"Terus jawaban lo gimana Ay?"
Sabtu pagi itu Ayunda menghabiskan waktu di kamar untuk menceritakan semua hal terkait kejadian Kai melamarnya semalam kepada Ran dan Yachza---sahabat terdekatnya sejak SMA. Ketiganya mengobrol via videocall sebab sekarang mereka tinggal berjauh-jauhan. Selain Yachza yang memang menetap di Bali setelah lulus kuliah, Ran juga sedang menghabiskan akhir pekan di Singapura seperti apa yang menjadi kebiasaannya akhir-akhir ini.
"Jangan gila ya Ay! Jangan bilang lo beneran nolak dia semalem?" Ran menebak dengan tatapan horor penuh intimidasi karena Ayunda lama tak menjawab pertanyaannya. Kalau sudah begitu, Ran---sebagai manusia yang berteman dengannya lebih dari sepuluh tahun---sudah kelewat paham. Jika Ayunda tidak menjawab pertanyaannya, maka 90 persen tebakannya adalah benar. 10 persennya lagi bisa jadi benar banget.
Ran menarik napas dalam, bersiap-siap untuk menghujani temannya dengan kalimat-kalimat penuh penekanan yang sudah mengalir dari otak menuju bibir.
Berbeda dengan Ayunda yang masih bergelung di bawah selimut, Ran sudah cantik dengan riasan penuh di wajah dan tatanan rambut bergelombang yang rapi. Siap untuk menjelajahi seluruh toko di Singapura seharian, berbelanja sesuka hati tanpa melihat price tag.
"Bocah bloon, anjiiing! Kenapa lo nolak begooo ..."
Ayunda membalik tubuhnya, memeluk bantal lantas mengerang merasa frustasi. "Gue gak nolak Ran, gue cuma--"
"Cuma apa?!" potongnya galak.
" ... belum jawab."
"Astaga, Tuhan. Terus lo mau nunggu apa jawabnya?"
Kalimat Ran dibarengi suara gebyuran air dari Yachza yang baru mentas dari kolam, memperlihatkan seluruh wajahnya yang basah dengan bibir bergetar kedinginan. Membuat Ayunda semakin merapatkan selimut dan enggan bergerak sebab membayangkan seberapa dingin air kolam pagi-pagi begini. Tekad perempuan itu untuk tidak mandi seharian ini semakin kuat.
"Jadi mau selametan di mana nih Ibu Pengacara yang udah dilamar CEO?"
Ran menampik cepat-cepat. "Mana ada selametan orang dianya aja belom ngasih jawaban apa-apa!" omelnya persis seperti Mama kalau tahu Ayunda masih belum menerima lamaran Kai sang menantu idaman.
Hitung-hitung latihan untuk nanti Ayunda betulan memberitahu Mama.
Ayunda menjauhkan ponselnya beberapa senti dari wajah sebab suara Ran membuat telinganya berdengung.
"Hah? Masih digantungin gitu kayak sempak basah?" Yachza mengusak-usak rambut basahnya dengan handuk sebelum memakai handuk yang lain untuk menutupi pundak lebar hasil kerja kerasnya mendatangi tempat gym secara rutin selama tiga tahun terakhir.
"Kalian dari tadi dengerin gue gak sih? Karier gue ini baru aja dimulai wahai teman-temanku yang beradab. Baru seumur jagung. Gue gak mungkin tiba-tiba nyerah di sini gitu aja dong?" Ayunda mencoba untuk memberi pengertian tentang bagaimana cara otaknya bekerja. Ia yakin sahabat-sahabatnya tahu kalau menjadi seorang pengacara yang hebat adalah cita-citanya sedari dulu. Dan kesempatan itu ada di depan matanya sekarang. Ayunda tidak mungkin menyerah dengan gampang.
Ran mengangguk-angguk mendengarkan.
"Tapi, getting married doesn't mean you have to end your career, 'kan?" Yachza mencoba berpikir lebih dalam. "Contohnya Ran, she's officially married but still in her career. Ya gak Ran?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nunda Nikah | Jenrina Bluesy
RomanceBagaimana jika menjelang hari pernikahanmu yang semakin dekat, adik perempuanmu mengaku hamil dengan kekasihnya? Pernikahan yang kamu rancang dengan banyak pengorbanan itu terancam akan batal. Itu yang dialami oleh Ayunda. Ketika Ayunda dihadapkan...