prolog

455 256 204
                                    

Kilas balik.


Pukul 12.00

Matahari mulai muncul tepat di atas kepala. Bell pulang pun sebentar lagi akan berbunyi dengan nyaring. Si kecil Alesha sangat antusias untuk membereskan barang-barang nya.

Kring, kring, kring.

Alesha menatap keluar jendela. Gadis mungil itu tersenyum karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan ibu nya dan menceritakan apa yang terjadi hari ini, salah satunya ia bertemu dengan Mellya, teman barunya.

"Anak-anak kemasi barang-barang kalian!" Ibu Lyli selaku guru yang mengajar ikut memberesi barang-barang murid nya.

"Al, sudah selesai? Cepat sekali?" Puji Bu Lyli. Alesha tersenyum mendengar nya, Alesha tersenyum mendengar nya. Gadis mungil itu mengangguk semangat.

"Makasih ibu cantik" Alesha membungkuk. Astaga, masih kecil saja sudah pandai memuji.

Ibu Lyli mengelus kepala Alesha seraya mengangguk kemudian Bu Lyli berjalan ke depan pintu.

"Keluar satu-satu, ya! Jangan dorong-dorongan, oke?!"

"Baik!"

Para bocah-bocah itu keluar dengan tertib. Para orang tua pun mencari anak nya yang sudah keluar. Melly yang sudah di jemput melambaikan tangannya pada Alesha. Alesha membalas nya dengan hal yang sama. Bocah cadel itu sedikit kotor karena terjebur got dan Alesha yang menolong nya.

"Eca, aku pulang, dadah!" Seru si cadel Melly yang di gendong oleh sang ayah. Alesha mengangguk, ia celingak-celinguk seraya memegang tali tas yang di gendong nya. Ibu nya belum datang menjemput nya. Ini tidak seperti biasanya.

"Al, kamu belum di jemput?" Bu Lyli berjongkok di samping Alesha, ibu Lyli celingak-celinguk mencari jemput an Alesha biasanya ibu Alesha sudah menjemput Alesha lebih awal dari ibu anak-anak lain datang.

"Belum, Bu" Alesha menggeleng malas dengan bibir yang ia kerucutkan.

"Ibu temenin, ya?" Ibu Lyli takut anak murid nya ini di culik karena TK sudah mulai sepi, para penculik leluasa untuk menculik anak-anak yang belum di jemput oleh orang tua nya.

"Iya, ibu sebentar lagi ke sini, kok"

20 menit berlalu, tidak ada tanda-tanda ibu Alesha muncul. Keringat dingin mulai membasahi pelipis Alesha. Apa yang terjadi? Mengapa ibu nya lama sekali?

"Itu siapa? Abang kamu?" Tunjuk Bu Lyli. Alesha yang tadi menunduk kini mendongak guna melihat siapa yang di maksud Bu Lyli. Lelaki menaiki motor Scoopy.

"Bang Aka?" Mata Alesha mengerjap . Akalanka Arganta, kerap di panggil Bang Aka oleh keluarga nya. Setelah Aka sampai di depan Alesha, Alesha pun melontarkan pertanyaan kepada sang Abang.

"Abang, ibu mana?" Mendengar pertanyaan sang adik, lidah Aka terasa kelu, Aka harus menjawab apa? Aka mengabaikan pertanyaan Alesha.

"Ibu makasih sudah jagain adik saya" Aka membungkuk dan tersenyum.

"Sama-sama"

"Al, naik di depan" Alesha mengangguk kemudian melangkah kaki mungil nya menaiki bagian depan di bantu dengan Aka.

Aka mengklakson lalu pergi dari TK Alesha.

"Bang, kok Abang yang jemput Al?" Tanya Alesha kecil sedikit mengeraskan suara nya. Lagi-lagi Aka tidak merespon. Aka tak kuasa membendung air mata nya. Satu tetes cairan bening lolos dari pelupuk mata Aka. Alesha tidak menyadari nya.

Alesha pun tidak ambil pusing, mungkin abangnya tidak mendengar karena kendaraan lalu lalang yang berisik. Terlebih lagi Aka memakai helm.

Beberapa menit berkendara, keduanya sampai di rumah besar yang menjulang tinggi. Di depan gerbang terdapat bendera kuning. Alesha tidak mengerti, ia menatap abangnya yang ternyata sedang merintikan air mata.

"Abang nangis" Alesha mendongak, si kecil itu menggenggam tangan Aka, satu kejadian yang langka, Alesha melihat abangnya menangis.

"Ibu udah nggak ada" setelah nya Aka menggigit bibir bawahnya. Sementara Alesha menggaruk kepalanya, tidak mengerti dengan ucapan Abang nya.

"Ibu meninggal! Ibu meninggal karena jemput kamu, sialan!"  Seru seorang lelaki yang muncul dari dalam.

"Cakra!" Sentak Aka. Adiknya terlalu kecil untuk mendapatkan ujian seperti ini, jika sudah dewasa nanti, apa yang terjadi dengan nya? Menjadi anak yang seperti apa? Mendapatkan kenyataan pahit seperti ini sejak kecil.

Lelaki yang di panggil dengan embel-embel Cakra itu tersenyum remeh.

"Kenyataan Bang!"

"Ibu" lirih Alesha.

"Cakra, Lo nggak boleh menyalahkan Alesha, ini takdir, kalau ibu tau Lo begini, ibu pasti kecewa!" Sentak Aka, ia berjongkok untuk menyamakan tinggi nya dengan Alesha.

Cakra mendekati Alesha, ia mendorong dada Alesha hingga si kecil itu terhuyung ke belakang. Dengan sigap, Aka menangkap tubuh mungil Alesha.

"Lo—"

"Cukup! Kalian nggak malu? Lihat! atensi orang-orang tertuju pada kalian!" Lerai Bima. Ia membawa tubuh mungil Alesha ke gendongan nya. Alesha menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher ayah nya.

"Ayah nggak benci Al?" Alesha mengusap air mata yang sudah mengalir deras dari mata nya. Tadi ia hanya pasrah di tengah-tengah abangnya yang sedang bertengkar.

"Mengapa harus benci kamu?"

"Bang Cakla benci Al kalena Al buat ibu jadi meninggal" jawabnya di sertai sesegukan karena terlalu lama menangis.

"Itu nama nya takdir, Al. Jangan nyalahin diri Al sendiri, ya? Al harus percaya dengan takdir tuhan" tutur Bima seraya mengusap air mata Alesha.

"Masuk yuk, mau liat ibu ke terakhir kalinya, kan?"

Alesha hanya mengangguk lesu.

Melihat ibu nya yang sudah di tutup kain kafan, Alesha menangis histeris. Bima yang menggendong Alesha tak bergeming di tempat, tubuhnya terasa kaku melihat istrinya sudah tiada, terlebih lagi Alesha masih kecil. Masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu.

"Ibu maaf" Alesha tidak jadi menceritakan semua kejadian di sekolah pada ibunya, ia tidak bisa menceritakan semuanya,ibunya sudah tiada, ibunya meninggalkan Alesha selama-lamanya, tidak ada lagi pelukan, kecupan dan kasih sayang ibu sekarang.

Skenario Semesta || Re-publishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang