Gray Matter

1 0 0
                                    

Hae Bin dan Clarista duduk di atas kaleng cat berkarat dengan tangan dan kaki terikat. Mereka baru selesai makan sushi murahan yang tukang taksi online dapatkan dari penumpang terakhirnya. Ya, tukang taksi itu menyekap Hae Bin dan Clarista di gedung tua belakang perumahan Ciara lalu ia pergi untuk menyelesaikan orderan tiga penumpangnya.
“Hei, kamu cari cara kek biar kita bisa keluar dari sini…” Clarista sudah mau panik lagi. Serangan panik pertama tadi berhasil ia atasi dengan memukul-mukul kedua pahanya sendiri. Si penculik hanya terkekeh melihat kelakuan Clarista yang ia kira Ciara itu.
“Males ah…tante aja yang mikir. Lagian kita diculik pasti gara-gara tante juga. Tante kan ketus ama orang.”
“Eh, kurang ajar ini anak. Mendingan tante dong. Apa adanya. Daripada mama kamu sok baik, sok alus, padahal iblis kejam!”
Hae Bin diam tak bicara lagi sampai Clarista bangkit dari kaleng cat dengan melompat-lompat. Ia mencari-cari alat tajam untuk bisa membuka ikatannya.
Dasar tante otak kosong…dia kan bisa balik badan trus minta aku bukain ikatannya…ngapain lompat-lompat ga jelas…
Clarista kembali lagi ke Hae Bin setelah buntu tak menemukan apapun dalam bangunan bekas pabrik plastik itu. Hae Bin masih diam menunduk. Ia ingat-ingat lagi kata-kata tukang taksi sebelum menculiknya.
Hae Bin baru keluar dari perpustakaan. Supir taksi sudah ada di area parkir seolah menunggunya. Hae Bin yang sedang mencoba untuk mencari supir di aplikasi merasa terbantu dengan kehadiran supir taksi tadi pagi itu. Ia pikir ia bisa membayarnya lebih tapi ia malah mendapat kejutan. Supir taksi mengunci pintu dan menyetir brutal menuju gedung tua kosong itu. Hae Bin tahu gedung ini karena dulu ia sering memberi makan kucing-kucing liar di sini.
“Tante udah deh…biasa aja…entar juga kita bisa lolos. Aku masih pengen tau itu supir taksi mau apa sih nyulik kita.”
Clarista terkejut dengan yang Binar katakan. Anak Ciara ini sungguh menakjubkan. Masih bisa santai saat dirinya jadi korban penculikan. “Eh, Binar kamu tuh bodoh apa tolol sih?! kita tuh lagi diculik. Lebih cepat kabur lebih bagus! Bukannya nunggu penculiknya dateng trus kepo soal motifnya…tante sih ogah nunggu…mending sekarang kita lompat-lompat aja terus gebrak-gebrak pintu sampai kedobrak sendiri entar.”
Clarista melompat-lompat lagi ke arah pintu dan melakukan apa yang ia bilang barusan. Sayangnya, baru mendobrak dua kali dengan punggungnya, sang penculik menarik pintu dari luar hingga membuat Clarista tersungkur. “Awww!! Kira-kira dong!”
“Hmm…memang kamu sekasar itu aslinya ya, Ciara Denise yang terhormat…” ujar si supir taksi. Hae Bin mengerti sekarang. Rupanya si supir taksi salah menduga. Ia hanya tahu jika Ciara anak tunggal dan tak punya saudara kembar. Yang ia temui tempo hari adalah Clarista yang kasar. Clarista sudah membuat dirinya diteriaki para pengguna jalan karena parkir di atas trotoar tepat di depan studio Ariel Joo. Saat itu Clarista keluar mengendap-endap karena habis menemui Ariel diam-diam. Ia terkejut saat mobil supir taksi menghalangi jalannya. Clarista pun menyumpahserampahi supir taksi dengan ungkapan yang memekakkan telinga. Supi taksi pun mencari tahu siapa Clarista sebenarnya yang ia duga istri dari pemilik studio teater Ariel Joo.
***
Ariel Joo turun dari mobil stafnya tepat di depan komplek. Ia memaksa untuk berjalan kaki menuju rumahnya yang tidak begitu jauh dari pos satpam. Para staf memaksa hendak mengantarkan Ariel ke rumah karena ia dalam kondisi mabuk. Tapi Ariel menolak. Ia ingin berjalan kaki untuk menghilangkan pengar. Selagi berjalan kaki, ia melewati rumah lama ibu mertuanya. Rumah itu telah lama kosong. Namun, malam ini ia melihat lampu dari kamar menyala. Tidak ada tirai yang terpasang di sana. Ariel dapat melihat dengan jelas jika ada lima atau tujuh orang duduk di bawah sambil mengayun-ayunkan tangan-tangan mereka ke atas. Bayangan tangan-tangan mereka tercetak di dinding dengan wallpaper usang kamar Dewi Nawalasari.
Ariel berhenti tepat di depan jendela kamar mama mertuanya. Ia berjalan mendekat sambil mengucek matanya seolah tak percaya dengan apa yang ia lihat. Orang-orang itu tampak seperti menyembah dinding yang perlahan menguakkan sisi aslinya itu. Wallpaper usang itu perlahan-lahan terkelupas hingga hampir terlihat semua simbol dan tulisannya. Ariel Joo memicingkan mata demi bisa membaca tulisannya.
Ja…jadikan janinmu tumbal untuk anak cucumu. Dia selamat. Harus ada janin-janin baru yang jadi something. Untuk dia, anak cucumu selamat sampai akhir hayatnya…Ohmpara…Ohmpara…Ohm…
Ariel mendekap mulutnya seolah tak percaya jika ia melihat sekumpulan orang yang melakukan ritual bak sebuah sekte. Ia pun tak mau melewatkan peristiwa ini. Ia mencari-cari ponselnya di kantung celana dan kantung jaket. Hingga ia ceroboh menjatuhkan ponselnya saat ponselnya berdering. Semua orang refleks melihat keluar jendela. Ariel tertangkap basah mengintip. Anehnya ia tak dapat melarikan diri dari depan jendela. Ia terpaku di atas tanah rerumputan dengan tubuh bengkok dan kepala menoleh ke belakang dan ke depan. Bingung. Creepy.
Salah seorang anggota Ohmpara murka hingga ia menggunakan kekuatan ilmu dalamnya untuk mencekik leher Ariel dari belakang tanpa menyentuhnya. Ariel Joo kesakitan teriak-teriak namun tak ada yang mendengarnya. Para tetangga di dekat rumah itu hanya mendengar suara seperti burung gagak yang beterbangan dan terantuk sesuatu.
Lalu, sesosok bayangan putih kecil muncul dari atas pohon di samping rumah. Ariel terbelalak kaget melihat bayangan itu mendekat ke arahnya hingga ia buang air kecil di celana. “Si…siapa ka…kamu?? Jangan ganggu aku!”
“Pa…pa…papa…” bayangan itu adalah something yang Ariel dan Clarista miliki. Ia gentayangan dengan gray matter milik Hae Bin. Semua penentu otak besar dan kecil Hae Bin itu tak ada di tempatnya karena something membawanya ke sana kemari. Dewi Nawalasari luput saat melakukan ritual pemindahan janin Clarista ke dalam tubuh Ciara. Ia melupakan satu langkah penting hingga Hae Bin kehilangan gray matter-nya. Itulah mengapa Hae Bin menjadi mudah dipengaruhi orang lain di sekitarnya. Ia juga mudah emosi dengan keluarganya. Ia tak memiliki apa yang orang-orang normal miliki. Gray matter.
Sementara something menolong ayahnya kabur dari depan rumah Dewi, Hae Bin justru asyik mendengarkan dongeng dari supir taksi yang juga pengikut Ohmpara. Clarista terus menyikut siku Hae Bin agar ia segera sadar untuk melepaskan fokusnya dari omongan si supir taksi.
“Oooh…om pengikut Ohmpara? Om dikeluarkan dari perkumpulan gara-gara siang itu om telat datang ke pertemuan? Telat tiga jam karena si tante eh mama ngalangin om di depan studio papa?? terlalu…” Hae Bin menoleh ke Clarista setelah bicara ke supir.
“Makanya…saya nggak terima hanya karena telah tiga jam. Padahal hari itu saya udah transfer uang lima puluh juta buat anak saya yang lagi koma di rumah sakit. Dan anak saya meninggal. Semua gara-gara mama kamu ini!”
***
Bersambung… 

Joo Hae Bin Putri Yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang