Pulang Kampung

238 15 0
                                    

Hari masih begitu pagi. Matahari masih terlihat malu-malu menampakan cahaya-nya. Embun pagi yang dingin masih membasahi rumput lapangan tempat ku berdiri sekarang. Aku menghirup udara segar di kampung halaman ku ini dengan perlahan.

Hhaahhh....

Aku menghembuskannya dengan lembut. Mengalirkan oksigen ke paru-paruku. Suasana di kampung halaman ku sangatlah berbeda dengan Jakarta yang pengap. Polusi dimana-mana. Suara knalpot motor yang bising, dan klakson mobil yang bersautan. Teriakan saling mencaci-maki dari pengendara mobil dan motor yang tidak sabaran saling ingin mendahului. Melelahkan bukan? Setidaknya aku punya waktu seminggu di kampung halamanku ini. Jauh dari hiruk pikuk Jakarta yang menyesakkan.

Aku berdiri di pinggir lapangan sekolah menengah pertama tempatku menimba ilmu dulu. Sekolah yang sudah tujuh tahun ini aku tinggalkan. Tapi, saat kembali ke-kampung halaman-ku, aku selalu menyempatkan diri untuk kesini. Untuk sesaat menikmati embun pagi yang dingin, dan menyejukkan pori-pori ku sambil memandangi puncak Gunung Dempo. Hanya puncaknya saja yang terlihat dari tempat ku berdiri sekarang. Tapi itu cukup bagiku. Kebiasaan ini sudah aku lakukan semenjak aku menginjakan kaki di Sekolah Menengah Pertama dulu.

Aku melirik jam tangan ku ternyata sudah jam setengah tujuh. Aku bergegas kembali pulang sambil berlari-lari kecil. Sehabis santap sahur tadi aku memang tidak biasa tertidur lagi. Aku langsung membantu Mamak membereskan rumah. Setelah itu aku pamit untuk jogging keliling kampung.

"Habis dari jogging Yuk?" sapa seseorang saat aku duduk di bangku teras rumah. aku menoleh kearah seseorang yang menyapaku. Aku tersenyum melihat Malaikat-ku tersenyum kearahku.

"Iya Mak, sekalian ke SMP, tadi." Sambil aku melepaskan tali sepatuku

"Walaupun empat tahun nggak pulang, Kebiasaan lama tetep nggak hilang ya?" katanya tersenyum menggodaku.

"Empat tahun nggak liat gunung Dempo Mak. Nggak liat pemandangan yang hijau-hijau. mata sumpek."

"Ya, sudah, mandi dulu sana." Perintahnya..

"Kakek sama Nenek kemana?" aku mengedarkan pandanganku keseluruh rumah.

"Kakek lagi nyari makanan kambing. Kalau Nenek lagi ke pasar beli bahan-bahan buat bikin kue sama masak buat lebaran besok." Aku membulatkan bibir ku dan akhirnya pergi mandi.

Besok adalah hari yang aku nantikan. Sudah empat tahun ini aku berlebaran di Jakarta dan setiap malam Takbir Lebaran aku tersedu-sedu menangis sejadi-jadinya di kontrakanku menelpon Mamak, Adik-adikku, Kakek dan Nenek-ku bergantian. Aku ingin pulang tapi apalah daya karena kesibukan kuliah dan kerja ku aku tidak bisa pulang. Dari Bos ku saja aku cuman dapat libur empat hari. Aku tidak mungkin pulang lewat jalur laut yang memakan waktu dua hari satu malam. Belum lagi jika macet di Pelabuhan Merak. Bisa-bisa aku berlebaran di Bus.

Sebenarnya aku bisa saja pulang menaiki pesawat. Tapi dengan gaji hanya sebagai pelayan Restauran. Demi menghidupi diri sendiri dan kuliah ku, dan mengirim sedikit dari gajiku untuk di kirim ke kampung halaman ku. Aku sekuat tenaga menahan diri supaya tidak lompat dari atap kontrakan demi melihat harga tiket pesawat yang naik berkali-kali lipat saat menjelang lebaran. Alhasil aku hanya bisa pasrah tidak bisa merasakan Lebaran bersama keluarga. Tapi, aku bisa mengirim lebih banyak uang hasil dari THR lebaran untuk keluargaku di kampung halaman. Terutama adik-adikku untuk membeli baju lebaran baru.

Kesibukan hari itu terlihat dari seluruh penghuni kampung halaman ku. Semua orang sedang sibuk menyiapkan hidangan lebaran. Tak terkecuali di rumahku. aku sedang membantu Mamak memasak kue Bolu dan kue lainnya. Sementara adik perempuanku dan Nenek ku sibuk memasak lauk untuk besok. Hingga tak terasa langit sudah berganti senja. Aku pun bergegas mandi kemudian menyiapkan hidangan untuk berbuka puasa terakhir hari ini. Aku menata es buah, burgo untuk makanan pembuka. Serta ikan pendap patin tempoyak kesukaanku. Rasanya yang asam manis, gurih menggoyang lidah dan sangat nikmat selalu aku rindukan.

Meant To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang