New York. 1900.
"Masuk."
Sasuke merapikan tumpukan berkas lamaran daftar pekerja baru dari hotel Astoria. Membaca satu-satu berkas lain dan menggores tinta, cukup sibuk.
"Bukankah Anda terlalu memaksakan diri?"
Suara pemilik ciri khas merah muda mengalun, sosok itu menaruh minuman di pinggir meja kerja Sasuke. Pakaian wanita informal, bergaun putih dengan balutan suit hitam dan topi kecil.
Pandangan awal itu terpusat pada minuman dan kembali pada sosok di depan--istrinya. Sasuke tersenyum samar, berhenti sibuk pada dunia kerja sementara.
"Aku mengira rekan dari Britania raya sudah datang."
Sakura menggeleng, "Tidak, hanya aku yang datang dengan minuman."
"Kau bisa menyuruh pelayan," saran Sasuke, tidak mau Sakura melakukan pekerjaan.
"Hanya minuman, aku bisa memberikannya padamu sendiri." Sakura tersenyum dibalik sifat keras kepalanya, dia menyentuh ujung cangkir. "Minumlah dulu," suruh Sakura.
Sasuke meminum. Kehangatan dari mulut menjalar ditenggorokan, sangat pas dilidah.
"Kau sedang melakukan apa?" tanya Sakura, mendekat pada suaminya.
"Kemari." Sasuke mempersilakan Sakura mendekat. Memperlihatkan dokumen khusus yang ingin di perlihatkan pada Sakura.
"Aku memperkerjakan arsitektur kenamaan dari firma G. W & W. D Hewitt bersama ratusan pekerja." Sasuke memberitahu rencananya.
"Mereka? Untuk apa?" Sakura mengernyit.
"Aku ingin membangun rumah singgah terbesar di Amerika untukmu. Rencananya di pulau hati. Di pulau itu akan terbangun tiga bangunan utama yaitu Alters Tower, kiri, Boldt Castle, tengah dan Power rumah, di sisi kanan."
"Di dekat Sungai Saint Lawrence?" Sakura menutup mulut tidak percaya.
Istrinya terkejut. Sasuke menyentuh telapak tangan Sakura, kemudian merangkum wajah Sakura. "Ya, untukmu. Pembangunannya di mulai tahun ini, mungkin selesai saat pernikahan perak."
Sasuke sedikit bercanda di akhir kalimat. Sakura diam, kehabisan dalam berkomentar. Sasuke terlalu melakukan banyak hal. Baru beberapa minggu sejak taman terbengkalai Manor House dirawat kembali atas permintaannya, dan kini Castle...
"Kau terlalu melakukan banyak hal."
Sakura memeluk Sasuke lebih dahulu. Menangis di sana. Dapat dirasakan balasan dekapan lebih erat. Sakura sering menangis empat tahun belakangan ini, tetapi bukan kesedihan melainkan karena kebahagian.
"Kau tidak akan marah kan?" tanya Sasuke, takut Sakura tidak suka akan rencananya.
Sakura tersenyum, menggeleng pelan. "Tidak. Aku akan menantikan castle-nya."
.
Manor House. 1904.
Derap langkah bersamaan datang dan masuk ke dalam rumah. Sasuke baru datang bersama rekan kerja juga kepala pelayan, dia baru dari Philadelphia setelah mengurus bisnis di sana kurung waktu dua minggu.
Di ruangan tengah banyak orang yang berkumpul. Itu kerabat jauh dan dekat. Sasuke masuk, terjadi keheningan saat dia muncul. Atensi hitam mencari sosok kecil di kerumunan kerabat.
Sasuke mendekat, mengambil putri kecilnya yang berusia tiga tahun dari tangan kerabat. Tanpa berbicara dan menanyakan keadaan yang lain, Sasuke meninggalkan ruangan. Pergi menuju kamar utama bersama putrinya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Sasuke pada dokter perempuan yang keluar dari kamar utama, berpapasan di depan pintu.
"Dia melemah, penyakit yang menyerang tidak memberi waktu banyak," ucap dokter itu, lirih.
Wajah Sasuke tidak bisa dikontrol, dia mengangguk mengerti dan meninggalkan dokter tanpa ingin tahu lebih lanjut bagaimana.
Di dalam ruangan, hanya ada mereka bertiga. Sasuke melihat Sakura terbaring di kasur mereka. Wanita itu tersenyum manis seolah tidak terjadi apa-apa. Sasuke menempatkan Sarada di samping Sakura, membiarkan Sakura menyentuh pipi gembul putri mereka.
"Anak yang pintar," puji Sakura pada Sarada, menahan sakit ditenggorokan.
Sasuke tidak melakukan sesuatu. Diam memperhatikan Sakura menyentuh Sarada. Tangan Sakura kurus, seperti pertama kali Sasuke melihatnya mengambil air di dapur belakang.
"Jangan menyalahkan dirimu..." Sakura menyentuh tangan Sasuke, menghentikan lamunan suaminya. "Tidak perlu berpikir aku sakit karena kau tidak ada di sini dua minggu."
Sasuke tetap tidak mau menatap dan membalas genggaman tangan Sakura. Sosok itu memalingkan wajah, menatap jendela. Sakura mengulum senyum karenanya.
"Aku sakit karena sudah waktunya," ungkap Sakura menghibur, mengembuskan napas tidak beraturan.
"Jaga Sarada," pesan Sakura.
Sasuke diam. Bibir itu rapat, tidak mampu menanggapi apapun. Dia memandangi wajah pucat Sakura, membalas genggaman tangan Sakura. Lalu beralih mengusap rambut-rambut Sakura. Sakura memejamkan mata menikmati sentuhan hangat, hingga napasnya tidak lagi terdengar.
Sakura telah pergi.
Sasuke tetap diam. Isak tangisan tidak keluar dari mulut, dia memandang wajah pulas yang tertidur selamanya itu dengan tatapan meneduh, menahan segalanya.
"Kau tidak akan sakit lagi Sakura," ucap Sasuke, serak.
.
Hari berubah menjadi mendung selama dua hari ini. Sasuke memakai setelan jas hitam, baru pulang dari acara pemakaman. Pakaiannya basah, sudah berapa kali kepala pelayan menyuruhnya ganti, tetapi Sasuke menolak, lebih memilih untuk pergi ke ruangannya.
Di ruang kerja. Warna ruangan ini telah berubah dari dua tahun lalu, menjadi lebih lembut karena Sakura dan Sarada sering mampir dan bermain di sini. Ada lukisan di belakang kursi kebesaran Sasuke, itu lukisan pertama Sakura, Sarada dan Sasuke dua tahun lalu.
Di atas meja kosong. Biasanya ada secangkir minuman bersama patung lilin mainan Sarada di sana.
Sasuke mengusap wajah. Tidak tidur selama sibuk mengurus pemakaman. Dia mengambil kertas berstempel dari laci dan menarik pena tinta, menulis sesuatu di sana atas nama Wiliam D--firma G. W & W. D Hewitt.
Hentikan pembangunan castle.
KAMU SEDANG MEMBACA
HISTORI (END)
Ficção Histórica1884. 1887. 90⁰. República Portuguesa. Kasta. 1900. 2022. ( SasuSaku )