Bab 8

25 8 16
                                    

Yoselin menghela napas berat setelah berlari mengelilingi lapangan sekolah sebanyak tiga putaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yoselin menghela napas berat setelah berlari mengelilingi lapangan sekolah sebanyak tiga putaran. Gadis itu mengatur napasnya yang memburu. Jantungnya berpacu dengan cepat sehingga berulang kali Yoselin menarik napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan.

Para siswa 12 IPS 4 berhamburan ke seluruh penjuru. Kebanyakan dari mereka membentuk beberapa grup yang terdiri dari tiga sampai lima orang. Sisanya memilih untuk duduk menyendiri tanpa bergabung dengan grup manapun, termasuk Yoselin.

Yoselin memutuskan untuk duduk di selasar sembari memijat pelan betisnya yang terasa nyeri. Gadis itu membelakangi ruang OSIS yang tampak sepi. Di sekitarnya, hanya terdapat dua siswa yang tak lain adalah teman sekelasnya, yaitu Yolanda dan Nadia.

"Nggak ikut gabung sama yang lain?" tanya Nadia memulai obrolan.

Yoselin menoleh dan memberikan senyum tipisnya pada gadis berkaca mata yang kini sedang menatapnya.

"Nggak," jawabnya sembari terkekeh.

Demikian obrolan singkat itu berakhir. Sebelum akhirnya Yoselin melihat seseorang yang mendekat kepadanya dan berhenti tepat di hadapannya. Bahkan postur tubuh laki-laki itu menghalangi pandangan Yoselin.

"Awas dong, Nat," gerutu Yoselin. Gadis itu mengibaskan tangannya layaknya mengusir seekor kucing.

"Main ngusir-ngusir aja, emangnya gue kucing," komentar Yonathan tak terima.

Bukannya menggeser tubuhnya, laki-laki itu malah menjulurkan tangannya tepat di depan wajah Yoselin. Kepala gadis itu sedikit menjauh. Hal tersebut justru menimbulkan pertanyaan di benak Yoselin terkait maksud dari uluran tangan milik seorang Yonathan.

"Mau ngapain? Mau ke mana?" tanya Yoselin bingung. Kedua alisnya naik serta dahinya berkerut.

"Jangan duduk di depan ruang OSIS, auranya negatif," sahut Yonathan dengan jawaban yang tidak logis.

"Auranya negatif gimana? Gue nggak ngerasain apa-apa di sini," ucap gadis itu terheran-heran.

"Pokoknya negatif, deh! soalnya gue bisa ngerasain hal-hal yang berbau spiritual gitu," tukas Yonathan mengada-ada. Gelagatnya sangat terbaca ketika laki-laki itu sedang berbohong.

"Jangan bohong, Nat."

Yoselin melipat kedua tangannya di depan dada. Bibirnya mengerucut dengan pandangan yang dialihkan dari hadapan Yonathan. Jelas-jelas Yoselin merasa kesal kepada Yonathan. Laki-laki itu mengusik ketenangannya disaat dirinya letih karena habis berlari.

"Udah, kalo lo mau duduk di sini, duduk aja!" seru Nadia menimpali.

"Tau, nggak usah gengsi duduk sama kita, Nat," sambar Yolanda.

Yonathan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Laki-laki itu cengengesan sembari menampilkan deretan giginya yang rapi. Tiga lawan satu. Sudah jelas Yonathan kalah berdebat dengan ketiga perempuan itu. Ajakannya untuk berpindah tempat duduk pun ditolak mentah-mentah oleh Yoselin. Namun, yang namanya usaha pasti akan terus dicoba sebelum mendapatkan apa yang diinginkan.

"Sel," panggil Yonathan. Laki-laki itu berlutut di hadapan Yoselin layaknya seorang pengawal yang sedang menghadap rajanya.

"Lo..."

"Lo mau ngapain?!" seru Yoselin.

Sekali lagi, Yonathan memberikan telapak tangannya dengan maksud mengajak Yoselin untuk berpindah tempat duduk.

"Ayo kita pindah ke sana, Sel. Udara di bawah pohon lebih baik karena banyak oksigennya," ajak Yonathan bersikukuh.

Yoselin menghela napas. Pada akhirnya, gadis itu menerima ajakan dari Yonathan daripada laki-laki itu terus berlutut di hadapannya.

"Ya udah, ayo," ucap Yoselin pasrah. Ia menaruh telapak tangannya di atas telapak tangan milik Yonathan, sebelum akhirnya laki-laki itu menggenggam erat jari jemari milik Yoselin.

"Gue pindah ke sana, ya," pamit Yoselin kepada Yolanda dan Nadia. Kedua perempuan itu masih tetap berada di tempatnya.

"Iya, Sel."

Saat mereka berjalan beriringan pun, Yoselin masih cemberut. Gadis itu masih bertanya-tanya perihal tujuan Yonathan mengajaknya berpindah tempat duduk. Apa benar aura di depan ruang OSIS itu negatif? Atau laki-laki itu hanya membual?

"Bukannya lo ketua OSIS, ya? otomatis lo sering dong bolak-balik ke ruang OSIS. Berarti, aura lo ikutan negatif, dong?" tanya Yoselin dengan tatapan serius.

Yang ditanya tiba-tiba tertawa mendengar pertanyaan konyol yang dilontarkan Yoselin, membuat seorang gadis yang ada di sampingnya menatap heran sekaligus ngeri.

"Menurut lo gimana?" Yonathan balik bertanya. Namun, pertanyaannya akan menghasilkan jawaban berupa tanggapan subjektif.

"Hah? Maksudnya gimana?"

Kali ini, Yoselin yang tidak mengerti maksud dari pertanyaan Yonathan. Padahal dia sendiri yang awalnya bertanya.

"Gini, tadi kan lo bilang kalo gue sebagai ketua OSIS sering bolak-balik masuk ke ruang OSIS. Dan sebelumnya gue bilang kalo ruang OSIS itu auranya negatif. Nah, barusan lo nanya ke gue, kalo misalnya gue sering bolak-balik ke ruang OSIS, apakah aura gue ikut negatif?" Yonathan berusaha menjelaskan sedetail mungkin.

"Hooh, terus?"

"Nah, sekarang gue lempar lagi ke lo. Menurut lo gimana? Maksud gue, lo ngeliat gue ini gimana? Apakah feeling lo mengatakan kalo aura gue negatif? Atau gue keliatan seperti orang yang negatif? Atau berdasarkan pertanyaan yang udah lo tanyain tadi, apakah karena gue bolak-balik ke ruang OSIS, aura gue jadinya negatif? Jadi tanggapan lo gimana?"

Yoselin mengusap dagunya. Gadis itu tampak berpikir keras.

"Menurut gue nih ya, aura lo ikutan negatif. Karena kan sebelumnya lo bilang kalo aura di ruang OSIS itu negatif, dan lo sering bolak-balik ke sana. Jadi, ya, aura lo negatif," jawab Yoselin dengan mantap. Ia yakin seratus persen tanggapannya paling benar dan masuk akal.

"Kalo jawaban lo begitu ngapain tadi nanya ke gue, dodol!" ketus Yonathan. Kini, laki-laki itu berpura-pura kesal pada Yoselin.

"Ih, lagian kenapa jadi ngomongin aura, sih?" gerutu Yoselin. Ia merasa sebal sendiri karena pembahasan yang baru saja berlalu dirasa aneh dan tidak masuk akal.

Sebaliknya, Yonathan tidak menggubris Yoselin karena semua ini bermula dari kebohongan yang ia buat sendiri. Apabila ia menanggapi perkataan Yoselin barusan, akan semakin panjang urusannya. Jadi, Yonathan memilih untuk diam.

"Nah, duduk di sini aja," titah Yonathan.

"Silahkan nona Selin untuk duduk di singgasananya," laki-laki itu membungkukkan badannya dan mempersilakan Yoselin untuk duduk terlebih dahulu.

"Apaan sih Nat, aneh banget," cibir Yoselin.

Eh, nggak aneh deh, tapi lucu.

Yonathan menatap Yoselin sinis. "Gitu banget sih responnya. Kan biar kayak di film-film."

"Ya udah, maaf, deh. Nih ya, gue udah duduk."

Seketika, senyum Yonathan merekah. Laki-laki itu duduk di samping Yoselin. Manik mata Yonathan bertemu dengan manik mata milik Yoselin, sehingga keduanya saling bertatapan satu sama lain secara intens. Perlahan, senyum Yoselin pun mengembang lantaran tak kuasa melihat wajah Yonathan yang persis berada di hadapannya. Dalam hati, gadis itu terus membatin.

Ini konsepnya lagi PDKT-an apa gimana, sih? Bisa-bisanya Nathan bikin gue salting brutal kayak gini!

***

In My MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang