02. Perbudakan Auntinum

13 2 0
                                    

Arcanda mengantarkanku pada pesisir laut, dia menyerahkan kendi kecil yang berisikan darah sebagai bekal. Matanya menyiratkan makna bahwa dia tak merelakanku untuk pergi.

Arcanda, tidak tahu siapa dia yang kutahu dia hanya tangan kanan Ignor yang mempunyai empati tinggi padaku.

Tidak akan pernah kulupakan semua kebaikannya, suatu saat nanti aku akan menemuinya kembali dengan sebuah hadiah serta ucapan terimakasih.

Aku memberitahunya melalui senyuman bahwa aku akan baik-baik saja tanpa pengawal.

Sekarang saatnya, dimana sesosok gadis vampir akan melanjutkan perjalan hidupnya dengan sendiri. Bagiku ini adalah awal dari kedewasaan, tanpa campur tangan dari orang-orang yang masih menganggapku gadis kecil.

Aku memeluk Arcanda sebagai salam perpisahan, satu-satunya vampir kepercayaan yang sudah menolongku dari kematian.

"Jaga dirimu baik-baik, aku percaya padamu Asteria."

Air mataku nyaris hampir jatuh lagi tapi tak ada waktu untuk menangis. Sebab aku harus mengejar kapal yang sudah mau berlayar itu.

"Terima kasih, Paman!" teriakku seraya berlari menjauhinya.

Dia mengangguk lemah memberiku lambaian tangan.

Aku mencoba lari secepat mungkin agar bisa mencapai belakang kapal lalu melompat dan mendarat pada geladak belakang, dengan meneliti sekitarku untuk memastikan bahwa tak ada yang benar-benar melihat aksi heroik gadis vampir ini.

Dirasa sekitarku aman dengan tenang aku berdiri untuk merapikan jubahku yang tertekuk, namun tepat ketika berbalik badan salah satu Abk kapal mengagetkanku. Sialan aku harus bagaimana sekarang, aksiku tertangkap basah olehnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" katanya dengan tatapan mengitimidasi.

Aku mencoba untuk setenang mungkin, tidak ingin mengundang kecurigaan terhadapnya.

"Hei! Rupanya kau di sini! Aku mencarimu dari tadi!"

Seseorang muncul di belakang Abk itu, menghampiri kami berdua.

"Maaf, temanku tersesat karena mencari letak toilet." Dia berkata dengan menampilkan senyum ramah.

Lelaki dengan aroma kayu manis, berpenampilan layaknya seorang pemburu seseorang yang mencoba menolongku.

"Baiklah... Jaga temanmu, jangan sampai para monster laut memakannya!" serunya lalu pergi meninggalkan kami berdua.

Aku menghela nafas lega, tak dipungkiri rasanya mengendap-endap  pada kapal Auntinum milik Esco membuat adrenalinku bergemuruh.

"Terimakasih."

Dia menoleh, menatapku dengan serius. "Dari wilayah Theodara?" katanya.

Bagaimana dia tahu asalku dari Theodora.

"Sudah jangan banyak berpikir. Kau mengenakan kalung kumbang emas, sebagai salah satu simbol warga Theodara." Dia berjalan, menyuruhku untuk mengikutinya. "Alangkah baiknya kau lepaskan. Daripada kejadian tadi terulang kembali, lebih tepatnya kau tak bisa pulang."

Aku mengerti kenapa Abk itu menatapku curiga. Bahwa dia sudah melihat dan tahu dari mana aku berasal.

Aku melepaskan kalung itu memilih untuk menyimpannya pada saku jubahku. Memang seharusnya kalung ini sudah kubuang, sudah tidak ada lagi darah Theodora yang mengalir pada tubuhku. Golok itu menghancurkanku sebagai vampir suci.

"Kau dari Esco?" tanyaku pada lelaki yang sudah menyelamatkanku.

Dia mengangguk, "Aku bosan jadi aku memilih untuk berjalan-jalan saja menaiki kapal ini."

De EscoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang