Back To Jekardah

50 5 0
                                    

"Hay, darling." sapa Sean saat aku baru saja membukakan pintu apartemenku untuknya. Aku malah cemberut sambil melenggang masuk ke ruang TV.

"Oh come on darling. Jangan marah begitu donk. I'm so sorry." Sean masih saja membujukku.

Ini hari ketiga dimana aku merajuk kepada mereka. Nathalie, Jeremy dan Sean sendiri.

Aku masih menyuarakan aksi mogok bicara kepada mereka. Aku masih sangat sebal saat mereka memaksaku ikut dugem tiga hari yang lalu. Gara-gara mereka aku jadi bertemu Intan. Dan mendengarkan fakta yang begitu menjijikan.

"Hon, please." Sean masih membujukku. Menampakan mata birunya yang sangat ingin aku congkel dari matanya saking cantiknya.

Mata itu membuatku jadi tidak bisa marah lagi.

"Iya." jawabku masih terdengar jutek. Tapi dia malah tersenyum dan mencium pipiku.

"Thank you, darling." jawabnya kegirangan

Aku tidak bisa tidak tersenyum melihat tingkahnya. Aku tidak pernah bisa marah lebih dari seminggu kepadanya. Bagaimana tidak, mata berwarna Biru indah itu seolah memiliki kekuatan magis yang menyihir siapapun yang menatapnya. Pantas saja sudah ratusan perempuan yang jadi korbannya.

"Lain kali kalau elo ngajakin gue ketempat begituan lagi. Kita putus hubungan." ancamku. Mendadak Sean terdiam. Ekspresinya berubah drastis.

Dia menggenggam tanganku "I'm so sorry. I'm promised kejadian kemarin nggak akan terulang lagi."

"Oke, di maafkan dengan satu syarat."

Sean mendekatkan diri padaku menatapku dengan mata cantiknya

"Aku lapar. Kamu masakin sesuatu buat aku." lanjutku. Dia kemudian tersenyum sambil bangkit dari tempat duduknya,

"Oke, apapun untuk sang tuan putri." dia membungkukan badannya seperti seorang pelayan yang siap melayani majikannya. Aku hanya bisa tertawa lepas melihat tingkahnya.

Sementara Sean memasak. Aku malah di sibukkan dengan lamunan konyol yang sama sekali tidak penting.

Kemarin tepatnya saat aku pulang dari kantor. entah sengaja atau tidak aku berpapasan dengan Alif. Bayangkan. Selama dua tahun ini aku berusaha mati-matian untuk menghindar semua jenis masa laluku kecuali Cinta,Yunda,Shasya dan Denia tiba-tiba aku bertemu dengan Alif tepat sehari setelah aku bertemu dengan Intan.

Perubahan yang kulihat sangatlah drastis. Alif terlihat lebih kurus bahkan bisa di bilang sangat kurus dari dua tahun lalu saat terakhir aku melihatnya. Rambutnya yang acak-acakan, matanya yang seperti mata Panda. Dia seperti Zombie yang hidup enggan mati tak mau.

Matanya membulat tatapannya tajam seperti ingin menelanku. Dia menuju kearahku. Aku cuma terdiam seperti anak kecil yang bertemu hantu sungguhan. Aku ingin lari tapi kaki ini seperti tertancap di tanah.

Dia makin mendekat kearahku kemudian menggenggam tanganku. Aku baru bisa berpikir jernih. Menghempaskan tanganku darinya sekuat tenaga kemudian lari sejauh mungkin.

Astaga. Kenapa sih aku ini? kenapa aku takut kepada Alif? Aku tidak pernah berbuat salah dengannya. Harusnya dia yang takut menampakan diri di hadapanku. Karena bisa jadi aku akan menghapuskannya dari muka bumi ini. atau kalau bisa ingin ku tendang dia ke planet lain. Tapi kenapa malah aku yang lari.

Dasar tolol.

Aku mendengus kasar. Kurang ajar sekali dia berani menyentuh tanganku. Untung aku sudah mandi kembang tujuh rupa untuk buang sial.

Kenapa kesialan menghampiriku saat aku kembali ke Indonesia? Satu persatu masa laluku bermunculan. Intan, Alif lalu nanti siapa? Satria? Aku bahkan belum menyiapkan mental dan hati jika harus berhadapan dengan Satria lagi.

Meant To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang