00. Will You Marry Me?

1K 71 22
                                    

Menjadi pengacara sukses di usia muda, cantik, dan bertalenta. Hidupnya disebut-sebut sebagai impian banyak wanita di dunia. Pendidikan, karier, keluarga, dan percintaan yang nampak tak pernah gagal membuat siapa pun rela untuk menggantikan hidupnya.

Ayunda Matahari adalah bukti nyata pepatah bahwa "nama adalah doa" karena ia sukses mewujudkan mimpi orang tuanya dengan menjadi bersinar secerah serta sehangat matahari pagi.

Bunyi nyaring hak sepatu dan lantai keramik yang seirama menggema di lorong koridor gedung pengadilan, diikuti sapaan dari rekan-rekan kerjanya yang ia temui di perjalanan. Ayunda tersenyum lebar dan balas menyapa sebelum masuk ke dalam lift. Nampak kesusahan membawa banyak dokumen sidang, tas pundak, dan ponsel yang terus menerus bergetar. Namun Ayunda tetap tenang dan anggun.

"Halo Kai ... iya ini aku udah lagi turun kok ... oke sampai ketemu."

Ayunda memasukkan ponsel ke dalam tas pundak. Tersenyum semakin lebar setelah menerima telepon dari sang kekasih yang hari itu menjemputnya secara khusus untuk makan malam berdua di tengah kesibukan masing-masing.

Itu hal yang lumrah---menurutnya. Mereka terbiasa saling meluangkan waktu untuk bertemu. Entah itu makan malam atau menonton film di bioskop selayaknya pasangan-pasangan muda pada umumnya. Apalagi menjelang akhir pekan.

Dari sekian banyak mobil yang terparkir, Ayunda sudah langsung tahu mobil mana yang harus dia tuju sebab pemiliknya sudah lebih dulu keluar sebelum Ayunda mencapainya, membuka pintu belakang untuk meletakan dokumen sidang, sekaligus membukakan pintu untuknya duduk di depan.

"Gimana tadi sidangnya? Lancar?" tanyanya sembari memutar kemudi meninggalkan area basement gedung pengadilan.

Namanya Kailan Astrabrata, seseorang yang mengisi ruangan khusus di dalam hati Ayunda sekaligus menjadi penyempurna hari-harinya yang sempurna. Jika diibaratkan dengan makanan empat sehat lima sempurna, maka Kai mungkin akan berperan sebagai susu. Pelengkap yang menyempurnakan.

Ayunda mengangguk.

"You did it! Of course."

Kai meraih tangan Ayunda, membawanya lebih dekat dengan bibir untuk leluasa mengecup punggung tangan searoma lilac dari sisa hand cream yang biasa ia pakai.

"Hari ini ... ada yang mau aku bicarain sama kamu."

Mata Ayunda memandang lurus ke arah Kai yang fokus menatap jalanan ramai di depan mereka meski bibir tipisnya masih tak henti-hentinya mengecupi punggung tangan perempuan itu. Jam pulang kantor selalu menimbulkan kemacetan di seluruh ruas jalan ibukota. Tidak ada yang mau mengalah, semua orang ingin sampai di tempat tujuan masing-masing tanpa tertunda. Saling meninggikan ego agar mereka tetap berada pada jalur yang diinginkan. Begitu pola pikir mereka untuk bertahan.

Kai menoleh, membiarkan mobilnya berhenti di tengah kemacetan lalu lintas tanpa mengatakan apa-apa. Sibuk meneliti paras ayu kekasihnya yang semakin terlihat menggemaskan saat merasa penasaran.

"Just say! What are you waiting for?" ujar Ayunda diakhiri dengan tertawaan kecil. Tangannya---yang entah sejak kapan terbebas dari genggaman tangan Kai---terangkat untuk menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.

"Gak sekarang."

"Kenapa?"

"Surprise."

"Sekarang aja! Kalau sekarang aku juga bakal kaget kok."

"Nanti, Sayang."

"Kai ..."

"Kamu lucu banget kalau lagi penasaran gini. Pengen aku makan."

Nunda Nikah | Jenrina BluesyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang