3. Mata yang Berbinar

121 4 1
                                    

Katakan, bahwa malam telah berakhir. Telah pagi.

***

Hari ini tanggal 2 Desember 2019, tepat lima tahun aku berkemas dari liku kisah cinta pertamaku. Seluruh tentang masa lalu itu telah buram.

Pagi-pagi buta, aku sudah disibukkan oleh persiapan masuk kerja. Setelah melalui proses pendewasaan itu, aku kini menjadi perempuan yang berdaya. Mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan passion ku di kantor paling bergengsi di kota Palangka, Kantor Kompasi, sebuah kantor penerbitan buku paling besar di kota itu. Aku bekerja sebagai seorang Jurnalis.

Hari itu tak seperti biasanya aku bangun terlambat, pukul enam lebih lima belas menit. Sementara kantor tempat aku bekerja dimulai pukul tujuh nol-nol.

Aku berdiri di depan cermin, mengenakan blouse putih yang rapi dan dipadukan dengan blazer hitam elegan yang membalut tubuhku dengan sempurna. Ku ikat rambutku ke belakang dengan kencang, meninggalkan beberapa helai di bagian samping wajahku. Jari-jariku dengan cekatan memasang heels hitam, yang menambah kesan tegas namun tetap feminin.

Sebelum meninggalkan kamar, aku menyematkan name tag di bagian dada. Huruf-huruf di name tag itu memancarkan profesionalisme: Ayse - Jurnalis Kantor Kompasi. Aku menatap pantulan diriku di cermin, memperhatikan setiap detail tampilan yang kupilih dengan penuh kesadaran.

“Aku mencintai diriku,” bisikku pelan namun penuh arti, dengan senyuman tipis nyaris tak terlihat, bukan senyum yang penuh kesombongan, tapi lebih sebagai ungkapan penerimaan dan penghargaan terhadap perjalanan yang telah ku tempuh.

Hari ini, aku tidak hanya bersiap untuk bekerja, tetapi juga untuk menghadapi dunia dengan rasa percaya diri yang lebih kuat daripada sebelumnya.

Kadang, luka yang merambat hampir di sekujur tubuhku tak terlalu perih. Berkat kesibukan-kesibukam yang kuciptakan sendiri.

***

Brukk...

Sesuatu telah menubruk punggungku.

Dalam lari yang terburu-buru, tiba-tiba saja aku terjatuh. Seluruh buku yg kupegang juga berhamburan. Syukurnya, tak banyak orang di sekitar parkir mobil saat itu. Hanya beberapa yang sedang berlalu lalang.

"Ini bukunya" ujar seseorang, membantu membereskan buku-buku yang berjatuhan tadi.

"Pasti sakit, ya" katanya lagi seolah meyakinkan kesakitan ku

Betapa terkejutnya aku saat menoleh ke arah suara itu, rupanya...

"How are you?"

Suara yang kukenal beberapa tahun lalu. Suara yang tak pernah ingin kudengar lagi semenjak Desember pergi.

"Dim..Dimas" Kataku terkejut. Kenapa lelaki itu tiba-tiba ada di depan wajahku? Menanyakan keadaanku yang telah susah payah kurangkai kembali setelah pecah berhamburan.

"Ay!" Katanya sambil melambaikan telapak tangan ke arah wajahku

"Bagaimana kabarmu?" Tanyanya, lagi.

"I-iya.." Aku menjawab sembari terbata-bata. Mengalihkan pandangan. Pura-pura membereskan buku-buku di tanganku. Perasaan yang telah membaik, tiba-tiba terasa nyeri kembali. Suasana di luar itu, campur aduk. Udara yg kuhirup seperti tersendat di kerongkongan. Nafasku sesak, seperti ada yang menekan dengan sangat keras ke bagian dadaku.

Ayse (Pena, Luka, dan Darah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang