00:01

251 20 0
                                        

🦢Happy reading🦢

■■■

Luka membuka matanya perlahan dengan menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam rintena matanya, Mata seterang madu itu mengejap pelan mengedarkan pandanganya menuju penjuru ruangan yang saat ini ditempatinya.

Alisnya mengkerut saat merasa asing diruangan mewah ini, pikiranya berputar saat dia ketiduran sehabis makan besar-besaran bersama sahabat dan keluarga Sania.

Matanya melotot, dengan segera Luka beranjak dari kasurnya menuju meja rias yang super besar disudut ruangan. Matanya kembali membola saat melihat wajah serta badanya yang berubah drastis.

Muka catiknya hilang digantikan wajah bak bidadari yang jauh lebih cantik dan sempurna dibanding wajahnya lalu. Seketika otaknya diaduk-aduk mencoba mengigat ingatan yang tidak pernah Luka bayangkan maupun rasakan.

Luka bertumpu pada pengagan meja rias, tanganya yang satu menjambak rambut yang terasa sangat sakit untuknya. Perlahan matanya terbuka dengan deru nafas yang tidak  beraturan.

Mata madunya menatap kaca besar diharapanya dengan raut muka tak terbaca, perlahan matanya turun menatap perut diraga yang kini diisi oleh jiwanya.

Perutnya besar!

Namun bedanya perutnya sekarang diisi dengan Bayik bukan dengan makanan pedangan kaki lima!.

Luka terasa pusing memikirkan takdir yang terasa memainkan dirinya.

Transmigrasi ketubuh wanita sedang mengandung?

ITU BENAR-BENAR TIDAK ADA DIPIKIRAN LUKA!.

Kaki Luka terasa lemas seketika, pandangan memburam. Otaknya tidak bisa mencerna apa yang terjadi saat ini.

Disaat akhir kesadaranya terengut, suara dobrakan pintu besar dikamar yang saat ini ditempatinya serta suara teriakan yang mengelegar menjadi suara terakhir Luka dengarkan.

"NYOYA SHEILA!"

---

Mata laki-laki itu menatap datar tajam lembaran-lembaran kertas yang mulai terbakar oleh kobaran api seiiring berjalannya waktu.

Tangganya sendari tadi mengepal erat menimbulkan urat-urat yang seolah keluar, matanya memejam mengubur kemarahan yang memuncak dengan deru nafas kasar.

Tanganya menghantam kaca meja kebesaranya hingga kaca tebal itu pecah berserta lembaran-lembaran dokumen yang berterbagan jatuh dari kaca yang sudah pecah tak terbentuk.

Darah dari tangan kekarnya terus menetes membasahi mamer dingin yang sekarang dia pijaki, pakaian yang sebelumnya rapi kini berantakan tak terkira bahkan dasi berserta kacing baju laki-laki itu entah lari kemana.

Dengan kasar Dia mendudukan dirinya pada kursi kebesaranya, Mata tajamnya memandangi hamaparan langit serta pemandagan kota dibalik balkon.

Kemarahanya terus muncul dan memuncak hanya karena secarik kertas yang kini sudah terbakar.

"aku, aku tidak akan pernah menceraikanmu!" Ucapan penuh tekat serta tanpa bantahan itu keluar dari bibir tebal Laki-laki tersebut.

"Tuan, nyoya besar ingin menemui anda, sekarang beliau ada didepan ruangan"

Karl, laki-laki itu memberhentikan menandatangani berkas-berkas, lalu menatap sang kaki kanan "Suruh, ibundaku masuk"

Sang tangan kanan mengaguk "Baik tuan"

Tak lama Verro, sang ibunda Karl masuk ruangan dengan anggun tanganya terdapat kertas dengan satu tangganya lagi terdapat tas mahal bermerknya.

Karl yang melihat ibudanya masuk, dia berdiri lalu menghampiri sang mama namun harus terhenti saat Verro meletakan secarik kertas dalam amplop pada meja kerja Karl.

Verro menatap anak semata wayangnya dengan marah "Itu surat ceraii..."

Perasaan Gaduh mulai melingkupi hari Karl yang saat ini diam membisu setelah mendegar suara mamanya, Dia tidak mengiginkan kertas sialan itu ada dihadapanya lagi.

"Ma! Karl sudah bilang bahwa aku tidak akan menceraikan Sheila sampai kapanpun!"

Verro menatap tajam sang anak"Karl sadar! Mama tau kamu sangat mencintai Sheila, tapi ingat perilakumu itu membuat ini semua terjadi!"

Verro menepuk dada bidang sang anak "Egoo dan  perasaanmu itu tidak sejalan. Kamu mementingkan egomu yang keras itu dibading perasaan cintamu itu Karl"

"Mama tau sendiri ,Sheila menantu mama   menahan rasa sakit ketika kamu tidak perduli denganya apalagi sekarang dia sedang mengandung anak kandungmu Karl"

"Jadi mama mohon, kalo kamu ngak bisa berubah dengan sikap kamu. Tante Windi berserta Om Samuel akan mengambil Sheila kembali dan melepaskan ikatan yang kamu buat itu"

Karl berdiam diri bak patung.

"Mama masih berharap padamu Karl untuk mengubah sikapmu itu, ingat kamu sebentar lagi akan menjadi seorang ayah bagi anakmu"

"Mama harap kamu bisa menyelesaikan ini semua, karena kamu yang memulai dan kamu juga yang akan mengakhirinya nanti. Entah itu kapan"

"Cobalah kendalikan dirimu, Karl"

Verro berdiam, sebagai seorang ibu untuk anaknya Verro sangat paham dengan sifat anaknya, namun Dia berserta suaminya tidak bisa ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya.

Biarkan Karl mengatasi semua maupun mengakhir semua ini, Verro dan suaminya hanya bisa mendukung keputusan Karl yang menurutnya baik.

Namun Verro berserta suami juga berharap bahwa Karl akan terus bersama Sheila dan anak dalam kandunganya hingga menua bersama.

Semoga harapan itu bisa terwujud...

Karl masih berdiam diri memikirkan semuanya hingga suara ketukan pintu yang mengema diruangan sepi ini menyadarkanya.

"Masuk!"

Tak lama kaki kananya masuk dengan tergesa-gesa.mengabaikan ruangan berantakan bosnya yang terus saja terulang kembali ketika surat itu sampai ketangan bosnya.

"Tuan, saya mendapat laporan dari kepala pelayan bahwa Nyoya Sheila pingsan dikamarnya"

Karl langsung bangkit dari duduknya, dan menyambar jas yang berasa disofa.

"Siapkan jet, aku akan kembali malam ini"

Sang tangan kanan mengaguk, mengatur Ipetnya menghubungi bawahanya untuk menyiapaka jet secepat mungkin.

Karl berjalan meningakan kantornya yang sudah sepi diikuti oleh kaki kananya. Mobil yang ditumpangi oleh Karl melaju pesat menuju tempat landasan jet pribadinya.

Mata Karl mengarah pada menara yang menjulang tinggi disaat Mobil mahalnya melewatinya. Paris...

"Aku tidak melepaskanmu Sheila, selamanya. kau sudah ku ikat sendiri ditali pernikahan ini!" smriknya.

■■■







Transmigrasi LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang