Merry POV.
Ah! Sialan tuh orang! "Woy, berenti!". Gila tuh copet larinya kencang banget sih!. Untung punya aku nggak gede gede amat, jadi nggak bakal ada inflasi dan deflasi susu hari ini.Aku nggak boleh kehilangan tas itu. Ibu, merry janji bakal nyari ayah sampe ketemu.
"Copeeett, copeeeett!!"
Ya ampun, ini kan udah malam pantesan jalan sepi.
Kupercepat kecepatan lariku, aku benar-benar tak boleh kehilangan tas itu.
Wa..wa..wa.. Tiba-tiba seseorang membuka pintu mobilnya, dan akhirnya karna jarak aku dan pintu mobilnya yang terbuka kurang lebih satu meter lagi...
DUK!
Aku terjatuh ke belakang.
Aku yakin kepalaku pasti benjol atau mungkin berdarah, karna sepertinya sudut pintu mobil yang lumayan tajam itulah yang kejedut dengan kepalaku.
Aku mulai pusing. Aku tak bisa melihat wajah pemilik mobil itu dengan jelas, semua menjadi samar-samar.
Aku nggak boleh pingsan. Aku terus berusaha untuk memfokuskan mataku lagi. Tapi, semua sia-sia.
"Orang itu..." Kataku pelan sambil berusaha mengangkat tanganku untuk menunjuk si copet itu. Tapi, aku tak kuat lagi. Mataku mulai menutup dan tubuhku akhirnya terbaring di pinggir jalan.
Dika POV.
"Mba ?? Bangun mba. Yaelah, pake pingsan segala lagi ni orang."Aku melihat ke sekeliling, tak ada seorangpun kecuali mba yang pingsan ini.
"Ah, bodo amat lah. Lagian siapa suruh dia nabrak pintu mobil gue."
Aku balik ke dalam mobil setelah mengecek ban mobil.
"Tancap gas!"
Belum ada 3 meter dari tempat tadi, aku langsung nginjak rem, mundurin mobil lalu keluar dan menuju ke mba yang pingsan tadi.
Jidat dan sikunya berdarah.
"Kasian juga kalo dibiarin ni orang"
Aku menggulunh lengan kemeja lalu mengangkat dia masuk ke dalam mobil.
"Duh, berat."
Setelah sampai di sebelah kanan mobil, aku membuka pintu mobil lalu ngeletakin dia di kursi tengah dalam posisi baring. Setelah itu, aku langsung masuk ke dalam mobil.
Aku melihat ke kiri kanan, "mampus gue, daerah ini kan jauh dari rumah sakit. Ah, dari pada makin parah gue obatin aja lah di rumah." Sambil memasang seatbelt.
Rumahku cuma 10 menit dari sini, jadi lebih baik bawa ke rumah, dan ini bukan modus. Ngapain sama mba-mba jelek begitu.
Sepanjang perjalanan, hanya suasana hening yang tercipta.
Setelah sampai di depan rumah, aku langsung keluar dari mobil buat buka pagar.
Aku paling malas kalo pake satpam. Kerjaannya molor mulu.
Setelah memarkirkan mobil, aku langsung ngangkat mba-mba ini keluar dari mobil.
"Mbok, buka pintu" masih berdiri di depan pintu sambil ngangkat mba-mba tadi.
Tak lama kemudian, si mbok langsung bukain pintu dan langsung memasang muka terkejut sambil nutup mulut pake telapak tangan kanan dan ngelototin aku yang lagi ngangkat mba-mba tadi.
"Ini sopo den ?"
"Dika nggak tau mbok."
"Lho kok bisa nggak tau gitu den ?"
"Panjang ceritanya mbok." Sambil ngeletakin mba-mba tadi di atas sofa di ruang tengah.
"Mbok, tolong diobatin dulu ya mbok lukanya, dika mau mandi dulu."
"Oke den."
"Makasi ya mbok."
"Sama-sama den."
Aku langsung ke kamar ngeletakin tas lalu ke kamar mandi.
Aku di rumah cuma berdua aja sama mbok resti. Mbok resti udah aku anggap keluar sendiri, dia kerja di sini udah hampir dari setengah umurnya, yaitu hampir 25 tahun. Semenjak suami dan anaknya meninggal karna kecelakaan, mbok resti jarang pulang kampung karna nggak ada keluarga yang diunjunginya. Sedangkan, makam suami dan anaknya ada di Jakarta, jadi mbok resti bisa kapan aja ngunjungin makam suami dan anaknya.
Tepat jam 10 malam. Aku sedang baring-baring di kasur sambil nonton tv.
Tok.. Tok.. Tok..
"Den, itu mbanya dibiarin aja di situ ?"Ya ampun, aku lupa. Mba yang tadi.
"Iya mbok, ntar." Aku langsung turun dari kasur lalu buka pintu kamar.
"Biar dika aja mbok yang ngurus itu, mbok istirahat aja. Mbok pasti capek."
"Ya udah kalo gitu den, mbok tidur dulu ya."
"Sip mbok."
KAMU SEDANG MEMBACA
My F/Luck Love
RomanceTak ada yang tahu akhir dari kisahku, bahkan aku pun tak tahu.