Chapter 6

3.6K 409 24
                                    

MENGINJAKKAN kaki di kantin, Renjun menemui Jaemin yang telah duduk di meja yang biasa mereka tempati. Lelaki itu terheran-heran melihat kedatangan pemuda Huang setelah membolos satu mata kuliah wajib. Ditambah lagi dengan wajahnya yang terlihat seperti banyak beban pikiran. Duh, pasti masalah itu lagi. Perkara burung yang belum kelar.

"Jaemin," panggilnya dengan nelangsa, "Aku sudah melakukan hal bodoh. Rasanya aku ingin mati mendadak saja."

Pemuda yang tengah makan tersebut memukul kepala Renjun. "Hus, omonganmu yang benar saja!"

"Serius. Aku merasa harga diriku telah hancur."

"Tahu. Perkara burungmu lagi, 'kan?"

"Lebih dari itu," balas Renjun, mengambil banyak perhatian dari pemuda Na yang tampak terheran-heran penasaran. "Omong-omong, kau tahu dosen dari fakuktas teknik, Donghyuck Ssaem?"

Lantas Jaemin mengangguk. Jusnya ditenggak sekali sebelum menjawab, "Yang baru saja kembali dari studinya di luar negeri itu?"

"Kau tahu?"

Jaemin menggeleng. "Tidak. Aku hanya dengar anak-anak sering membicarakannya belakangan ini. Kudengar dia tampan."

"Benar, dia tampan. Sangat tampan," Renjun menyetujui sembari memandang penuh bayangan rupa dari seorang dosen yang baru saja membuatnya kehilangan harga diri. Seringaiannya saat mengecap tubuh Renjun seakan kembali dirasakannya. Dia merinding!

Mendengar pujian yang jarang sekali dituturkan Renjun untuk orang lain—kecuali saat sedang merayu wanita—patut saja Jaemin menaruh curiga. Apalagi dilihatnya wajah Renjun yang tiba-tiba memerah dengan pandangan menerawang. Lalu tangannya terulur untuk mencubit sebelah pipi sang sahabat. "Mengaku saja, Huang. Hal apa yang sudah kau lakukan dengannya? Pipimu sampai merona begini. Kau baru saja dirayu olehnya, huh?"

Alih-alih gelengan kepala, Renjun justru menganggukkan kepala untuk mengakui. "Bukan dia yang merayu, Na. Tapi aku. Aku yang merayu."

Sebenarnya Renjun merayu adalah masalah biasa, tetapi Jaemin merasa kali ini berbeda. Dari cara Renjun bercerita, kasus inilah yang mungkin membuat lelaki itu ingin mati mendadak. Jaemin mengerutkan keningnya dalam-dalam. "Apa yang kau katakan?" tanyanya.

Jakun kecil Renjun turun, salivanya ditelan. Dia menatap sang sahabat penuh sangsi. "Aku ... aku meminta tidur dengannya ... lagi."

Jelas pemuda Na sangat terkejut. Subjek yang menjadi pembicaraan mereka adalah salah satu dosen di kampusnya! Dan, apa katanya tadi? Meminta tidur dengannya lagi? LAGI??? Jangan-jangan ini adalah perihal cerita yang tempo hari lalu dikatakan lelaki itu. Jangan bilang orang yang dimaksud Renjun tidur dengannya malam itu adalah Donghyuck Ssaem!

Mata Jaemin terpejam menahan emosi. "Renjun, jangan katakan padaku orang yang tidur denganmu malam itu adalah Donghyuck Ssaem. Jangan, ya, kumohon."

"Tapi memang benar dia," balasnya takut.

Jaemin memang senang kala mendengar pemasalahan Renjun mengenai burungnya yang sudah bisa berdiri akibat seorang pria. Dia terima saja dan tak ada masalah jika benar sahabatnya itu memang menyimpang. Tapi, apa ini? Tidur dengan seorang dosen? Ckck, takdir macam apa yang sedang menimpa sahabat bodonya ini.

"Bagus sekali, Huang," katanya ironi. "Di kampus ini, kau bukan seseorang yang biasa saja. Eksistensimu sangat populer. Dan kini, kau terlibat dengan seorang dosen dalam masalah burungmu yang pilih-pilih itu," tuturnya, sejenak menarik napas guna meredam amarah, "Juga, kau memintanya untuk tidur denganmu lagi? Huang Renjun, kau ingin dikeluarkan dari kampus, ya???"

Tak sadar, suaranya yang menggebu-gebu itu mengundang beberapa pasang mata di kantin. Renjun panik. Dia memelototi Jaemin sembari menekan, "Pelan-pelan, bodoh."

"Ya, aku meminta tidur dengannya lagi. Tapi aku hanya ingin membuktikan bahwa burungku normal. Waktu itu kau saja mendukungku untuk melakukannya lagi.

"Tapi ini dosen! Dosen, Renjun! Kau gila atau bagaimana?" Jaemin geregetan. Dia hanya tidak mau sahabatnya ini mendapat masalah besar dengan melibatkan seorang dosen di kampusnya. Itu bahaya!

"Aku juga tahu dia dosen!" ujarnya membentak, "Seperti yang dikatakannya, aku tidak akan melewati batas status sosial kami di kampus. Aku akan menghormatinya sebagai dosen, dan dia menghargaiku sebagai mahasiswa. Jika seperti itu, lantas kenapa tidak? Kami sama-sama diuntungkan dalam hal ini."

Jaemin menatap jemu. "Kau bicara seolah-olah telah mencapai kesepakatan tidur dengannya. Kau bilang baru saja merayunya. Ditolak, 'kan?"

"Tidak juga," balas Renjun ragu, "Maksudku, aku tidak tahu. Dia hanya memberikanku kartu namanya," seraya menunjukkan kartu nama yang dia dapat dari sang dosen. Di sana tertera nama lengkap, jabatan, berikut dengan alamatnya. Namun, Renjun tidak paham. Usai dia mengajaknya tidur bersama kembali, Donghyuck tidak memberinya kartu tersebut alih-alih menjawabnya. Artinya dia disuruh datang, kah, atau hanya sebagai penegasan bahwa status sosial mereka berbeda?

Jaemin mengambil kartu itu, lalu dibacanya baik-baik. Muncul decakan-decakan dibarengi gelengan kepala sebagai reaksinya. "Apartemennya daerah Gangnam! Aku yakin dia bukan orang biasa."

"Menurutmu begitu?"

"Tentu saja!"

Renjun pun manggut-manggut. Memang dari penampilannya saja sudah kelihatan bahwa sang dosen bukan dari kalangan biasa. Apalagi jika mengingat mobil yang biasa dipakainya ke kampus.

"Dia tidak menerima ataupun menolak ajakan tidurku. Dia hanya memberiku ini."

"Itu jelas dia terima, bodoh. Jika menolak, untuk apa dia memberikanmu kartu namanya yang jelas-jelas tertera nomor ponsel dan alamat apartemen?"

"Benar juga, ya," timpalnya baru sadar. Merasa bodoh, dia cekikikan sendiri. "Lucu. Agaknya dia tipe pria yang malu mengungkapkan perasannya. Benar, 'kan, Na?"

"Kenapa bertanya padaku! Tanya saja padanya!" Jaemin berseru sewot.

"Ide bagus! Nanti malam aku akan menyambangi apartemennya."

Pemuda Na melotot. "Secepat itu?"

"Lebih cepat lebih baik, 'kan."

Jaemin geram, tapi tidak bisa berbuat apa-apa selain menasihati sahabatnya. "Main dengan sehat, oke. Jangan mentang-mentang burungmu sudah bisa berdiri lalu kau seenaknya bermain dengannya tanpa memedulikan aman atau tidak. Mengerti, Renjunie?"

Lelaki itu mengangguk dan tersenyum lebar. Bermain dengan aman, ya? Hmm, Renjun tidak keberatan jika dia menyambangi rumah sakit kembali untuk mengonsultasikan permasalahan seksualnya, hahaha.













hmm ga sabar nulis chapter 7 wkwk. jangan lupa vomment yang banyak! ❣❣



One Night Stand With My Lecturer - HYUCKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang