Note Two : Gelisah... (chapter 2)

79 11 1
                                        

-
-
-
-

"Tadaima..." ucap Sasuke pelan sesudah pintu tertutup. Dari depan, dia bisa mendengar percakapan lebih dari satu orang di ruang tengah, sepertinya ada tamu dari rekan bisnis ibunya. Tidak ingin mengganggu, Sasuke memilih untuk tak menyapa orang tuanya karena itu tidak sopan, jadi sebagai ganti dari itu, dia berbelok menuju bagian belakang yang menghubungkan langsung antara ruang makan dan dapur.

Disana ada seorang wanita cantik tengah sibuk menyiapkan beberapa hidangan lezat, tak lupa juga dengan sosok gadis mungil yang ikut campur menata piring dan gelas di meja makan, sesekali memamerkan lengkungan Indah dari bibir kecilnya.

"Oh, Sasuke-kun! Okaerinasai~" sambut si wanita cantik, menotis keberadaan senyap Sasuke. "Paman! Selamat datang~" susul si gadis kecil riang, menarik perhatian si wanita dengan kekehan geli.

Sasuke membalasnya dengan anggukan singkat, dia berniat pergi ke kamarnya dan bersiap untuk makan malam. Tapi, ingatan akan kejadian sepulang sekolah tadi kembali mengganggunya meski dia yakin bahwa pertanyaan itu tidak ada yang salah, tapi mengapa Sasuke jadi kena bentak? Sungguh ini memusingkan untuk dipahami.

Haruno Sakura atau - wanita cantik berparas lembut dengan bola mata hijau cerah, rambut panjang dengan tone pink persis layaknya bunga cantik khas musim semi. Menjadikanya pemanis diantara warna kelam dari klan Uchiha.

Sakura melirik sebentar pada adik iparnya itu, dan mendapatinya tengah melamun di ambang pintu kamarnya. Tanpa perlu menanyakan pada si empunya pikiran, sekali lihat saja sudah ketauan, pemuda ini tengah diliputi kebingungan. Jarang-jarang Sakura menjumpai Sasuke berekspresi seperti direpotkan dengan rasa kebingungan. Tapi pengecualian untuk kali ini, tingkah janggalnya itu cukup mampu menarik perhatian Sakura.

"Bagaimana seminggu berada di sekolah umum, Sasuke-kun? Semuanya baik-baik saja, kan?" tanya Sakura, menebar umpan dua pertanyaan sekaligus terkait suasana sekolah untuk Sasuke yang home schooling. Dan Sasuke diam sejenak sebelum menyahut dengan kalem, "Jauh berbeda dengan yang dikatakan Orochimaru-Sensei, tapi selebihnya sama." balasnya, menutup kembali pintu kamar lalu memilih untuk bergabung dan duduk di kursi, depan meja saji.

Sakura menganggu paham, "Yokatta, lalu... apa tidak ada hal lain yang menarik disana? Misalnya, eskul stau klub?" lanjut Sakura terus, layaknya seorang penyidik yang melakukan introgasi dadakan.

"Aku rasa... mungkin ada satu." 'Tapi itu pasti tidak masuk akal untuk orang sepertimu, Sakura-san.' ungkapnya sembari membatin, tidak yakin wanita ini mau mendengar kisahnya.

Kelereng hijau itu beralih tatap, sop ayam dengan aneka sayur dan tak lupa tomat sudah matang, dari aroma yang menjalar ke berbagai ruang di dapur. Sudah di pastikan, makan malam nanti akan jadi yang paling mewah.

"Apa itu ada kaitannya dengan orang lain?" sambung Sakura, mematikan kompor dan memindahkan sop ayam tersebut pada mangkuk besar yang telah dia siapkan diawal.

Sedetik. Debaran jantung Sasuke tanpa aba-aba melaju satu detak lebih cepat, sama saat kakaknya memergokinya tengah mengendap-endap pergi main keluar di siang hari. Tapi dalam kondisi berbeda. Tak kunjung mendapat respons dari laki-laki didepannya, Sakura mengalihkan perhatiannya dari sop menggiurkan itu, lalu mendaratkan atensi emerald pada sepasang kelereng kelam adik iparnya ini.

"Jika Sasuke-kun diam, berarti tebakanku benar." sahutnya seraya tersenyum kecil. Yah, memang dasarnya dia sendiri yang tidak pandai berbohong.

"Apa seorang gadis?" tanyanya lagi, dan dijawab helaan nafas panjang Sasuke. "Ara-ara~ momen langka! Siapa tahu, saat dewasa nanti kalian berjodoh." goda ibu muda itu dengan wajah merona, sementara Sasuke yang menatapnya malah mengerutkan kening, kebingungan.

"Jodoh? Apa tidak ada yang lebih realistis dari itu?" ujar Sasuke protes, tak termakan godaan kakak Sakura dengan komentar sarkastiknya. 'realistis'

"Huu...! Paman, jangan pelnah melemehkan kekuatan Cinta! Bisa saja nanti malah belbalik pada paman." ini lagi anak kecil satu, bisa-bisa ikut menceramahinya dengan pipi hampir meledak karena saking gembulnya.

"Hn. Anak kecil lebih baik baca buku dongeng saja sana." usir Sasuke sambil mencubit gemas pipi si gadis kecil. Alhasil bekas merah tercetak jelas di pipi lembut tersebut.

"Tidak ada yang memaksakannya padamu, Sasuke-kun. Hanya saja... tanpa bisa kau kendalikan, perasaan itu akan membuatmu tidak mampu berfikir positif. Yah... beda lagi jika Sasuke-kun sendirilah yang tertarik dengan gadis itu." sejak kapan arah pembicaraan ini merujuk pada hubungan seperti itu begini? Kan niat awal Sasuke bercerita bukan untuk mendengar hal yang tidak ada kaitannya dengan hubungan sepasang kekasih.

"Jadi... apa yang harus aku lakukan agar seniorku itu mau memaafkanku?" akhir Sasuke, pasrah jika kakak iparnya ini salah paham. "Menjauh darinya dengan begitu kau akan mengerti~" bukan Sakura yang menyahut, melainkan sosok pria tampan dengan rambut panjang yang terikat setengah.

Sasuke mengalihkan atensinya dari dapur, "Aniki? Kapan kau pulang?" tanyanya saat pria itu menarik kursi dan duduk disebelahnya. Pria itu tersenyum cerah, "Tadi malam, mana mumgkin aku meninggalkan dua permata cantikku terlalu lama berdua saja di rumah, benarkan Saori-chan?" ucapnya, disambut kecupan hangat dari Sakura dipipi. Ugh! ya ampun, Sasuke lupa kakaknya ini adalah perwujudan dari budak cinta terparah dengan sang istri.

"Jadi keberadanku tidak dianggap? Baiklah, cukup tahu. Jika sopnya sudah disajikan, minta bibi bawakan saja ke kamar. " ahh... bagaimana bisa kakak bicara begitu, apa lagi posisinya sedang meminta masukan. Ck! Kalau begini, Sasuke jadi malas menginap. Dasar Aniki perusak suasana! -_-#

Sepeninggalnya Sasuke dari dapur, Sakura tanpa ampun mencubit pinggang sang suami, kesal akan sikap jailnya yang masih sampai sekarang terbawa. "Huh~ bukankah jauh lebih baik memberinya masukan alih-alih otakmu? Bagaimanapun Sasuke-kun masih perlu saran. Siapa lagi yang dapat dia tanyai selain keluarganya? Cobalah mengerti sedikit, ne anata."

Namun, meskipun Itachi sendiri mengakui dalam hati sikapnya tadi cukup berlebihan. Dia tidak dapat memungkiri bahwa adiknya yang minim pengetahuan tentang lawan jenis akan mengingatkannya dengan masa sekolahnya dulu.

Dan... hal itu bermula ketika dirinya tidak sengaja membuat mood seorang gadis jatuh. "Tanpa aku katakannya pun, anak itu tidak akan mempercayainya. Bukan kah, ini mengingatkanmu dulu waktu pertama kali hubungan kita terjalin?"

"Yah... tidak ada yang tahu bukan, dari perkataanku waktu itu bisa membawa hubungan ini ke jenjang pernikahan. Apa itu yang sering orang-orang sebut ikatan batin? Jika benar begitu, doakan saja yang terbaik. Baik untuk Sasuke-kun maupun gadis itu."

"Iya, kau benar~"

Dan percakapan tak diketahui tersebut memberi dua orang dewasa itu harapan... Bahwa takdir akan selalu membawamu menemukan tujuan.

Termasuk yang dialami oleh dua insan ini.

= TBC =

niat mau update cepat, eh malah terkendala dengan jadwal kuliah yang padat. Belum lagi minggu depan mid semester 😔. Semoga updatenya cerita di lapak ini dapat membangkitkan semangat kalian buat nunggu YL, karena kembali lagi dengan alasan diatas. Tidak ada waktu untuk revisian 😭.

Akhir kata, tinggalkan jejak bintangnya! See ya 😊

After revisi: Nih chapter oke juga~ 😏😏

Notebook : You're My Moon 🌙 [End] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang