Awal Mula

23 4 5
                                    

Kebanyakan gadis seusia ku, memilih untuk meneruskan pendidikannya kejenjang lebih tinggi agar masa depan mereka lebih baik dari sebelumnya.  Masuk universitas hanya menjadi sebuah mimpi bagiku, setelah kedua orang tua ku terlilit banyak hutang. Ketika aku masih bersekolah di Sekolah menengah atas, semua aset milik keluarga ku disita oleh bank.

Setelah menamatkan pendidikan, kedua orang tua ku mengajakku untuk ikut pindah kedesa. Tetapi aku lebih memilih untuk berjuang sendiri di kota ini, aku tak mau lagi menjadi beban bagi mereka. Seperti sekarang, aku mengantarkan kedua orang tuaku ke terminal bus. Tetapi sebelum mereka berangkat, aku memeluk ayah dan ibu sangat erat momen seperti ini tak akan terulang kembaliku. Aku pasti sangat merindukan mereka, jujur ibuku tak rela meninggalkanku, karena itu ia kembali menanyakan padaku.

“Eun sun-ya, apa kau benar-benar tak mau ikut dengan kami?” ucap ibu disela pelukan kami, dengan mata berkaca-kaca, mengelus kepalaku dengan penuh afeksi.

Aku tak mau membuat ibu cemas, dengan cepat ku hapus air mataku sambil mengulas senyum terbaik yang kupunya.

“Untuk saat ini tidak eomma, aku janji secepatnya akan melunasi hutang-hutang kita. Dan aku akan membawa kalian kembali kesini,dan kita berkumpul bersama lagi.” Ucapku dengan suara yang terdengar bergetar.

“Eun sun-ya, jaga dirimu ya nak. Appa dan Eomma akan selalu menghubungimu.” tak ketinggalan ayahku memberikan nasihatnya sambil mengelus kepalaku dengan lembut.

“Ne Appa! aku akan menjaga diriku” ucapku dengan mengulas senyum, tak berapa lama bus menuju Busan— kampung halaman kami datang. Ibuku masih menangis, kalau boleh jujur hatiku sangat hancur melihat bidadari tercintaku menitihkan airmata seperti sekarang. Tetapi aku harus kuat, aku tak boleh menangis didepan mereka.

Aku masih tersenyum sambil melambaikan tangan, setelah bus itu menjauh. Setelah itu pertahanaan yang sudah kubangun sejak tadi runtuh begitu saja, aku tak sanggup menahan air mataku lagi dan menangis sejadi-jadinya.

Sepertinya langit ikut merasakan kesedihanku karena, aku merasakan setetes air dari langit mulai turun. Kakiku sudah tak sanggup untuk berdiri, menumpu badan dan beban yang terasa begitu berat lagi. Air hujan lebat sudah mengguyur tubuhku, bukannya berteduh aku malah membiarkan diriku kehujanan, aku tak mau orang lain tahu bahwa aku sedang menangis.

*****

Sejak hari itu aku mulai menata hidup baruku, aku mulai bekerja paruh waktu di restoran cepat saji dan mini market didekat flat ku. Memang gajinya tidak seberapa, selagi tubuhku masih sehat aku akan berusaha untuk mencari uang. Karena aku terlalu semangat mencari uang sampai-sampai temanku ditempat kerja, menjadi salah paham mereka mengira aku ini gadis matre yang gila akan uang. Aku bukan gadis matre lebih tepatnya aku gadis realistis, ya mereka benar aku gila akan uang karena uanglah yang membuat cita-citaku hancur dan keluargaku menjadi terpisah. Aku tak pernah mengacuhkan mereka, tapi sahabatku Jikyung selalu membelaku karena dia lebih tahu siapa aku. Aku merasa beruntung memiliki sahabat seperti Jikyung, karena ia selalu mendukungku bahkan terkadang juga ikut membantuku mencari kerja tambahan.

Seperti hari ini Jikyung menghampiriku dengan semangat, aku bisa menebak pasti gadis ini memberikan informasi tentang pekerjaan tambahan untukku.

“Eun sun-ya, aku ada sesuatu untukmu.”

“Apa itu?”

“Tapi aku tak yakin apa kau mau dengan profesi ini.”

“Memangnya profesi seperti apa?”

“Hmmm, begini aku mendapatkan pekerjaan untukmu, tapi sebagai pacar bayaran. Maafkan aku eun sun-ya, kau pasti marah karena aku memberimu pekerjaan yang tidak-tidak.” Jikyung menangkup kedua tangannya dengan wajah cemas.

Bad DecisionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang