Chapter 7

383 31 0
                                    

Silas kembali ke istana. Dia melepaskan Leana, setelah rasa sakitnya mereda. Silas bisa gila, membiarkan gadis itu di menara sihir terlalu lama. Wanita itu tidak terkontrol.

Alasan lainnya, Silas ingin melihat tindakan Leana ke depannya. Dia sadar, Leana wanita baik-baik. Namun, dia terlalu naif. Terlalu lugu mengorbankan diri bagi orang lain yang tidak mengenalnya.

Akan tetapi, justru itu yang membuat Silas tersentuh. Isabel belum tentu akan seperti itu. Sebaliknya, Dante yang selalu di sisinya, menatap iba kejantanan Silas terang-terangan.

"Berhenti menatapku seperti itu," sindir Silas dengan tatapan sinis.

"Baginda tidak butuh tabib untuk memeriksanya? Itu masa depan kekaisaran. Baginda akan memerlukan penerus."

"Aku bisa meniduri wanita manapun untuk mengandung anakku. Kau tidak perlu khawatir."

"Bagaimana jika tidak terjadi?"

"Mengapa kau harus membahas ini Dante? Apa kau akan bersikap seperti tukang kuda yang mengurus musim kawin para ternaknya?"

Dante menunduk penuh rasa sesal. Dia tidak lagi mendesak Silas. Membiarkan pria itu kembali sibuk membaca laporan kenegaraan.

...

"Demi Dewa Saas. Leana!" Nyonya Miria menatap gusar. Melihat Leana tiba-tiba muncul membawa keranjang cucian yang telah menumpuk berhari-hari. "Kau dari mana saja? Semua orang sibuk dari kemarin. Aku memberimu libur sehari, mengapa kau menambah jatah liburmu? Apa kau pergi berkencan dengan pria asing di jalan?"

"Ya."

"Apa?" Mata Nyonya Miria terbelalak.

"Aku diseret oleh bajingan brengsek."

"Anakku," pekik Nyonya Miria. Nada suaranya melembut. Dia memegang kedua bahu Leana. "Apa yang dia lakukan padamu?"

"Aku baik-baik saja Nyonya Miria. Aku meninggalkan kenang-kenangan untuk kejatanannya."

Nyonya Miria menutup mulutnya dengan tangan. Dia memberikan tatapan tercela pada Leana. Wanita itu, tidak pernah menduga. Gadis kecil yang ia anggap polos. Terlihat sangat liar.

"Baiklah. Kerjakan pekerjaanmu. Lalu bantu aku mengurus Nona Saintess. Besok ada acara perburuan. Kita kekurangan orang. Para Priest dan Priestess dikirim ke desa-desa kecil untuk membantu warga dari serangan monster."

Wajah Leana berubah pucat. Tetapi, Nyonya Miria tidak menyadarinya. Lalu berlalu pergi meninggalkan Leana.

...

Ada banyak hal yang harus di urus Leana dan Nyonya Miria. Mereka mempersiapkan pakaian dan semua kebutuhan Clara dengan mengemasnya dalam koper-koper, sedangkan wanita itu duduk manis di dekat jendela sambil membaca buku dan sesekali menyesap secangkir teh.

"Nyonya Miria," bisik Leana, "aku tidak bisa melakukan ini. Aku tidak mau jadi pelayan Nona Saintess."

"Apa yang kau khawatirkan? Semua orang menginginkan posisi ini," balas Nyonya Miria sambil mengatur tumpukan sapu tangan berenda. "Aku memilihmu, karena kau tidak akan menjilat seperti mereka."

"Apa maksud Anda dengan mereka?"

"Raihan memecatnya. Aku tidak tahu, tapi, tampaknya Nona Saintess tidak menyukainya. Kau bisa melakukan ini."

Leana menggeleng. Alasannya terdengar tidak berkesinambungan dengan gagasan sebelumnya.

"Aku juga bisa dipecat," pekik Leana panik. Lalu melirik ke arah Clara dengan waswas. "Lebih baik mengurus harimau lapar."

"Bagus, di perburuan besok. Ada harimau lapar. Kau bisa mengurusnya."

"Aku tidak punya pengalaman melayani Saintess."

SILAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang