan gadis itu bahwa usahanya hanyalah omong kosong tak berarti.
Tes...
Sial! Matanya lagi-lagi seenaknya menjatuhkan cairan bening, untung saja saat itu tidak ada orang yang memergokinya tengah menangisi nasib. Hanya sedikit murid yang masih bertahan di sekolah karena mengikuti ekskul, selebihnya menunggu teman agar bisa pulang bersama.
Hinata buru-buru mempercepat jalannya karena tidak mau ditinggal bus. Tanpa pikir panjang, dituruninya anak tangga tersebut hingga sampailah dia pada lantai satu. Tempat gudang penyimpanan berada, markas pas bagi para pembolos melarikan diri dari pelajaran membosankan.
Tetapi, langkahnya harus terhenti lantaran bola bulat terang itu bersinggungan langsung dengan bola kelam milik seorang murid laki-laki yang tengah bersandar pada tembok dibelakangnya.
Sontak membuat murid laki-laki itu mengantongi kembali benda persegi panjang pipih itu ke dalam kantong celananya dan bersiap untuk memberi salam pada Hinata yang diam-diam menahan umpatan diujung lidah.Sadar akan keadaan, Hinata bergerak maju melewati murid laki-laki itu agar tidak mematahkan pikiran rasionalnya demi kebaikan bersama. Sayang sekali, aksi menghindarnya ditahan oleh sapaan berat dari suara murid laki-laki itu.
"Hyuuga- Senpai, Selamat sore." ucapnya sambil membungkuk sopan, berdiri di depannya tanpa tahu bahwa gadis yang tengah di sapa mengeluh hebat dalam hati.
"Sore." balas Hinata kelewat singkat, enggan membuka suara lebih jauh. Takut khilaf. Hinata berniat melanjutkan acara menghindarnya, tapi murid laki-laki itu tak membiarkannya beranjak pergi sebelum mendengar maksud dari tujuannya menyapa.
Ditatapnya lurus wajah rupawannya, mempersilahkan murid itu menyuarakan tujuannya pada Hinata yang sudah mantap dengan balasan yang disusun oleh otaknya.
"Aku dengar pihak sekolah akan mengadakan bazar dan perlombaan minggu depan, apa senpai sudah memutuskan untuk ikut berpartisipasi?" tanyanya pada Hinata yang tak berminat dengan acara wajib sekolahnya itu.
Hinata meredam emosi yang sejak tadi ditahannya dengan satu hembusan nafas lalu memandang laki-laki itu tanpa ekspresi. "Tidak ada. Jadi permisi." balas Hinata tak bernada. Kakinya hampir berhasil melewati tubuh laki-laki itu jika saja lengan bajunya tak ditahan cepat oleh si laki-laki.
Wajahnya gelabakan mendengar jawaban Hinata yang tak akan ikut dalam acara, "Tapi, bukankah seluruh siswa diwajibkan untuk mengikutinya?" astaga... Bocah ini, kenapa dia keras kepala sekali?! Apa perkataan yang baru diucapnya gagal dipahami bocah ini? Sial! Hinata tak sanggup lagi menahan rasa jengkelnya.
"Gomen! Tapi hal ini tidak ada kaitannya dengan mu, aku ingin datang atau tidak pun yang dirugikan juga bukan dirimu. Fokuslah dengan urusanmu dan abaikan aku." balas Hinata, berusaha menahan kedongkolannya pada bocah menyebalkan dihadapannya.
"Apa artinya... Senpai tidak akan datang?"
Perempatan muncul dikeningnya, marah bercampur kesal tak dapat lagi dibendungnya, Hinata menatap nyalang kelereng kelam itu penuh dengan emosi. "Berhentilah mencampuri urusanku! Bukankah sudah aku katakan tidak?! Apa telingamu itu tuli?!" hardik Hinata kesal, mengejutkan Sasuke dengan bentakan dan pelototan tajam. Tanda gadis itu begitu terusik.
Pada hal, tujuannya bertanya karena gadis itu selalu menghindar entah saat jam istirahat atau tak sengaja berpapasan seperti sekarang di lorong.
"Aku beri tahu kau satu hal, jangan pernah mencoba untuk akrab dengan ku karena itu tidak ada gunanya. Oh! Dan satu lagi,"
"Aku harap, seterusnya tidak akan bertemu denganmu lagi." usai mengatakan kata menyakitkan itu pada Sasuke, Hinata pergi dari sana dan menghilang dibalik persimpangan tanpa menunggu pemuda itu memberi respon terhadap pernyataannya. Wajahnya menekuk dengan kerutan tipis diujung alis, "Apa... Aku baru saja dimarahi?" gumamnya lirih sambil menatap lorong didepannya rumit.
= TBC =
Sabtu, 03 September 2022.
Revisi!! Selasa, 09 January 2024
Lanjut chapter 2!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Notebook : You're My Moon 🌙 [End] ✔️
Hayran KurguCantik, pintar, ramah, sopan, rajin, menguasai tiga bahasa asing, dan pemegang beasiswa sejak tahun pertama. Siapa yang tidak kenal dengan Hyuga Hinata siswi biasa yang selalu menoreh prestasi disepanjang kariernya, baik itu di sekolah maupun saat o...