Kisah seorang putra mahkota yang kehilangan tahtanya.
Selamat membaca.
Historical-action, LGBTQ.
Cerita ini sudah tamat di versi pdf-nya, ya. Buat yang mau langsung hubungi admin ZAYLotus. Untuk nomornya saya selipkan di dalam cerita.
Terima kasih...
Wang Yibo tampak merenung memikirkan perkataan ibundanya. Salah satu tangannya sudah menyangga kepala menunjukkan bahwa dia sedang sangat serius saat ini. Tak lama, nampak Wang Yibo kecil menghela napas dan mengangguk.
"Baiklah, kalau begitu Yi akan tidur saja. Agar besok saat Yi bangun, gege sudah di sini," putus Yibo, ayah dan ibunya tersenyum melihat kematangan sifat sangat putra di usia itu. Lagi pula sang putra memang begitu dekat dengan Wang Yangyang. Dua saudara yang sulit untuk dipisahkan.
"Istirahatlah putraku, jangan sampai kau bangun kesiangan besok," ucap sang ratu. "Kalian, antar putra mahkota ke kamarnya," titahnya pada pelayan serta prajurit yang selalu mendampingi Wang Yibo.
"Baik Yang Mulia Ratu." Sambil membungkuk memberi hormat, mereka pun pamit undur untuk mengantar Wang Yibo ke kamarnya.
Sementara itu setelah kepergian putranya, raja dan ratu masih merundingkan apa saja yang harus dipersiapkan untuk esok hari bersama para pejabat kerajaan. Semua harus sempurna. Tidak boleh ada kekurangan sedikitpun. Seraya mendiskusikan perayaan megah itu, para pelayan menyajikan kudapan dan minuman. Semua orang terlihat sangat antusias membahas hari penting sang putra mahkota. Mereka tidak menyadari satu hal, bahwa minuman yang mereka minum sudah bercampur dengan ramuan pelemah saraf. Ramuan tanpa aroma dan tidak bisa dideteksi dengan logam ini benar-benar mengecoh kepala pelayan yang mencicipi saat akan disajikan kepada raja dan ratu mereka. Hingga semua lolos dengan begitu mudahnya ketika sampai dan tersaji di hadapan semua orang di aula pertemuan tanpa adanya kecurigaan.
Beberapa saat setelah semua orang yang berada di dalam aula menikmati minumannya, adalah Penasehat Liu, orang pertama yang merasakan jika ada sesuatu yang mencurigakan dengan minuman yang baru saja dia teguk. Dan benar, saat dirinya melihat sekeliling dengan pandangan sedikit buram, beberapa orang sudah tergeletak terutama para wanita termasuk sang ratu.
“Pengawal, tutup semua pintu!” perintah Penasehat Liu. Dengan cepat para pengawal yang sejak tadi kebingungan melihat para pejabat istana berjatuhan, berlarian melaksanakan mandat dari Penasehat Liu. Pengawal kerajaan tergopoh menutup semua pintu, dari gerbang utama sampai gerbang belakang. Sedangkan di Aula, kekacauan semakin menjadi, sisa orang-orang yang masih sadar karena tidak meminum arak, berteriak panik sebab begitu banyak pejabat yang berjatuhan tak sadarkan diri. Dengan susah payah Penasehat Liu berusaha mendekat ke arah raja, dia sangat yakin ada penyusup yang memasuki istana dan harus sesegera mungkin melindungi raja.
Dirinya kemudian menghampiri sang raja yang terlihat kesulitan mengumpulkan kesadaran, matanya mengerjap, dan tangannya menggapai udara berusaha lebih mendekat pada ratunya. Pandangan Raja Wang Jiyun sama seperti penasehat Liu. Buram.
“Ratuku,” ucap sang raja lemah sambil mengguncang lengan sang ratu, saat dia akhirnya berhasil mencapainya dengan merangkak. Namun tak ada reaksi. Sang ratu sudah hilang kesadaran akibat pengaruh minuman itu. “Penasehat Liu, apa yang terjadi? Dimana Han Yuxin?” tanya sang raja begitu mendapati tangan sang penasehat sudah mencengkram lengan miliknya, menyokong agar bisa berdiri tegak, meski pandangan mereka sama-sama sulit untuk melihat sekitar.
“Saya belum melihat tuan Han, sepertinya dia terlambat datang yang mulia.”
Han Yuxin, pengawal kepercayaan raja yang sejak kecil sudah bersama dengan Raja Wang Jiyun.
Penasehat Liu memandang sekitar, memastikan lagi apakah Tuan Han sudah ada dalam aula, ekor matanya menangkap bayangan pengawal raja itu sedang bersembunyi melihat keadaan dibalik sebuah pilar besar. Belum sempat mengangkat raja, Penasehat Liu panik saat tiba-tiba ada sebuah shuriken—senjata ninja berbentuk pipih terbuat dari besi dengan empat mata pisau yang sangat tajam—melesat menancap di titik vital tubuh beberapa pelayan dan prajurit yang masih sadar berjaga di sana. Hingga membuat mereka langsung kehilangan nyawa, sepertinya senjata itu pun sudah diberi racun.
Tampak sangat jelas sebab tubuh-tubuh yang terkena shuriken berubah biru dengan mulut yang mengeluarkan busa. Seketika raja juga penasehatnya bersiaga. Menggenggam senjata spiritual masing-masing, mencoba menangkis tiap lemparan shuriken dengan menajamkan indra pendengar mereka. Serangan itu terus berlanjut dan bertubi-tubi, membuat Raja Wang Jiyun juga Penasehat Liu kewalahan. Apalagi para prajurit sudah banyak yang tidak bernyawa.
“Ibu, kenapa ribut sekali.” Wang Yibo kecil terbangun karena suara gaduh dan jeritan para pelayan yang masih tersisa di sana. Sambil mengucek matanya yang masih mengantuk dirinya melangkah gontai mencari keberadaan kedua orang tuanya. Namun, betapa terkejut dirinya saat kakinya justru menginjak tangan salah seorang pelayan yang sudah tewas bersimbah darah. “A … Hmph—” Seseorang tiba-tiba membekap mulut Wang Yibo agar tidak membuat penyusup itu menemukannya. Lilin dan lampu sebagai penerang di aula itu telah padam. Membuat pandangan benar-benar gelap kali ini. Seseorang itu ialah Penasehat Liu. Dia melihat tubuh kecil Wang Yibo yang berjalan gontai masuk ke dalam aula, sepertinya ada satu pintu yang belum terkunci hingga Wang Yibo bisa melenggang masuk semudah itu. Penasehat Liu segera berlari dengan sisa kekuatannya menuju sang Putra Mahkota, menyembunyikan di balik bawah meja kerja raja.
“Yang Mulia, saya mohon tetaplah di sini dan jangan bersuara. Apa Anda mengerti?” Wang Yibo mengangguk, berusaha memahami apa yang sedang terjadi di istananya. Begitu mendapat anggukan dari Wang Yibo, Penasehat Liu pun beranjak kembali untuk menolong sang raja yang masih menangkis serangan shuriken dari beberapa orang berpakaian serba hitam sangat rapat.
──────⊹⊱✫⊰⊹──────
Nah, loh, mereka siapa? Apakah putra mahkota akan selamat?
(ू˃̣̣̣̣̣̣︿˂̣̣̣̣̣̣ ू)
Lanjut gak ya?
Buat yang penasaran ini udah ada PDF-nysaja, dan sudah tamat.