LOVE MAZE [LOST for LOVE season2]

Love Maze~6

Pagi hari nan cerah, kicau burung riuh di luar sana membuat terusik yang tengah terlelap dengan nyaman di dalam gulungan selimut. Menggeliat tak nyaman di dalam dekapan hangat yang sejak semalam menjaganya dalam mimpi bersama.

Manik lembut berbalut sipit mencoba terbuka, telinganya yang kecil berusaha mengumpulkan kicauan yang semakin jelas terdengar membuatnya semakin tersadar dari lelap.

"Unghh" lenguhan pelan karena rasa berat di atas perutnya yang ramping. Lengan yang tak asing, sering membaginya hangat juga rasa nyaman. Jungmin tersenyum tipis, mengusap lengan Jungjee lalu menduselkan wajahnya di dada sang hyung. Mengendus wangi khas dari saudara kembarnya.

"Hei.. itu geli Jeon Jungmin"

"Eh, hyung sudah bangun ?" Jungmin terkejut setelah suara serak Jungjee terdengar.

"Hmm"

"Tumben, biasanya hyung malas bangun pagi" ledek Jungmin karena memang tidak ada sejarahnya Jungjee bangun pagi seperti ini.

"Karena, hari kita akan pergi ke berkeliling ke tempat di mana Mommy dan Daddy bertemu lalu mereka saling jatuh cinta. Apa mimi sudah siap ?"

"Hmm.. tentu hyung, Mimi tidak sabar" pekiknya senang.

Keduanya pun bergegas bersiap, mengganti pakaian dan juga membawa bekal minum seperlunya karena Jungjee tidak tahu betul keadaan di pulau ini dan ia tidak ingin adik kesayangannya kehausan nanti. Hanya beberapa informasi dari uncle Mingyu juga uncle Namjoon yang Jungjee kumpulkan beberapa waktu terakhir tidak cukup membuatnya yakin jika keadaan di pulau ini persis yang mereka ceritakan. Memang bangunan kecil yang mereka tempati sejak kemarin sangat nyaman tapi tetap Jungjee harus sedia payung sebelum hujan.

Dua pasang kaki berbalut sepatu putih berjalan beriringan. Deru segar angin pagi bercampur dengan embun yang berguguran dari pucuk daun menimbulkan rasa damai. Kicau burung riuh menyambut hangat sinar surya, menyalurkan rasa bahagia.

Dua sudut bibir Jungjee naik, senyum yang mengukir lubang kecil di satu pipinya saat adik kesayangannya berjalan terkadang melompat di samping nya. Tangan mungil itu ia genggam erat. Rasa sayangnya pada Jungmin bukan lagi rasa ingin menjaga, namun rasa takut kehilangan, rasa tak rela jika adik kesayangannya di miliki orang lain.

Jungjee tahu, sangat paham hukum silsilah keluarga. Jungjee mengerti dengan baik norma kehidupan di dunia. Namun hatinya menolak, akalnya membelok dengan keras.

Ia tau tak akan ada jalan di depan sana untuk rasa yang ia pupuk, mungkin hanya seutas tali sebagai jembatan yang akan ia lewati. Kuat atau rapuh,
Ia akan tetap melewati nya bersama Jungmin. Raga yang menyimpan juga separuh jiwanya. Waktu yang lama bersama si mungil ini yang membuat Jungjee semakin takut kehilangan.

"Apa kau merasa dingin ?" merapikan syal berwarna hijau mint yang mangalung menghangatkan tubuh Jungmin.

"Tidak hyung, jangan khawatir. Mimi selalu percaya semua akan baik-baik saja saat hyung bersama mimi" sabit indah yang selalu membuat Jungjee resah timbul di iringi kikikan gemas. Tinggi badannya yang hanya sejajar dengan telinga Jungjee itu bergelayut manja. Hal yang sangat Jungjee suka dari adik manisnya.

Hatinya akan menghangat saat satu kata membutuhkan keluar dari bibir Jungmin. Ketergantungan yang akan membuat mereka semakin tak terpisah. Saling mengasih dengan setiap denyut nadinya. Harapan Jungjee, remaja yang kukuh dengan segala keegoisan di otaknya.

Bising suara air yang berlomba jatuh ke  bumi membuat langkah mereka terhenti.
Udara semakin sejuk, angin yang berhembus ringan membawa serta air sejuk dari juntaian indah ciptaan Tuhan. Tepat di depan mata mereka.

"Ommoooo !" mata Jungmin membulat sempurna, bibir tebal seumpama bibir Jimin terbuka hingga menganga. Keindahan tak terhingga kini di depan mata. Jauh melampaui apa yang membayangi pikirannya setiap kali Daddy-nya bercerita.