.
.
.
.
.
Setelah Taehyung merasa lebih tenang, ia kembali mengajar keesokan harinya.
Menginap di tempat Jungkook tinggal ternyata tidak buruk juga. Pemuda itu benar-benar membiarkan Taehyung tinggal tanpa banyak bertanya, hal seperti itu membuat Taehyung merasa nyaman.
Alih-alih meminta Taehyung untuk bercerita tentang masalahnya, Jungkook justru mengajaknya bermain game atau sekedar menonton film dari laptop miliknya.
Meskipun tidak seberapa, tapi bagi Taehyung itu adalah hal yang memang sedang dibutuhkannya, dan ia benar-benar berterima kasih pada mahasiswanya itu.
Taehyung berharap, kembali pada rutinitas kesehariannya akan membuatnya merasa lebih baik lagi. Di samping kesibukan yang akan membuat pikirannya teralihkan, ia juga bisa bertemu Jimin yang pasti juga akan membuatnya tertawa.
“oy Taehyungah..” Jimin berlari ke arah Taehyung yang baru saja akan masuk ke ruangannya. Pria itu berlari dengan sangat cepat hingga membuatnya hamper terjatuh jika saja Taehyung tidak menangkap tubuh yang sedikit lebih kecil darinya itu.
“Berhati-hatilah dengan langkahmu Jim.” Ucap Taehhyung, ia melepaskan tangannya dan membiarkan Jimin membenahi pakaiannya yang sedikit berantakan. “Ada apa kau berlari dengan terburu-buru seperti itu? apa ada hal penting yang ingin kau bicarakan denganku? Apa aku melewatkan sesuatu kemarin?” Tanya Taehyung dengan penasaran.
Ia tidak masuk kemarin, selain itu ia juga mematikan ponselnya hingga saat ini, jadi ia memang tidak tahu apa yang terjadi pada pekerjaannya kemarin.
Jimin berkacak pinggang, menatap Taehyung dengan wajah khawatir sekaligus panik, “Bukankah aku yang seharusnya bertanya padamu?” tanyanya dengan kesal. “Kemarin kau menghilang kemana, puluhan kali aku menghubungimu tapi ponselmu mati. Apa kau dan Hyorin sedang bertengkar? Aku pikir kau akan bunuh diri bodoh.”
Taehyung memukul kepala Jimin dengan keras, bunuh diri katanya. Taehyung memang merasa kecewa dan marah, tapi bunuh diri? Yang benar saja.
Meskipun ia memang sangat mencintai Hyorin, Taehyung tidak akan mengakhiri hidupnya sendiri hanya karena rasa sakit hatinya itu.
“Brengsek. Kenapa kau memukul kepalaku?! Aku ini dua bulan lebih tua darimu, dasar tidak sopan.” Ucap Jimin sembari mengusap kepalanya, ia sangat tidak suka ketika seseorang yang lebih muda mengolok dirinya, yang benar saja, butir nasi yang ia makan sudah jauh lebih banyak, jadi bagaimana bisa seseorang yang lebih muda merendahkannya seperti ini.
“kau yang brengsek, menurutmu aku sebodoh itu hingga dengan mudah akan mati hanya karena cinta?” Taehyung bertanya dengan marah, “Lagipula darimana kau tahu kalau aku bertengkar dengan Hyorin?” Tanya Taehyung, ia merasa tidak memberitahu siapapun tentang pertengkarannya dengan istrinya kecuali pada Jungkook.
“Ah itu, Hyorin menelponku dan bertanya apa kau sedang bersama denganku. Kupikir tidak biasa Hyorin bertanya padaku soal keberadaanmu, jadi aku berspekulasi kalau kau sedang bertengkar dengannya.” Jelas Jimin yang kemudian megangguk-anggukkan kepalanya.
“Itu memang benar tapi-“
“bagaimana bisa? Bukankah hubungan kalian selama ini baik-baik saja? Apa pertengkaran kalian karena pekerjaan Hyorin?”
Taehyung mengangguk. “ehm, ini ada hubungan dengan pekerjaannya, tetapi juga ada masalah lain yang terjadi.” Jelasnya.
“Aku tahu, setidaknya aku menduga seperti itu. tidak mungkin itu hanya masalah pekerjaan, sebenarnya apa yang terjadi dengan kalian berdua?” Tanya Jimin lagi.