01

23.6K 1.4K 32
                                    

Ini cerita aku buat sampai 4-5 draft karena gak yakin. Saking gak yakinnya ngerasa kalau ah ini gak cocok, ini gak cocok terus. Tapi akhirnya ini yang di up.

Genre ABO dengan request dari inichocoball

Semoga kamu suka, semoga kalian suka.

Kalau jauh dari expetasimu maaf ya, semampuku cuma segini 🙏🏼

Pokoknya semoga kamu suka Cristin. Ini kayaknya sifat Haechan gak bakal sesuai yang kamu mau.

Kritik dan sarannya ditunggu, jangan sungkan 🤭

Kalau terlalu lama aku minta maaf 🙏🏼

Enjoy ya~

****



"Aku penasaran."

Felix mendongak dari acara makannya. Menatap Haechan dengan kerutan heran.

"Tentang apa?"

Haechan menghela napas sebentar, lalu menunjuk seseorang dengan dagunya.

"Itu, alpha yang sering sendirian tanpa mau berteman dengan siapapun."

Felix mengikuti arah tunjukan dagu Haechan. Di meja paling sudut, ada seorang murid laki-laki yang terkenal dingin dan pendiam. Sendirian, tenang, tidak peduli sekitar.

"Untuk apa kau penasaran?"

Untuknya sendiri, si alpha yang terkenal penyendiri itu sudah terlalu biasa dan tidak membuatnya ingin mencari tahu. Seperti itu hidupnya dan ini hidupku. Toh tidak membuat rugi orang lain.

"Hanya seperti, dia kenapa tidak mau berbaur? Apa dia sombong? Menakutkan? Apa karena dia pintar dan termasuk jajaran orang-orang terkenal dia jadi tidak suka berdekatan dengan orang lain?" Haechan menyedot susu kedelainya dengan perlahan, sesekali matanya melirik ke ujung yang sejajar dengan badan Felix.

"Tidak usah terlalu penasaran dengan hidup orang lain. Nanti kau kena tuah."

"Ish, apa-apaan itu, aku kan cuma penasaran saja. Sejak awal dia menjadi pindahan disini kau pernah lihat dia mengobrol dengan orang lain tidak?"

Felix langsung menggeleng, antara tidak tahu dan memang tidak ingat. Dia tidak terlalu memperhatikan orang lain kecuali hidupnya sendiri.

"Nah, itu yang membuat aku penasaran. Dia tentunya tidak bisu tapi kenapa tidak mau mengobrol dengan orang lain walaupun hanya say hai. Dia tersenyum saja tidak pernah."

Felix tidak menjawab, hanya berbalik menatap si alpha dominan yang terkenal dingin dan jarang mengobrol. Setelahnya menatap sang roommate yang masih saja melihat ke belakang tubuhnya.

"Yang aku tau Mark Lee itu terlalu introvert."

"Aku juga tau kalau itu. Maksudnya apa dia benar-benar tahan hidup tidak bersapa dengan orang lain?"

Felix berdecak, "dengar, dia bahkan cucu dari pemilik gedung sekolah kita. Dia kaya raya dan dia jenius. Apa yang dia permasalahkan lagi? Teman? Bahkan hanya sekali tunjuk semua orang sudah pasti mau berteman dengannya. Tapi dia memilih diam, menjauh, dan menyendiri. Itu karena apa? Karena dia mampu. Begitu saja kau tidak paham."

Haechan mencebik kecil, baginya perkataan Felix belum membuat dirinya menemui titik terang dalam hal penasaran tentang si alpha dominan itu.

"Kenapa? Kau suka dengannya?"

Haechan mengerjap, menatap Felix tidak percaya. Mulutnya sedikit menganga lalu menggeleng pelan.

"Bukan begitu, ish. Aku penasaran saja. Hanya sebatas itu."

Felix terkekeh, dia mengangguk percaya. Bagi Haechan yang anaknya tidak bisa diam dan juga hiperaktif mungkin duduk diam tanpa berbicara lima menit rasanya pasti akan gatal.

"Coba kau saja yang say hai duluan. Dia mau merespon tidak?"

Haechan tersenyum lebar, manatap Felix dengan berbinar dan mengangguk setuju. Sebelum mengangkat pantatnya seseorang merangkul bahunya terlebih dulu dan membuat Haechan tidak bisa bergerak.

"Ergh, Lee Jeno! Lepaskan aku!"

"Hei, hei, kenapa galak begitu? Kau sedang heat?"

Haechan melotot galak, "heat kepalamu gundul, aku bahkan belum pernah sekalipun."

Felix dan Jeno tertawa, hingga membuat beberapa orang yang memenuhi meja kantin menoleh.

"Owh, aku lupa." Jeno tersenyum lebar, menampilkan deretan giginya yang rapi.

"Awas!" Haechan menyingkirkan lengan Jeno yang ada dibahunya. Tapi sialnya, hanya menyampirkan lengan dibahu saja tenaga Jeno itu kuat.

"Mau kemana? Buru-buru sekali? Jam pelajaran masih lama."

"Dia mau menghampiri Mark Lee." Jawab Felix.

Mata Jeno sedikit melebar. Menoleh kearah Haechan yang masih sibuk menyingkirkan lengannya.

"Kau apa?"

"Ish, awas. Tangan mu berat. Ini tangan atau paha gajah sih!"

Jeno tersenyum, lebih menekan lengannya dan membuat tubuh Haechan mendekat ke arahnya.

"Jawab dulu, kau mau apa mendekati Mark Lee?"

"Mau tanya-tanya saja."

"Memangnya kau reporter?"

"Bukan aku mejelis taklim. Ihhh, Jeno!!" Haechan melotot, bahunya sakit sekali di tekan lengan berotot itu. Kepalanya menoleh, sedikit mendongak menatap wajah Jeno yang kini tersenyum miring.

"Lebih dekat lagi dan kau akan kucium sampai habis."

"Apa?! Yakk. Lee Jeno!!"

***

Matanya bergulir menatap kericuhan di meja tengah kantin. Sedikit mendengus dan memilih fokus lagi dengan makanan.

Bukan tak tahu kalau dia menjadi perbincangan orang-orang, apalagi seorang omega lelaki yang suaranya terdengar melengking sampai ke mejanya.

"Lee Haechan?" Bisiknya pelan. Sudut bibirnya terangkat sebelah. Lebih menyelesaikan makananannya dan berdiri dari bangkunya.

Langkahnya sengaja melewati meja yang paling berisik diantara yang lain.

Hidung tajamnya mengendus, sesaat aroma bunga magnolia musk, blueberry, nuansa wangi bunga dan buah aprikot tercium kuat. Dibalut aroma lada, dicampur dengan balsamic dan kayu. Itu terasa wangi yang melimpah dan seksi dalam penciumannya.

Bahkan aroma itu tidak bercampur dengan si alpha yang tengah merangkulnya.

Mark meliriknya sebentar. Lelaki tan yang menjadi teman sekelasnya, yang ia tahu sangat berisik dan paling menonjol karena terlalu hiperaktif.

Dia tidak tau kalau omega itu mempunyai wangi yang beragam. Terasa sangat menyenangkan.

Terakhir Mark kembali mendatarkan pandangannya. Memasang dinding tak kasat mata agar tidak ada yang mengganggunya.

****

Si Alpha DominanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang