Bab 10

27 6 14
                                    

Yonathan berdiri dari kursi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yonathan berdiri dari kursi. Pandangannya lurus menatap teman-temannya yang berada di tengah lapangan, terutama yang bermain voli. Rahangnya mengeras, tatapannya lekat dan tajam. Laki-laki itu menutup mulutnya, sementara itu ia menunggu seseorang mengakui kesalahannya.

"GUE TANYA SEKALI LAGI. SIAPA YANG MUKUL BOLA VOLI SAMPE KENA SELIN?!" teriaknya dengan suara yang lantang.

Para siswa yang berada di lapangan, lantas langsung membeku sembari menyaksikan kemarahan seorang Yonathan. Suasana pun berubah menjadi tegang. Suara sorak-menyoraki yang terdengar heboh, kini berubah menjadi sunyi. Suara mereka hilang bak ditelan bumi.

Yonathan masih berdiri di tempatnya, tidak bergeser sedikitpun. Laki-laki itu bersikukuh menunggu pelaku yang entah akan mengakui kesalahannya atau tidak.

"Nat, kepala gue pusing banget!" keluh Yoselin. Gadis itu meringis sembari memegang kepalanya yang terasa pusing.

Yonathan menoleh. Laki-laki itu nyaris mengabaikan Yoselin yang kini sedang kesakitan. Tanpa basa basi lagi, Yonathan membopong tubuh Yoselin menuju UKS. Ia berjalan menerobos kerumunan siswa yang menutup akses lorong. Kebanyakan dari mereka hanya penasaran atas apa yang terjadi, bukan prihatin ataupun bersimpati.

Mata Yoselin terbuka sedikit. Gadis itu juga menyadari bahwa dirinya sudah berada di UKS. Tubuhnya dibaringkan di atas kasur berbalut sprei putih yang lembut. Rasa pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. Kepalanya berdenyut begitu kencang.

"Pelipis lo merah, Sel," ujar Yonathan setelah mengetahui pelipis Yoselin yang lebam.

Laki-laki itu berjalan menuju kotak obat dan mengambil minyak tawon yang masih terisi penuh. Kemudian, Yonathan mengolesi minyak tersebut ke area lebam secara perlahan.

"Maaf banget kalo sakit. Tahan sebentar, ya."

Yoselin mengangguk kecil. Gadis itu meringis ketika jari telunjuk Yonathan menyentuh area pelipisnya yang lebam. Namun, sebisa mungkin ia menahan rasa sakitnya yang sementara.

"Udah selesai."

Yonathan menggulung lengan baju olahraganya, menampilkan sayatan-sayatan kecil yang terlihat oleh Yoselin. Laki-laki itu terperanjat. Lantas, ia langsung menurunkan kembali lengan bajunya untuk menutupi luka yang ada di tangannya.

"Tangan lo..." Yoselin berusaha menanyakan luka yang ada di tangan Yonathan.

"Biasa, dicakar kucing," jawab Yonathan santai. Laki-laki itu tersenyum kecil.

Entah sedang berbohong atau tidak, Yoselin tidak bisa menerkanya. Saat ini, otak gadis itu tidak bisa diajak untuk berpikir. Yang ada di kepalanya hanya rasa sakit yang perlahan menghilang.

"Gimana rasanya? Udah enakan?"

Yoselin mengangguk. "Udah. Makasih, Nat."

"Santai."

Yoselin merubah posisinya menjadi duduk di tepi kasur. Gadis itu menggulung lengan baju olahraganya, serta celananya hingga selutut.

"Gerah banget di sini," keluhnya sembari mengibaskan tangannya.

"Eh, telapak tangan sama dengkul lo luka juga?"

Yoselin meraba telapak tangan dan dengkulnya. Ia merasakan guratan kasar di bagian yang sedang ia raba. Gadis itu meringis kecil setelah mengetahui ada luka lain di tubuhnya.

"Sini gue obatin."

Tanpa banyak basa-basi, Yonathan langsung mengambil mangkuk kecil berisi air, kapas, salep, serta plester untuk membersihkan luka yang didapat oleh Yoselin. Laki-laki itu terlihat sedikit khawatir.

"Ini lo kenapa? abis jatuh?" tanyanya sembari membasuh luka Yoselin dengan air.

"Tadi, sebelum olahraga, gw nabrak Aulia di lorong."

"Aulia si cabe centil itu?" Yonathan memasang wajah julidnya.

Yoselin mengangguk pelan.

"Kenapa lo nggak bilang sama gue? biar gue tegor tuh cabe-cabean," celetuk Yonathan.

"Nggak lah, biarin aja. Lagian juga capek ngeladenin dia."

Yonathan mulai mengoleskan salep pada luka yang ada di telapak tangan Yoselin. Laki-laki itu melakukannya dengan lembut dan penuh hati-hati.

"Tapi kok, lo bisa kenal sama Aulia, Sel?" tanya Yonathan penasaran.

"Iya, gue pernah sekelas sama dia waktu kelas sebelas."

Yonathan mengangguk paham. "Ooh, gitu."

"Kalo gue sekelas sama dia waktu kelas sepuluh. Waktu itu ya, gue akuin emang cantik dan gue sempet naksir sama dia, Sel. Tapi, setelah tau sifat sama kelakuannya, Beh.... mending gue mundur aja," ujar laki-laki itu dengan ekspresif.

"Kelakuan dia yang gue tau sih cuma sedikit. "

"Apa aja yang lo tau?"

Yoselin tampak berpikir sejenak. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagunya dengan lirikan mata ke arah langit-langit UKS.

"Pertama, dia suka nyuruh-nyuruh atau ngebabuin orang lain, salah satunya gue yang jadi korban babu dia. Dan yang kedua, dia suka main ke club sama anak-anak cowok."

Mata Yonathan mendadak melotot. Pupil matanya melebar. Yoselin bisa melihat rahang pipinya yang mengeras disertai gertakan gigi yang saling beradu.

"Lo... nggak apa-apa, Nat?" tanya Yoselin khawatir.

"Gu... gue salah ngomong, ya?"

Yonathan menggeleng kukuh.

"Masih aja tuh cewek satu ngebabuin orang lain. Sialan."

Tiba-tiba, mata Yonathan berair. Wajahnya juga terlihat seperti sedang menahan sakit dengan tangan kirinya yang memegang dadanya. Jantung Yonathan berpacu dengan cepat. Napasnya juga memburu tak karuan. Seketika, laki-laki itu berlari meninggalkan Yoselin seorang diri di UKS.

Yoselin menatap heran kepergian Yonathan. Ia masih tidak mengerti, apa yang terjadi pada laki-laki itu. Tidak mungkin Yonathan pergi begitu saja tanpa sebab meninggalkan Yoselin. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada laki-laki itu. Entah apa Yoselin yang salah berbicara karena membongkar kelakuan Aulia kepada Yonathan? Atau justru ada hal lain yang membuat Yonathan pergi meninggalkannya?

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

In My MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang