Beberapa bulan lalu, sejak pengumuman pernikahaan Todoroki Shoto dan Yaoyorozu Momo, tepatnya, diumumkan beberapa minggu setelah hari ulang tahun Shoto sendiri.
Shoto, dengan ragu memasuki ruangan raja. Dia melihat saudara dan saudarinya di sana, berdiri di hadapan raja, membicarakan sesuatu yang penting.
"Shoto! Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya sang raja, mengingat hampir tidak pernah Shoto ke ruangannya.
Shoto memberi tatapan tegas seperti biasa, bila dihadapkan pada sang raja, ayahnya sendiri.
"Ayah.. kenapa.. harus ada perjodohan?"
"Kenapa? Dia, kan, sahabatmu!"
"Tapi.."
"Ada apa?!" Suaranya semakin berat, dan suasana mulai mencekam. Tapi melihat putra kesayangannya tidak menjawab apapun, dia menghela nafas.
"Shoto! Untuk memperkuat hubungan antara kerajaan dan keluarga Yaoyorozu, dan mendapatkan dukungannya, pertahanan kerajaan kita akan lebih kuat. Selain itu kau sebentar lagi akan menjadi raja. Kau harus memiliki keturunan!"
"Tidak, ayah. Bagaimana kalau aku tidak mau?" Dua warna mata itu menatap sang ayah secara langsung, tak lagi merasa ragu. Pikirannya sudah kosong setelah mebdengarnya. Benar, semua perjodohan selalu beralasan politik dan politik. Sulit bagi Shoto yang lebih memilih perasaannya.
"Tidak mau? Jangan bercanda denganku, Shoto!"
"Aku menyukai seseorang!"
"Buang perasaanmu!! Semua ini demi masa depan kerajaan-"
"Tidak!"
Settt!!
Seketika, rasa hangat timbul di pipi sebelah kanannya. Sang raja melemparkannya pena padanya yang sedari tadi ia genggam erat.
Pena itu sudah terkena tinta, dan itu mengenai wajah indah Shoto yang mulus. Wajahnya dinodai tinta, pipi sebelah kanannya.
"JANGAN MEMBANTAHKU!!"
Segera, Shoto mundur dan membelakangi raja yang sangat marah.
.
"Dari mana?"
Pintu kamar terbuka, memperlihatkan seorang Bakugo yang bosan memeriksa setiap inci lembaran berkas penting itu setelah mengerjakan hampir semuanya.
Todoroki Shoto, selaku yang punya kerjaan sedang punya kerjaan lain, mempercayakannya pada Bakugo yang gabut.
Ketika Todoroki kembali dengan wajah datar dengan noda hitam di pipinya, Bakugo menyergit. Apalagi, melihat ekspresi Todoroki yang.. mulai terbaca.
Saat itu Todoroki kecewa, alisnya bergetar dan rendah. Bakugo yang sadar hanya diam tak mau tanya.
"Ruangan Raja."
"Dan?"
"Entahlah."
Bakugo yang tak enak kembali memeriksa berkas-berkas itu, dia melirik terus wajah kotor Todoroki yang terkena tinta. "Hei, wajahmu kenapa?"
Todoroki segera melihat cermin dan menyentuh bekas tinta itu. Dia menggoresnya menjadi lebih panjang, rasa lelah yang menyelimuti tubuhnya serta beban-beban yang tak kunjung hilang dari pundaknya membuatnya tak ada tenaga untuk berkomentar apapun.
"Hei, bodoh! Apa kau sakit?"
"Terima kasih sudah memperhatikanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cross The Time || TodoBaku ✣
Fiksi PenggemarMendengar suara petir biasanya siapapun akan berpikir bahwa hujan akan turun. Tetapi ketika petir menyambar bumi, tepat di belakang seorang Putra Mahkota generasi ke-8, petir itu malah membawa seorang lelaki aneh dengan baju kuno dengan posisinya ya...