The Beginning

97 3 5
                                    

"Heii!!... Dzofi bangun, sampai kapan kamu mau tidur?! Hari ini hari keberangkatan kamu kan?!"

Suara seorang wanita yang menyeru nama gue ibarat Toa di gate sekolah, nyaring menusuk telinga. Seberat tubuh gue beranjak, seberat itu juga kelopak mata ini untuk terbuka. Akhirnya gue memutuskan untuk rebahan lagi, ganti posisi sambil meluk guling lebih erat.

Tapi yang membuat gue tertarik dari alam mimpi bukanlah orang sembarangan

Belum genap dua detik, terasa pedih telinga runcing gue dibuatnya.

"MASIH BERANI TIDUR LAGI?!"
Bertolak pinggang dia mengaum gak ngasih toleransi barang 1 menitpun buat gue kembali ke zona nyaman, kasur busa.

Dia merupakan sepupu perempuan gue, Ulva Hardji, anak semata wayang dari Paman Faths, dia lebih tua satu tahun dari gue. Setelah kedua orangtua kami gugur dalam tugas, kami berdua tinggal bersama diasuh Kakek.

"Huuaahhh... hari ini banget apa? Bukannya besok?"
Mata gue sampe menitikan air mata gegara nguap, akibat otak dipaksa kerja lebih awal dan perlu pasokan O² lebih banyak buat aktifasi semua kesadaran tubuh bellato ini.

"Kamu ini gimana?! Kakak ambil cutikan tujuannya buat bantuin perpindahan kamu!
Otomatis kamu berangkat ikut gelombang pertama bareng kakak ke Novus, tau!"

Ah iya, Novus, planet biru yang jaraknya jutaan kilometer dari planet Nilben ini. Tempat yang mana jadi area kolonialisasi 3 bangsa demi mineral berharga yang bahkan seorang raja rela 'menjual' putrinya demi bisa mendapatkan sejumput benda berkilau itu.
Tempat dimana gue, kak Ulva dan pemuda² Bellato bakal menginjakkan kaki disana demi cita-cita bangsa yang udah dari sekian generasi kami perjuangkan.
Tempat yang juga jadi kuburan kedua orangtua kami, mungkin kami selanjutnya.

Termenung, otak gue yang belum ngalamin pemanasan buat ngeproses semua hal sekaligus dalam satu detik ini, cuma bisa berkata, "Terus?"

"Terus TERUS! Ya mandi sana adek tolol!"

ujarnya sambil mukul kepala gue pakai spatula kayu.

Chronometer baru nunjukin pukul 4:23.

Ah masih jam segini. Batin gue sambil menyeret malas kedua kaki ke kamar mandi
.
.
Dari luar kamar mandi, seakan dia bisa cium aroma kemageran gue, dia berujar,

"Kita perlu 1 jam buat berangkat ke cosmodrome loh, jadi gak usah pake acara semedi di WC, paham!?"
Suaranya dia buat cukup keras, mastiin kedengaran hingga ngalahin suara sower yang lagi gue pake.

Bawel bet Wewe gobel satu ini
.
.

Di kamar mandi, gue berusaha selesai secepat mungkin, yaitu dengan mandi multitasking, yaitu buang hajad sambil gosok gigi dan sampoan di saat bersamaan, mandi gaya koboi begini gue lakuin emang kalau-kalau sangat dikejar waktu.. atau dikejar ka Ulva yang dari tadi masih gak berhentinya bernyaring ria kaya petasan janswe.

Setelah mandi, gue langsung bergegas nyiapin peralatan pribadi yang gak mungkin Kak Ulva sentuh, kaya kolor antik gue misalnya.
.

"Obat Maag, check.
Antimol biar gak mabok angkasa, check.
dan bawaan yang gak kalah penting kalo mau pergi jauh; permen Hexos, entah mengapa kalo pergi jauh kayanya gak afdol kalo gak bawa permen yg satu ini, check.".

Lagi khitmad nyiapin barang-barang bawaan, tiba-tiba wanita berambut coklat susu ini nunjuk² barang bawaan gue,
"I-ituu apaan? Kamu bawa topeng horror begitu ke Novus? Buat jadi dedemit keliling?" Ucapnya pake nada jijik, segera gue tepis ucapan gak senonohnya itu.

"Ngawur! Itu celana dalem aku Ka, emang ada masalah?"

"Kamu gak ada malu apa? Masa celana dalem dah bolong² gitu masih dipake?" Masih dengan raut wajah yang gak percaya.

Journey For IdentityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang