Prolog

767 15 5
                                    

Sebuah tenda megah bewarna putih tampak berdiri kokoh di atas hamparan rumput hijau, dengan dekorasi yang apik. Serta, jejeran kursi pun turut tertata rapi di sana. Banyak orang yang berdatangan di hari itu. Tak terkecuali seorang lelaki yang datang ke acara tersebut sebagai tamu.

Memandang sekitar dengan senyum terukir di paras tampannya. Bukan senyuman tulus dari dalam hatinya, tapi lebih ke senyum formal antar para relasi. Menyaksikan sang mempelai wanita yang akhirnya mengikat janji suci bersama pria lain, setelah hilang darinya bertahun-tahun lamanya.

Dengan air mata yang mengumpul di pelupuk matanya, ia pun memberanikan diri naik ke atas panggung. Bisa ia rasakan, dadanya yang kian menghimpit. Bersamaan dengan dirinya yang mendekat pada kedua mempelai.

"Terima kasih sudah mau menyerahkannya padaku. Aku berjanji, akan menjaganya dengan baik, Dean," kata sang lelaki sembari mengelus tangannya lembut, ketika Dean datang menyaliminya.

Ingat! Hanya menyalimi dan tidak mengucapkan selamat. Karena sekarang, Dean tak sanggup 'tuk melakukannya. Untuk membuka suara saja ia tak sanggup. Apalagi, mengucapkan selamat kepada sosok yang tidak seharusnya berada di sana. Terlebih, tidak bersamanya.

Sekuat tenaga Dean berusaha menahan dirinya agar tidak menangis, di hari spesial mantan kekasihnya. Mantan kekasih yang akan selalu menjadi cinta pertamanya setelah maminya. Apalagi, setelah momen-momen yang telah mereka lewati bersama. Tidak hanya berhari-hari. Tapi, selama setahun lebih.

Dimulai dari dirinya yang terlambat sekolah hingga dihukum berjemur bersama gadis yang dicintainya. Ya, saat kali pertama Aqila mendekati dirinya dan mencium pipinya untuk pertama kalinya. Menggendong dirinya ketika mengalami hipotermia. Sampai liburan terindah selama sepekan di Labuan Bajo, berdua. Sebelum akhirnya, Aqila bertemu lelaki yang kini menjadi suami mantan kekasihnya.

"Aqila ...," panggil Dean agak lirih.

Aqila tersenyum lebar. Terlihat jelas kebahagiaan yang terpancar dari wajah ayunya. Petanda pernikahan ini dilakukan sesuai kemauan keduanya, tanpa adanya paksaan. Tanpa merasa canggung, dan justru terlihat santai, Aqila memeluk Dean. Menepuk punggung lelaki itu beberapa kali.

"Terima kasih sudah mau datang dan menjadi bridesmade di acara pernikahanku. Semoga kamu segera dipertemukan dengan wanita yang lebih baik dariku. Sekali lagi, terima kasih untuk cinta monyet dan masa putih abu-abunya," kata Aqila seraya tersenyum manis. Tanpa mengetahui jika lelaki di depannya semakin 'berdarah-darah', karena ucapannya.

Cinta monyet? Jadi, Aqila selama ini tidak pernah menganggap janji dan pernyataan cintanya serius? Sekuat tenaga Dean tidak goyah dan menangis di tempatnya sekarang juga.

"Entahlah, mungkin akan sulit. Kalau tahta di hatiku dari dulu sampai sekarang belum tergeserkan," kata Dean agak parau.

Dalam sekejap, Aqila menurunkan senyumannya. Seketika ia merasa bersalah dan canggung.

"Ahaha ... iya, terkadang cinta pertama sulit dilupakan. Aku yakin, kamu bisa segera menemukannya," kata suami Aqila yang melihat adanya aura kecanggungan di antara mereka.

Dean sendiri hanya tersenyum tipis. Sebelum memutuskan untuk turun dari atas panggung. Tiba-tiba saja, alam bawah sadar merenggutnya. Ya, lagi-lagi Dean harus merasakan sakit hingga mengguncang jiwanya kembali.

🌱🌱🌱

Apa kubilang! Kalo kalian minta lanjut, malah bakal liat Dean yang makin menderita🥺

Kalian kuat?

So, ini baru prolognya. Bagi yang gak kuat Dean menderita, bisa tinggalin cerita ini

Juga, jangan lupa follow wpku, vote, dan spam komennya! Thank you🥰

Juga, jangan lupa follow wpku, vote, dan spam komennya! Thank you🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pic : Dean yg berusaha untuk tegar

24 October 2022

DEQILA Story 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang