Bab 1

228 26 8
                                    



"Dokter Selin?"

Wanita berambut panjang itu mendongak, tersenyum kepada perawat yang membantunya.

"Ini pasien terakhir untuk hari ini, semnagat."

"Oke, terima kasih."

Selin membaca record kesehatan milik pasien terakhirnya, langsung menuju masalah utama yang menganggu pasien itu. Tumor sudah berukuran lumayan besar, pasiennya ini benar-benar ingin dioperasi ketika kondisi sudah kritis. Ini tidak akan mudah, apalagi usia pasien ini sudah melebihi setengah abad.

"Silahkan," perawat mempersilahkan pasien masuk.

"Selin?"

Merasa namanya dipanggil dia mendongak pada sumber suara. Selin mengatupkan bibirnya ketika melihat siapa yang menyapanya.

"Ternyata benar Selin, wah jadi dokter hebat sekarang. Bahkan mau operasi Ibu, Ibu jadi tidak kuatir lagi."

Bibir Selin membantuk senyum tipis, "Bagus kalau Ibu tenang, optimis adalah salah satu hal yang dibutuhkan untuk operasi." Katanya, matanya melihat kepada pria yang mengantarkan wanita paruh baya itu.

Jujur saja Selin malas bertemu lagi dengan mereka, mantan pacar yang meninggalkannya untuk menikahi wanita lain. Padahal dulu mereka pernah bermimpi bersama merancang masa depan, pun dengan wanita paruh baya itu yang sudah dia anggap seperti Ibu sendiri dan yang sudah memperlakukannya sebagai anak sendiri.

"Jadi ini adalah hasil CT scan thorax...," Selin menjelaskan hasil CT Scan dan bagian mana yang harus dioperasi dengan bahasa yang paling mudah untuk dimengerti. Meskipun nanti dia masih menjadi asisten karena jam terbangnya belum tinggi.

"Selin beraktik disini?"

"Iya Bu,"

"Kapan-kapan main ke rumah. Sudah lama sekali tidak main,"

Selin hanya melempar senyum.

"Oh ya, sudah menikah?"

"Belum Bu,"

Wanita paruh baya itu manggut-manggut. "Kapan-kapan main ke rumah. Nanti Ibu kenalkan dengan anak teman-teman Ibu atau teman-teman Tito juga banyak yang masih lajang.

"Ibu," pria yang sedari tadi bungkam itu akhirnya membuka suaranya. "Ayo pulang."

"Ishh tidak melihat Ibu senang sedikit," protes wanita itu. Dia tersenyum kepada Selin, "kalau begitu Ibu pulang dulu ya, jangan lupa main-main."

"Iya Bu." Selin menghembuskan napas lega ketika mereka pergi. Itu pasien terakhir dan cukup berat, dia tidak pernah menyangka untuk menangani orang yang dikenalnya, terlebih mantan. Tapi yah, dia harus profesional.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Selin menyesal menjadi dokter.

****

"O I,"

Pria itu meleirik pada gadis kecil yang berseru memanggilnya, itu bukan panggilan tidak sopan 'oi', gadis kecil itu berusaha memanggil tapi dengan kata-kata yang masih terbatas jadi terdengar seperti 'o' dan 'i'. "Apa?"

Gadis itu benar-benar kecil, hanya setinggi setengah dari betisnya. Tertatih-tatih gadis itu berjalan menghampiri Arki, memeluk kaki panjang pria itu. "O I..." katanya dengan nada khas anak-anak, kepalanya mendongak dengan senyum menggemaskan. Rambutnya yang minimalis dikuncir dua.

"Ada apa heum?"

"Nana, tadi katanya mau makan es krim."

"O I!" pekiknya jalan tertatih menuju pamannya yang lain, Kenzi. Arki menatap mereka dalam diam.

Cute HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang