10 Singanala

10 11 0
                                    

2 bulan telah berlalu semenjak aku berpisah dengan Vivian dan Merlin di Tintagel untuk mengepung Loegia yang sedang sekarat. Bersama dua Ksatria Sihir baru Titania, Lancer Heliabel dan Healer Perihelia, tim kami berhasil menyerang tiga kastil Loegia dan membuat mereka mundur hingga ke Camelot.

Aku telah berada di selatan Camelot dan memberitahu kelompok Vivian untuk menyerang duluan. Ketakutanku pada Singanala membuatku tidak berani berada di posisi depan.

Tapi aku mulai khawatir. Jika laporan berikutnya datang, mungkin aku akan pergi menyusul mereka.

Malaikat yang bertugas melaporkan kejadian Camelot akhirnya datang. Semoga yang lain masih baik-baik saja.

"Hah!? Mereka berhasil merebut Camelot dan sedang memojokkan Singanala yang sekarat di Jembatan Trent!?"

I-Itu diluar perkiraanku!

"Heliabel, Perihelia, jaga Camelot supaya tidak ada yang kabur! Aku akan pergi ke Trent!"

"Baik!"

Jembatan Trent adalah jembatan yang menghubungkan Loegia dengan daratan Utara, juga menjadi tempat dimana Merdraut membunuh Raja Utara terdahulu, yang kemudian menjadi awal pengkhianatannya. Agak ironi tempat yang menjadi simbol permulaan menjadi akhir bagi sang mantan jendral.

Di atas jembatan, telah terlihat sosok yang tidak kulihat selama dua bulan.

"Vivi! Merlin!" Teriakku kepada mereka.

"Kakak!"

"Ratu!"

Di depan mereka, sang Kaisar Iblis telah tertunduk lemah. Wajahnya benar-benar seperti Ketua Nala, walau rambutnya kini terurai karena ikatannya lepas.

Dia melihatku, tatapan tajam seperti Ketua yang langsung membuatku takut setengah mati.

"Kau.. He, jadi begitu. Jadi Ratu Peri yang dimaksud itu kau.. Haha.. Harusnya aku membunuhmu malam itu.."

Aku tidak bisa berkata apa-apa jika dia menggunakan wajah Ketua.

"Bunuh aku.. Akhiri ini.."

Aku.. Tidak bisa. Tidak dengan wajah itu. Aku memang takut dengan Ketua, tapi aku tidak membencinya. Jauh dari lubuk hatiku, aku sangat menghormatinya.

Medraut mencoba berdiri. Tubuhnya diselimuti petir merah. "Aku tidak mau kalah seperti ini!"

Medraut menembakkan panah dari Clarent. Kilat hitam melesat ke arahku.

"Kakak!"

"Agh!"

Di belakangku, Lancelot mundur dengan panah menancap di bahunya. Tangannya memegang sebuah pisau. Dia ingin membunuhku, dan Medraut menyelamatkanku.

"Sialan kau, Medraut!"

Lancelot mengeluarkan panah api dari pisau itu dan menembus tubuh Medraut. Sang Kaisar roboh.

"Cih! Harusnya kau mati saja disini, Ratu Peri! Medraut hanyalah awal! Kekacauan akan terus berlanjut hingga menyelimuti seluruh Britania! Hahaha!"

Sang Ksatria Api lenyap.

"Ketua Nala!" Aku berlari kearah Medraut yang sudah tersungkur. Dia tidak lagi bisa bergerak. "Bertahanlah!"

"Apa maksudmu bodoh? Aku musuhmu. Aku membunuh ayahmu. Kau harusnya senang."

Aku bukan Arthur yang asli. Aku tidak punya alasan untuk marah. Aku hanya menggunakan latar belakang sang pangeran. Aku adalah Marika. Dan yang terlihat di depanku ini adalah Ketua Nala.

"Berhati-hatilah dengan Lancelot.. Dia memiliki teman lain.. Teman yang menghasut raja untuk mengira jika aku adalah pengkhianat.. Alasanku melakukan semua ini karena aku tidak ingin mati dengan tangan terikat.. Aku seorang pejuang.. Dan kau adalah pemimpin.. Kau memiliki kualitas itu.. Jadi lakukanlah apa yang bisa kau lakukan.."

Pedang Clarent milik Medraut mengeluarkan cahaya terang, begitupun dengan kedua pedangku. Ketiga cahaya itu menyatu dan menjadi sebuah pedang baru berwarna keemasan.

"Itu.. Excalibur," ucap Merlin. "Dahulu, ada seorang pemuda yang tersesat di hutan peri. Sang Ratu Peri kala itu, Avalon, melihat sang pemuda dan jatuh cinta. Agar bisa hidup bersama, sang Ratu harus melepas keabadiannya dan menjadi manusia biasa. Dan sebelum berubah menjadi manusia, dia ingin mewujudkan keinginan terbesar sang pemuda. Pemuda itu-pun mengatakan jika dia berkeinginan untuk menyatukan Britania. Ratu Peri tahu jika itu hal yang mustahil karena saat itu Britania dipenuhi makhluk kegelapan, tapi karena cintanya kepada sang pemuda, Ratu Peri-pun mengorbankan dirinya untuk menjadi pedang yang mewujudkan harapan. Walaupun sedih sang Ratu telah tiada, pemuda itu tetap berusaha untuk mewujudkan impiannya. Sang pemuda berhasil menyatukan Britania. Dia adalah Ksatria Sihir pertama. Setelah menyatukan Britania, dia mengembalikan Excalibur ke danau tempat dia bertemu Avalon. Semenjak itu, tidak ada lagi yang pernah melihat sang pemuda, maupun pedang itu."

Pedang yang mewujudkan harapan..

Aku menatap sang Kaisar. Dia telah menghembuskan nafas terakhir. Pesannya telah disampaikan. Tapi yang tertancap dalam pikiranku adalah ucapan terakhirnya. Pada akhirnya, Medraut memang peduli pada Arthur. Hubungan mereka mirip seperti aku dan Ketua.

Dia bukanlah Ketua. Dia adalah Medraut dengan tubuh Ketua. Berbanding terbalik dengan aku yang menjadi Arthur.

Karena melihat Ketua, aku lari dari takdir Arthur. Trauma yang Ketua berikan membuatku takut untuk melawannya. Dia sangat tegas kepada semua orang, tapi sebenarnya dia sangat baik. Hanya dia yang tidak melihatku dengan tatapan aneh. Baginya, nilai seseorang diukur dengan kemampuan yang dia punya, bukan dari kebiasaan yang dia lakukan. Dia memang melihat orang lain dengan tatapan merendahkan, tapi dia juga yang paling tahu kemampuan seseorang. Sosok ratu yang sebenarnya.

Nilai seseorang diukur dari apa yang bisa dia lakukan, bukan dengan apa yang dia miliki. Aku mengajakmu bergabung dengan OSIS karena aku tahu kau memiliki kemampuan untuk itu.

Aku selalu berpikir bahwa dia memaksaku masuk OSIS. Tapi jika dipikir-pikir, hanya dia yang mengakui kemampuanku itu.

Aku telah meninggalkan Ketua Nala di dunia sebelumnya. Dan Nala dunia ini telah meninggalkanku. Tapi pesannya akan selalu kuingat.

Dengan Excalibur ini, aku akan melakukan apa yang kubisa.

-------

Chapter 10 Singanala
835 kata

24-09-2022
30-09-2022 (Revisi)

Faerie Princess On Battlefield (Putri Peri Di Medan Tempur) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang