Chapter 6

355 27 1
                                    

Derek terkejut. Tidak menduga, Leana memanfaatkan momentum tersebut untuk menyerangnya. Sejujurnya, kekuatan Leana tidak cukup kuat mencekiknya sampai mati. Tubuh wanita itu begitu ringan dan rapuh di atasnya. Derek pernah merasakannya. Dia pernah menyentuh punggung tersebut dan aroma manis dari tubuh Leana waktu membawanya ke menara sihir.

Ketika tangan Derek memegang bahu Leana. Posisi mereka pun berubah dalam sekejap. Sekarang, Leana yang ditindih oleh Derek.

Dada gadis itu naik turun dengan cepat. Mata Derek bergerak pada bra yang tembus pandang oleh gaun linen yang Leana gunakan. Derek pernah menyentuhnya. Dia menahan dorongan menggelora dalam dirinya untuk tidak menyentuh gudukan itu kembali. Akan tetapi, tangan Derek sudah ada di bawah sana. Meremas dada Leana yang kencang dengan jari-jarinya.

"Berhenti menyentuhku!" hardik Leana.

Derek tersenyum tipis. Dia mengunci kedua tangan Leana di atas kepalanya. "Aku bisa melakukan lebih dari ini. Jadi, jawab pertanyaanku dengan jujur. Di buku mana kau tahu Silas akan dibunuh? Siapa yang menulisnya?"

"Bajingan. Aku tidak akan—"

Derek menekan bibirnya ke bibir Leana. Membungkam sumpah serapah yang akan Leana keluarkan. Bibir Derek melumat bibirnya. Lidahnya menjelajah bibir Leana, menikmatinya.

Derek semakin merapatkan tubuhnya. Membuatnya dapat merasakan dada Leana yang menyentuh. Semakin erat Derek mendekap tubuh Leana, sementara lidahnya mulai bermain-main di dalam mulut Leana.

Leana merasa gila. Logikanya jelas menolak. Tetapi gelenyar aneh tubuhnya merespon sebaliknya. Dia bersyukur, Derek menarik wajahnya saat ia mulai kehabisan napas.

"Siapa?" tuntut Derek dengan meremas dada Leana hingga ia mendesah.

"Persetan."

"Bodoh, kau ingin melindungi kaisar dengan mengorbankan dirimu? Di mana akal sehatmu?"

Kata-kata itu seperti palu yang menghantam kepala Leana. Wanita itu memikirkan kalimat Derek. Apakah Silas akan berterima kasih padanya? Barangkali pengorbanannya akan disesali?

Leana tahu jawabannya. Matanya yang berair hanya menatap Derek dengan perasaan bersalah. Dia tidak pernah berpikir sejauh itu. Selama ini, ia hidup dengan tujuan menyelamatkan kaisar. Tidak pernah, sekalipun Leana memikirkan dirinya sendiri. Sungguh ironi.

Sekarang, dia menatap Derek dengan begitu ketakutan akan masa depannya. Derek menyadari itu, binar mata Leana berubah. Dia tahu. Sekarang, tidak ada gunanya mendesak Leana.

"Apa kau akan melepaskan aku?" ujar Leana dengan serak.

"Tidak."

"Kau ingin tahu? Akan kukatakan yang sebenarnya." Tampaknya kalimat Derek berhasil menyadarkan Leana. "Aku bukan dari dunia ini. Aku dari dunia yang tidak kau kenal. Aku sudah membaca kisah Silas dari novel yang kubaca. Buku itu masih bersambung. Aku tidak tahu akhirnya seperti apa. Kisah itu berhenti saat mereka memenggal kepala Silas. Saat tahu aku ada di sini, aku berpikir harus menyelamatkannya. Walau dia sama sekali tidak mengetahui keberadaanku. Tapi ... tapi ... tapi apa yang kulakukan benar?"

Derek tidak tahu harus berkomentar apa. Dia sudah banyak bertemu wanita. Mereka punya cara tersendiri menarik perhatiannya saat ia menjadi Silas. Wanita-wanita itu jauh lebih cantik, memesona dan menggoda dari Leana. Derek tahu tentang wanita, tubuh mereka, pikiran mereka. Tentu tanda-tandanya. Bahkan di kehidupan sebelumnya, Isabel adalah wanita sempurna. Hanya Isabel yang mampu menarik perhatiannya.

Akan tetapi, Derek menatap Leana berbeda. Wanita ini tidak menunjukkan ketertarikan sejak awal. Selama beberapa saat, Derek menatap Leana lurus-lurus.

Tubuhnya gemetaran di bawah tubuh Derek. Dia ketakutan. Tanpa bicara, Derek menarik diri. Berdiri dan menarik selimut dari kasur untuk menutup tubuh Leana dan beranjak pergi.

"Kau mau ke mana?" marah Leana tanpa peduli dengan selimut yang Derek berikan. "Kau pemimpin Ganjaa? Mengapa kau ingin membunuh Kaisar? Kau belum berkata jujur padaku."

"Pohon kehidupan mungkin tidak menunjukkan kisahnya secara keseluruhan. Aku juga tidak tahu alasan mereka. Mungkin kekuasaan dan kehormatan? Entahlah," ujar Derek sambil membuka pintu yang lenyap saat ia melangkah ke dalam.

...

Leana bangun keesokan harinya. Dia tidak berniat makan. Makanan semalam sama sekali tidak disentuh. Dia masih tergiang-giang dengan kalimat Derek. Berpikir, apa Silas akan peduli dengan semua   pengorbanannya? Dia merasa sakit dan kecewa. Pemeran figuran tidak akan terlalu berarti.

Leana sadar, sudah waktunya merubah tujuan hidup. Selama dia bisa berumur panjang dan hidup tanpa masalah. Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Dia tidak seharusnya hidup demi orang lain. Tetapi demi dirinya sendiri.

Leana masih di atas ranjang. Tatkala Derek kembali mengunjunginya. Leana sudah tidak peduli. Jika terkurung seperti ini pilihan yang bijak. Dia akan melakukannya, dia tidak perlu bekerja keras. Makan dan minumnya terjamin. Leana hanya perlu bermalas-malasan sepanjang hari.

"Kau tidak mandi?"

Leana bangun dari kasur. Menatap Derek tidak percaya. "Apa urusanmu? Aku akan mandi, jika ingin."

"Kupikir kau butuh bantuan? Aku bisa membantu menggosok punggungmu."

Leana menyadari nada bicara itu. Derek kembali ke sifat menggodanya. Entah untuk alasan apa. Leana tidak ingin ambil pusing. "Kau akan menyesal melihat tubuhku. Cari wanita berdada besar di luar sana. Kau bisa menggosok punggung dan memijat dadanya."

"Masalahnya aku mau kau."

"Aku benci dirimu Derek," balas Leana sambil menarik selimut menutupi dirinya dan kembali berbaring.

"Bencilah aku sepuasmu. Tapi, kau tidak bisa tidur di sini. Kau harus pulang ke kuil."

"Aku tidak mau pulang."

"Apa?" Derek mengerjab tidak percaya. "Kupikir kau ingin bebas."

"Jika aku menjadi tawananmu. Aku tidak perlu bekerja. Aku bisa santai sepanjang hari dan kau akan memberiku makanan gratis tiga kali sehari. Bagaimana bisa aku melewatkannya?"

Derek tersenyum geli. Terpesona oleh pola pikir Leana. Jalan pikirannya tidak bisa ditebak. Derek semakin tertarik mengenalnya lebih jauh.
"Kau harus pulang, Lea. Aku akan mengantarmu."

"Setelah menculikku, merebut ciuman pertamaku dan meremas dadaku."

"Dadamu indah."

"Dasar bajingan mesum."

"Terima kasih. Jadi, kau mau pulang sendiri atau ingin kugendong seperti karung gandum di pundak?"

Leana menurunkan selimut dari atas kepala. Lalu bangun dari atas kasur. Wajahnya masih kusut dan rambut Leana berantakan. Jantung Derek berdebar, dia begitu mudah melihat pemandangan tersebut.

"Aku punya harga diri Derek. Kau harus membayar semuanya." Leana rasa, mungkin dia bisa memeras Derek. Dia yakin, ini hanya taktik Derek menyuruhnya pulang.

"Membayar karena menculikmu, merebut ciuman pertamamu dan menyentuh dadamu. Baiklah, kau ingin apa? Jangan minta nyawaku, malaikat maut tidak suka aku pergi lebih awal."

"Jawab pertanyaanku dengan jujur. Kenapa kau mencari informasi di perpustakaan kuil diam-diam? Kenapa kau bekerja sama dengan Dante? Asal kau tahu saja. Kaki tanganmu itu mati di istana sebelum Silas."

Aku tahu, batin Derek.  Untuk itulah aku tidak bisa membiarkanmu.

"Pertama, aku bukan anggota Ganjaa. Kedua, aku butuh informasi dan hanya perpustakaan kuil yang memilikinya dan ketiga. Terima kasih info soal Dante. Puas?"

"Jadi, kau siapa?" tuntut Leana.

"Aku Derek."

"Bukan namamu. Identitasmu."

"Aku tidak akan menjawab itu. Kesalahanku sudah ditebus. Aku selesai."

"Siapa bilang?" Leana dengan cepat turun dari ranjang. Kemudian berjalan mendekati Derek sambil menunjuk leher. "Lepaskan sihir sialan ini dari leherku dan ...,"

Lutut Leana menendang telak kejantanan Derek begitu kuat. Wajah Derek memerah. Alih-alih mengerang, Derek justru mengumpat.

"Apa sesuatu dibalik celana dalammu pecah? Oh, ya ampun. Kuharap, rasa sakitnya setimpal saat kau meremas dadaku."

SILAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang