Heartbeat Among the Countless Stars

58 3 5
                                    

Malam pertama gue dalam perjalanan antar angkasa gak ada yang bisa bikin gue tabjuk selain ngelihat hamparan bintang yang gak berujung sejauh mata memandang, dari sinar bintang yang gak kehitung jumlahnya, meredup lalu hilang menandakan adanya bintang yang mati sampai hujan komet yang melintasi orbitnya, bak ratusan anak panah yang ditembakkan, melesat dari busurnya entah kemana.

desiran darah gue semenjak memulai perjalanan ini gak pernah sama seperti sebelumnya, seperti ada adrenalin berlebih dalam diri gue, menantikan bakal kaya apa perjalanan kali ini, bakal kaya gimana Novus nanti, dan yang terpenting, apa yang gue liat nanti adalah sama dengan yang Ayah dan Kakek gue liat pas muda dulu?

gue bener-bener penasaran dan gak sabaran, sampai-sampai gue jadi lebih sering menghirup dan hembusin nafas panjang kalau mikirin itu semua, tanpa gue sadari.

"Fi Dzofi..." seru suara gadis nyebut nama gue, otomatis gue gerakin wajah gue mengarah ke sumber suara dan

Nyuttt...

telunjuk gadis itu, Sabila, nusuk pipi gue begitu gue tadi nyari sumber suara

"Aww" ujar gue, gak sakit tentu, cuma suara refleks aja, sedangkan pelaku hanya ketawa kecil sambil bilang

"Makan sate gak bayar, hihi"

gue ikut ketawa ringan dengan kelakuannya, "Eh Sabila, ada apa?" sambung gue nanyain keberadaan dia yang tiba-tiba.

"Gpp kok Dzofi, kalau kamu lagi apa? kok ngelamun sendirian disini?"

"Cuma liat pemandangan aja, sebelumnya akugak pernah naik pesawat, dan sekalinya naik pesawat langsung pesawat angkasa kaya gini, hehe" jawab gue sambil lemparin pandangan gue ke lawan bicara. dia keliatan seneng, eh malah keliatan ngetawain gue gitu jadinya, "Eh, aku norak ya?" timpal gue kikuk.

"Enggak kok, kamu gak norak, hihi.. dulu aku juga suka liat pemandangan pas naik pesawat, sekarang juga masih kok" timpal gadis berambut putih pendek.

"Kamu tau, aku selalu ngerasa kalau liat angkasa selalu menenangkan, seakan cukup jadi jawaban atas semua yang bikin dada kita merasa sesak" tambahnya sambil ngeliat semua yang berada di luar kaca, diikutin hembusan nafas panjang.

"bener" sahut gue, "kalau ada-"

"[Perhatian-perhatian, pada seluruh calon prajurit Novus diharapkan berkumpul di aula, sekali lagi pada para seluruh prajurit dan calon prajurit harap berkumpul di aula karena akan ada pengumuman yang akan disampaikan langsung oleh Admiral Zappeto, terimakasih.]"

pengumuman barusan memotong kalimat gue, begitu gue mau lanjutin Sabila langsung ngajak gue untuk cepet-cepet ke aula.

beberapa blok setelah gue sama Sabila berjalan setengah berlari, gue terpaksa menghentikan langkah begitu dia ngajak mendekati elevator.

"Dzofi, ayo cepet"  ucap Sabila sambil narik tangan gue.

"Engg.. keknya aku mending lewat tangga darurat aja deh Sab" tolak gue enggan masuk elevator yang beberapa menit lagi sampai, dari lantai atas.

"Kamu sinting ya?" ucap dia ngira gue main-main, "Aula itu di lantai atass tau, jauuuh dipaling atas" ujar dia sambil nunjuk pakai telunjuknya ke atas, sampai dia jinjit buat gambarin seberapa jauhnya.

"..." gue tetep gak bergeming, lalu gue duduk nyender tembok.

"Kamu emang kenapa?" tanya dia mulai sejajarin posisinya, dia membungkuk sedangkan gue benamin wajah gue diantara dua lengan yang gue lipat.

"Ayo dong, kamu sebenernya kenapa? kalau ada yang bisa aku bantu, bilang aja"

"Sabila gak paham kalau kamu gak cerita" sambungnya pakai pemilihan kata yang gue rasa jadi lebih nyaman dengernya, kini dia duduk di depan gue, samain posisi.

Journey For IdentityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang