(-2)

978 165 21
                                    

first love — nikka costa



"Markkkkk berangkat ayok!"

Gadis berpipi gembil itu mendengus serta bersedekap dada di atas sepeda gunung miliknya, saat sang pemilik rumah tak kunjung keluar padahal ia sudah berteriak ke sekian kali.

Hari ini— Chanisa dan Mark akan mengikuti mpls hari ke satu pada sekolah menengah pertama, umur mereka sudah memasuki usia remaja omong-omong.

Bukan anak kecil yang merengek ini itu untuk meminta permen yupi lagi, secara sifat pun sudah berbeda tetapi tidak begitu kontras pada Chanisa.

Dia masih berisik— ini pendapat Mark.

Sejak hari pertama mereka bertemu— di titipkan nya Mark mereka masih saja berteman. Dari taman kanak - kanak sampai sekolah dasar, semua sekolahnya sama hingga kini smp pun tetap satu sekolah.

Jelas, alasan utama karena mereka dekat.

Tetapi Mark tumbuh menjadi pribadi yang lebih dingin, tidak menyukai orang yang cerewet, apalagi gendut.

Karena menurut Mark, kalo gendut berarti orang itu malas.

Sayangnya itu semua ada pada Chanisa. Gadis gembil itu tumbuh menjadi semakin gembil dan juga tambah berisik, sifat cerewetnya juga makin melebihi mama nya— ini masih pendapat Mark.

"Sabarr Chan, masih pagi juga." desis nya kesal sambil mendorong sepeda nya keluar dari garasi.

Chanisa tersenyum,"ya emang ngga sabar!"

Sebelum gadis gembil itu membuka permen yupi dari dalam saku, lalu mengarahkan permen nya ke arah mulut sang sahabat saat Mark sudah tepat berada di sampingnya.

Ini seperti kebiasaan dari kecil.

Mark memasukan yupi tadi ke mulut nya sambil mengecek sepeda, setelah itu menaiki nya. Celana bahan merah Mark terlihat makin ketat, bukti nyata bahwa Mark tumbuh dengan baik.

"Let's goooooo!!!!" teriak Chanisa dan melajukan sepedanya keluar dari pekarangan rumah Mark.

Di ikuti sang pemilik rumah dari belakang.

.
.
.

Dari awal masuk ruangan graha loka adiwiyata, Mark sudah jelas manjadi banyak sorotan. Ini bukan sekolah elite, dengan bayaran berjuta-juta tapi hanya sekolah biasa.

Wajar jika mereka merasa aneh, ada anak berwajah tampan dan bau uang masuk ke dalam sekolah ini.

Banyak alasan mengapa mama Tya tak menyekolahkan Mark di sekolah elite, salah satunya agar Mark juga bisa menikmati masa remaja dengan bebas.

Bukan hedon, Tya kurang suka.

Sedangkan Chanisa hanya tetap diam dan berjalan pelan mengikuti Mark di belakang, sedikit berjarak karena jujur gadis itu kurang nyaman.

Perkataan-perkataan mereka membuat ia jengkel.

"Beruntung banget dia bisa temenan sama cowok itu ya."

"Lah emang kenapa?"

"Cowok nya kan ganteng, coba kalo kita kan ngga mungkin."

"Iya ya kayaknya dia udah pake keberuntungan nya seumur hidup."

Alay banget sih, kaya ngga pernah liat orang ganteng— gitu batin Chanisa.

"Chan." Panggil Mark sebelum tangan nya menarik Chanisa untuk duduk.

Habisnya, malah bengong aja bukan nya duduk.

Chanisa pun menurut untuk duduk manis, namun belum sempat duduk tenang sudah ada yang mengajak kenalan.

Pwretty Insecuriety. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang