Chapter 9

353 25 2
                                    

Leana terbangun dengan kepala yang sangat sakit. Awalnya, dia belum mengingat apa pun sampai sadar. Bahwa dia tidur di tenda asing. Pakaiannya berganti dengan tunik pria. Saat ia melirik ke dalam selimut, dia bernapas lega. Dia masih menggunakan dalaman.

Lalu Leana kembali melirik ulang. Dalaman itu memiliki renda-renda yang manis. Jelas, bukan jenis dalaman yang ia pakai sebelumnya dan Leana tidak pernah memilikinya.

Kepala Leana diserang rasa pusing dan nyeri yang berdenyut-denyut. Dia menyusun serangkaian perisitiwa kemarin. Ingatan itu terhenti, setelah Isabel memintanya pergi. Setelahnya, Leana tidak ingat apa pun.

"Aku pasti sudah gila," ucap Leana pada dirinya sendiri. "Aku pasti menggoda seseorang. Apa yang harus aku lakukan? Lebih baik aku mati."

"Siapa yang memberimu izin untuk mati?"

"Derek?" seru Leana terkesiap. Ia melirik sekeliling kamar. "Tendamu?"

"Binggo. Kau suka?"

"Apa yang kulakukan semalam?"

"Bercinta."

"A- Apa? Kau pasti berbohong."

"Kau yang menggodaku duluan," ujar Derek.

Wajah Leana memerah seperti kepiting rebus. Dia memanas, menahan malu dibalik selimut. "Aku pasti sudah gila."

"Tidak apa, kau gila bersamaku."

"Siapa yang mengganti pakaianku?"

"Aku. Siapa lagi?"

Leana lagi-lagi memberinya tatapan panik dan malu. Derek tersenyum jahil. "Jangan khawatir. Hanya aku yang melihatnya."

"Justru itu aku khawatir. Kau melihatku, seharusnya aku juga melihat milikmu."

Derek terbatuk-batuk tiba-tiba. Dia buru-buru menuang air dari teko dan meneguknya. Kemudian menyeka mulut dengan punggung tangan.

"Gadis nakal. Kau mau melihatnya sekarang?"

"Jangan gila! Mana pakaianku? Aku harus menemui Nona Saintess."

Emosi di wajah Derek berubah. Dia beranjak dari kursinya. Mengambil sesuatu dari keranjang rotan dan menyerahkannya kepada Leana. Tanpa sepatah kata. Dia berjalan keluar dari tenda.

...

Gaun yang diberikan Derek terlalu mewah. Leana tidak ingin menggunakannya. Jadi, dia menggunakan pakaian laki-laki yang ada di sana. Kemeja tunik yang kebesaran menutupi tubuhnya sampai lutut. Leana juga mengikat rambutnya tinggi dalam satu kunciran.

Dia membuka pintu tenda. Melirik ke luar. Dia sebenarnya malu keluar dari tenda Derek dengan penampilan seperti itu. Tetapi apa boleh buat. Dengan mengumpulkan keberanian. Leana berjalan menunju tendanya.

Setiap kesatria, pelayan dan pesuruh pria menatapnya dengan wajah merona. Tanpa pakaian pelayan, Leana terlihat sangat cantik dan mempesona. Tunik yang ia kenakan terangkat lebih tinggi setiap ia berjalan. Sampai akhirnya ia bersitatap dengan Silas.

Pria itu sedang berjalan ke arahnya. Mata ungunya menatap Leana dengan terbelalak. Leana sadar, lupa membungkuk dan memberi salam. Sebelum dia mengangkat wajah. Silas berdiri di hadapannya dengan tatapan nyalang.

"Siapa yang mengizinkanmu keluar dengan pakaian seperti ini?" Tentu saja Silas sangat marah. Ia sudah menyediakan gaun terbaik untuk Leana dan ia memilih tunik kumal yang ia tinggalkan di tenda samarannya.

Itu bukan shabti yang menyamar. Itu adalah Silas yang asli. Silas mengepalkan tangan, jika dia dalam wujud Derek. Dia mungkin sudah menyeret Leana saat itu juga.

Tanpa diduga. Mantel berburu yang terbuat dari kulit serigala di tubuh Silas. Digunakan untuk menutup tubuh Leana. Mantel itu terlalu berat hingga membuat Leana membungkuk dan tenggelam ke dalamnya.

Pemandangan pagi ini menjadi tontonan. Semua orang bertanya-tanya. Putri dari keluarga mana yang menarik Kaisar Silas dengan penampilan aneh seperti itu.

"Asura," ujar Silas pada ajudannya. "Bawa gadis ini."

"Saya akan membawanya ke tendanya."

"Tidak, bawa dia pulang ke kuil."

"Biar saya saja Yang Mulia." Raihan tiba-tiba muncul. Memberi salam singkat pada Silas dengan sorot mata yang dingin. "Saya tidak menduga. Anda mengenalinya. Seingat saya, Yang Mulia tidak mungkin mengenal pesuruh yang keberadaanya tidak terhitung di kuil."

Mata Silas menatap Raihan tanpa minat. Ini pemandangan tidak terduga. Dia hari kedua perburuan, dua pria paling berpengaruh di kekaisaran sedang merebutkan gadis asing tidak dikenal. Setidaknya, itulah yang disaksikan orang-orang.

"Leana," ucap Raihan dengan nada yang begitu dalam. "Leana. Aku ingat nama itu. Kau pasti kebingungan karena mencari majikanmu. Kau bisa melepas mantel itu—"

Tangan Silas meremas pergelangan tangan Raihan dengan kuat. Membuat kalimatnya terpotong. "Biarkan benda itu tetap di sana."

Raihan menarik tangannya menjauh. Ia melirik sekitar dengan seringai. "Yang Mulia, orang-orang memandang Anda penuh minat. Mereka akan berpikir. Bagaimana bisa Yang Mulia memberi perhatian pada pelayan Saintess."

Silas sebenarnya tidak menyukai Raihan dari awal. Dia semakin tidak suka, karena Raihan mengganti cara bicaranya. Pria itu biasa memanggilnya Baginda. Namun, pagi ini. Dia merubahnya menjadi Yang Mulia. Yang Mulia merupakan panggilan formal untuk Silas, sedangkan Baginda adalah panggilan pada mereka yang berhubungan dekat dengannya.

Kabar pertikaian ini, memancing wanita bangsawan berlari meninggalkan sarapan mereka untuk melihat wanita yang menjadi rebutan tersebut. Karena mereka melihat Leana dari belakang. Mereka tidak bisa menebak siapa gadis itu. Terlebih Isabel, dia datang setengah berantakan. Rambut dan wajahnya belum di rias sempurna.

"Leana masih anggota kuil. Itu artinya dia tanggung jawab saya."

Tangan Silas terkepal kuat. Kalimat itu membukamnya. Raihan melirik Leana dengan tatapan memintanya untuk pergi bersama. Leana mengganguk. Sekali lagi, dia membungkuk hormat. Dilepaskan mantel tersebut. Tetapi, Silas dengan cepat mengangkat tubuh Leana dan membopongnya di depan dada.

"Wanita ini milikku. Dia hanya akan pergi, saat aku memintanya pergi."

Semua orang terguncang. Mereka menatap nanar punggung Silas yang menjauh dengan membawa Leana. Pupil emas Raihan melebar, ia merasa dipermalukan oleh Silas.

Orang-orang mulai berbisik dan bergunjing di belakangnya. Sebagian besar tentang cara Leana menarik hati Silas. Isabel sendiri tidak terima. Silas adalah miliknya. Dia tidak bisa membiarkan orang lain merebut itu.

...

Sementara itu di tenda Silas. Leana jatuh berlutut di kaki pria tersebut. Dia tidak berani mengangkat wajah. Dia tampak ketakutan.

"Yang Mulia, saya mohon ampun. Saya tidak akan menggunakan pakaian seperti ini lagi. Tolong, izinkan saya kembali ke kuil bersama Tuan Raihan. Saya hanya pesuruh biasa. Saya bukan wanita terhormat."

Silas tidak suka melihat Leana bersujud di kakinya. Ia juga tidak bisa mengatakan bahwa ia adalah Derek.

"Angkat kepalamu," ujar Silas dingin. Leana melakukannya dengan badan bergetar. "Tatap mataku."

Leana menggeleng. "Suatu penghinaan, jika saya melakukan itu Yang Mulia. Bagaimana mungkin, manusia rendahan seperti saya menatap langsung matahari kekaisaran. Para dewa akan mengutuk saya."

"Berhenti mengatakan itu. Akan ada pelayan yang datang mengurusmu. Selama aku berburu, tetap di dalam sini."

Leana tidak paham. Mengapa Silas begitu menginginkannya. Ini pertama kali mereka bertemu.

"Yang Mulia, mohon izin jika pertanyaan ini terdengar kasar. Mengapa, Yang Mulia melakukan ini pada pelayan rendahan seperti saya?"

Silas geram. Leana terus merendahkan dirinya. Silas tidak suka itu. "Lakukan seperti yang kukatakan. Sebelum aku memenggal kepalamu."

__/___/___
Tbc

SILAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang