Suatu hari saat segerombolan orang berpakaian serba hitam dengan topeng penutup wajah tiba-tiba saja datang mengepung Jiu Yi Shan yang jauh tersembunyi di perbukitan terpencil. Zhan yang sedang berada di dalam paviliun merasakan kedatangan mereka. Namun dirinya memilih tetap tenang sembari menikmati tehnya.
Sementara Yibo yang berada di luar paviliun, mengamati dari balik pohon sakura. Mereka berjumlah lebih dari sepuluh orang. Pergi ke tempat terpencil seperti ini dengan persenjataan lengkap di tangan, bukankah patut diwaspadai. Dia perlahan mulai bergerak mengikuti langkah para pria bertopeng itu, sambil sesekali menatap ke arah pintu paviliun. Takut-takut bila calon gurunya terusik. Yibo kecil mengumpulkan tekad, lalu dengan gegabah menghadang gerombolan itu.
"Yak, tunggu paman!" teriak Yibo menghentikan langkah mereka. Dirinya sedikit berlari untuk bisa mencapai mereka.
"Hei bocah! Kenapa kau menghalangi jalan kami? Berani sekali, siapa kau!?" tanya salah satu dari mereka.
"Ehm … bukankah seharusnya aku yang bertanya seperti itu?" Yibo lagi-lagi melirik ke arah pintu paviliun yang masih terlihat tenang. "Siapa kalian? Untuk apa datang kemari? Mencari guruku?" berondongnya tegas.
"Jadi Si Tua Xiao benar-benar sudah memiliki murid. Orang itu benar-benar munafik, cuih! Sekarang panggil gurumu itu, aku Wu Tian Jing datang untuk mencabut nyawanya," tegas orang bertubuh paling tinggi di antara lainnya.
"Wah wah wah, sungguh berani. Bagaimana bisa kau mengalahkan guruku? Bahkan mungkin tanpa satu jurus pun kalian akan lari terbirit-birit karena ketakutan," ejek Yibo, dan hal itu berhasil membuat mereka menggeram marah.
"Dasar bocah banyak omong, tidak perlu basa basi, hiaaaattt …."
Salah satu dari mereka langsung menghunuskan pedang ke arah Yibo, dengan gesit dirinya mampu menghindar. Kemudian beberapa orang bergantian datang menyerang. Yibo memilih untuk lari, sebisa mungkin menghindari perkelahian. Sadar bahwa kemampuannya saat ini kurang mumpuni untuk bisa menghadapi gerombolan penyusup. Dirinya naik ke atas pohon sakura yang cukup tinggi.
"Astaga paman, tunggu sebentar. Biarkan aku bernapas dulu. Kalian ini beraninya main keroyokan, hah," satu desahan keras lolos dari bibirnya, Yibo terengah. Dari wajahnya jelas terlihat kalau dia hanya pura-pura. Meski nyatanya pun tidak, dia benar-benar berharap calon gurunya itu keluar. Lagi, dia melirik ke arah pintu paviliun, masih tidak ada pergerakan. Entah harus menangis atau tertawa tapi dirinya merasa cukup kewalahan. "Shizun, aku menanti kehadiranmu," monolognya dalam hati.
"Hei, bocah tengik! Dimana gurumu itu! Cepat suruh dia keluar sebelum tempat ini kami hancurkan. Termasuk dirimu," gertak Wu Tian Jing, sepertinya orang itu adalah pimpinan mereka.
"Shizun sedang sibuk, percuma saja kalian datang," ucap Yibo sambil bersantai di atas sana. "Kalahkan dulu aku, jangan ganggu guruku!”
“Anak kecil sepertimu hanya bermulut besar, tebas saja pohonnya cepat!” perintah Tian Jing pada rekannya yang lain.
Dengan langkah cepat salah satu dari mereka yang membawa golok sebesar badan Yibo sudah berada dekat pohon sakura siap untuk menebaskannya. Yibo yang masih bertengger di salah satu dahan mulai panik membuat keseimbangannya goyah dan terpeleset.
Tepat sebelum golok menyentuh batang pohon sakura dan tubuh Yibo yang tinggal satu lengan lagi menyentuh tanah, semilir angin sejuk tiba-tiba datang seolah menghentikan aliran waktu. Semuanya bergerak sangat lambat. Yibo dengan jelas melihat gurunya datang seperti malaikat. Hanfu putihnya dengan anggun melambai bertabrakan dengan udara. Kakinya yang berjalan di atas angin terlihat sangat ringan. Wajah bijaksananya terlihat begitu lembut, Yibo tidak pernah sekalipun bisa memalingkan pandangannya dari sang guru.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BROKEN THRONE
FantasyKisah seorang putra mahkota yang kehilangan tahtanya. Selamat membaca. Historical-action, LGBTQ. Cerita ini sudah tamat di versi pdf-nya, ya. Buat yang mau langsung hubungi admin ZAYLotus. Untuk nomornya saya selipkan di dalam cerita. Terima kasih...