Chapter 10

3.1K 231 28
                                    

Jangan lupa tinggaling jejaknya guys

****

Nunew hanya dapat menatap nanar ke pergian Zee, ia merutuki dirinya sendiri atas ucapan yang ia lontaroan tadi, entah mengapa sifat kekanak-kanakannya muncul di saat itu, Nunew menghela nafas lesu, ia pun berdiri dan berjalan naik kembali ke kamarnya, lebih tepatnya ke kamar Zee.

Krek!

"Hia..." Panggil Nunew, berharap ada sosok tampan itu di sana, "apa Hia semarah itu?" Nunew duduk di atas kasur, matanya menjelajah ke seluruh kamar tersebut, menatap gambar Zee yang berjajar rapi di sana.

Perasaan bersalah kembali hinggap di dirinya, "mulut jahat!" Kesalnya dengan memukul mulut ranumnya itu.

Waktu terus berlalu dan malam kian larut membuat kantuk datang ke sosok mungil yang sedari tadi duduk di sofa yang ada di balkon kamar tersebut, entah kapan sofa itu ada di situ, karena seingatnya tidak ada apapun di sana.

"Hia..." Nunew tersentak karena hampir tertidur, ia menatap ke sekitar dan tak jua ia lihat Zee disana, "apa aku harus bertanya kepada Phi Yim di Hia saat ini?"

Krek!

Pintu terbuka, membuat Nunew berbalik dan senyum merekah menghiasi wajahnya, karena sosok yang ia tunggu kini datang sudah. Namun, sedetik kemudiam senyum itu hilang entah kemana, tergantikan dengan raut sedih dan perasaan terluka. Nunew bergegas berbalik arah dan menenggelamkan wajahnya ke bantal yang ada di sofa tersebut.

"Ukh! Tuan Zee!" Desahan penuh kenikmatan dari seorang wanita menusuk pendengaran Nunew, membuat air mata itu perlahan keluar.

"Perlahan Tuan, akh!!" Desah wanita itu kagi.

Ia, malam itu Zee datang membawa seorang wanita ke kamarnya, entah dari mana ia mendapatkan wanita tersebut, yang pasti saat ini baik Zee maupun wanita itu tengah dalam keadaan bertelanjang bulat dengan cumbuan mesra dari kedua bibir itu, membuat suara khas dua bibir yang saling melumat, sesekali Zee mengigit bibir ranum itu dan memilin niple wanita itu yang membuatnya mendesah.

"Ayo Tuan, puaskan dirimu bersamaku." Ucap wanita itu manja, bibirnya yang bermain di jakun Zee dengan tangannya mengurut pelan kemaluan Zee yang sudah menegang sempurna.

"Kau sangat cantik manis, apakah lubangmu senikmat parasmu?" Tangan Zee mengusap wajah, rahang hingga leher wanita itu, "jika kau bisa membuatku puas malam ini, dari besok kau harus memuasku setiap malam." Kembali Zee melumat bibir wanita itu, lumatan kasar dengan tangan Zee yang bermain di vagina sang wanita, mengusap itu pelan dan sesekali memasukkan jarinya yang membuat sang wanita mendesah.

"Ungh!! Siap sayang, asal kau kuat bermain bersama ku." Goda wanita itu membalas Zee.

"Jangan salahkan aku jika besok kau tidak bisa berjalan dengan benar." Ucap Zee lalu kembali melumat bibir sang wanita.

Desahan demi desahan terus terdengar, menghiasi malam yang panjang itu, bagaikan musik yang mengalun indah yang memenuhi ruangan, membuat sosok yang ada di luar sana menangis pilu, betapa hancurnya hatinya saat ini, bak ditikam sembilu nan menembus raganya, membuat luka menganga yang tak berdarah namun teramat perih.

"Hiks... Kenapa Hia, kenapa kau buat Nu dengan mudahnya memberikan hati Nu padamu, namun Hia tega! Hia brengsek!" Tangis Nunew di sana sampai dirinya tertidur, entah berapa jam lamanya ia harus mendengarkan suara desahan baik dari Zee ataupun wanita tersebut, yang terus menusuk hatinya, terlebih angin malam yang dingin menusuk tulangnya tak mampu meredakan rasa sakit di dadanya.

*****

Suara kicauan burung terdengar merdu, saling bersahutan di atas ranting pepohonan, menyambut sang mentari yang perlahan terbit di sebelah timur bumi, mengusik tiap insan dari mimpi panjang mereka.

Sinar matahari mengusik tidur sosok mungil dengan mata sembab yang tertidur di sebuah sofa yang berada di balkon kamar sebuah mansion, mata indah itu perlahan terbuka, manik hitam itu terlihat tak sama, cahayanya seakan hilang ditelan rasa luka yang tercetak jelas dari sorot matanya yang sayu, perlahan tubuh bangkit dan berjalan masuk ke dalam kamar yang di mana malam tadi menjadi saksi bisu luka di hatinya.

"Hia..." Nunew menatap nanar pada dua insan yang saling berpelukan di atas kasur, tubuh telanjang mereka tertutup selimut tebal yang baru saja kemarin menutupi dirinya, setitik air mata jatuh dari mata sayunya, "apa yang harus Nu lakukan? di saat pergi dari Hia adalah satu-satunya pilihan dalam hidup Nu. Namun, Nunu tak mampu pergi darimu Hia, Hia sudah mengambil hati Nu dan dunia Nu." Nunew mengulum mulutnya menahan tangis, ia pun bergegas masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya, dinyalakannya shower di sana dengan dirinya berdiri dibawahnya, membiarkan air dingin itu membasahi dirinya, berharap rasa lukanya akan luruh terbawa air.

Satu jam lamanya Nunew berada di dalam sana, menangis serta bersedih bertemankan dinginnya ubin dan air, sampai membuat kulitnya menjadi pucat dengan bibir bergetar dan tangan terkerut karena lamanya terkena air. Kaki mungil itu melangkah keluar dengan harapan apa yang tak ingin ia lihat tak lagi ada, dan benar saja, di atas ranjang itu tak ada lagi siapa pun di sana, hanya ada jejak dan bekas bercinta yang tertinggal di sana. Lagi-lagi dadanya merasa sesak, ingin rasanya berteriak agar seluruh orang tahu, namun Nunew tak ingin menambah kian masalah antara dirinya dan Zee.

Nunew berjalan ke arah lemari untuk mengambil pakaiannya, usai berpakaian Nunew pun membersihkan kamar tersebut, hamburan tisu yang berbau sperma serta beberapa pengaman yang berserakan dipungutnya satu persatu, walau pedih terasa harus menyentuh bekas bercinta Zee dengan sang wanita dengan tangannya sendiri. Dengan sabar Nunew membersihkan itu semua tanpa memanggil seorang maid guna membantunya, alih-alih Nunew pun yang membawa bed cover itu ke tempat mencuci pakaian.

"Sayang..." Suara seorang wanita menyapa Nunew saat ia keluar dari sana, "apa kau lelah?" Tanya nyonya May dengan tersenyun dan mengusap kepala Nunew lembut.

"Lelah? Tidak Mae, Nu baik-baik saja." Sebenarnya Nunew tak mengerti dengan kata lelah yang di maksud May itu apa.

"Apa kalian sangat tak sabar untuk hari pernikahan besok? Sampai kalian harus melakukannya sekarang, huh?" Goda nyonya May lalu memeluk Nunew erat, "Mae tak sabar menanti cucu dari kalian berdua."

Usai mendengar kata cucu yang May katakan membuat Nunew mengerti apa yang May maksud, Nunew hanya bisa mengangguk dan tersenyum sebagai balasan.

"Andai Mae tahu betapa sakitnya hati Nu saat ini, tapi Nu yakin Nu pasti bisa membuat Hia jatuh cinta pada Nu." Ucap Nu dalam hati guna menguatkan dirinya.

May melepaskan pelukannya, "kita pergi untum feeting pakaian bagaimana?" Usul May.

"Terserah Mae saja, Nu dengan bersedia mengikutinya." Sahut Nunew dengan tersenyum manis.

May pun mengenggam tangan Nunew menuju ke luar mansion.

"Zee!" Panggil May saat melihat Zee yang baru saja keluar dari mobilnya, "habis darimana kau?"

"Zee ada urusan Mae, apa Mae perlu sesuatu?" Tanya Zee tanpa sedikitpun menatap Nunew.

"Mae ingin melakukan feeting untuk pakaian pernikahan kalian besok jadi kau harus ikut."

"Tidak Mae, Zee tidak tertarik, lebih baik Mae pergi bersamanya. Tenanglah, Zee pasti akan menikahinya besok Mae." Zee berlalu begitu saja melewati May dan Nunew.

Nunew menatap punggung Zee sampai pintu besar mansion tertutup.

"Ayo sayang kita pergi." Ajak May.

"Khab Mae."

****

Sekian

You Are My World ~ ZeeNunew ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang