Bab 15 - Cobaan

12 3 2
                                    

Yasmin menangis meraung-raung saat Galang dinyatakan tewas. Saat rasa cinta dan kasih sudah tertanam di hatinya, kenapa hal ini harus terjadi. Yasmin begitu menyesali. Ia menemui Bothynus dan memohon padanya.

"Tapi misiku sudah habis," jawab Bothynus.

Yasmin memelas, wajahnya sudah basah oleh air mata. Ia bertekuk lutut dan mencium kaki entitas di hadapannya.

"Hei, jangan begitu." Bothynus menjauhkan kakinya. "Berdirilah, kau tak harus sampai segitunya. Aku akan membantu." Sebenarnya ia ingin berpegang pada prinsipnya yang mementingkan diri sendiri, Bothynus diciptakan tanpa perasaan. Ia tidak memiliki rasa empati sama sekali, ia membantu selama ini hanya sekedar memenuhi misi. Namun, melihat keadaan Yasmin sekarang, rasanya membantu sekali saja tidak ada salahnya. Ia anggap bantuan itu sebagai hadiah kepada mereka sebelum ia pergi dan menghilang, tidak lebih.

Yasmin berdiri, berkali-kali ia mengucapkan terima kasih. Bothynus kembali menggunakan kemampuannya untuk menyelamatkan Galang, ia memundurkan waktu lagi. Akhirnya, Galang kembali hidup, tapi waktunya hanya mundur satu hari dan ini adalah kesempatan yang terakhir kali, jika terulangi nanti Galang maupun Yasmin harus terima nasib.

-: ✧ :-

Kelopak mata Galang perlahan terbuka, cahaya mulai masuk ke retina. Ia melihat langit-langit yang sudah tak asing, tak lain adalah kamar apartemennya sendiri.

"Oh, dia sudah bangun."

Mendengar ucapan Bothynus, Yasmin langsung menyambar masuk dan memeluk Galang. "Mas Galang, akhirnya ... Apa yang kamu ingat?"

Galang menatap Yasmin dan Bothynus dengan bingung. "Saya mati, dan kamu selamat. Tapi ... Kenapa sekarang saya di sini? Kalian bisa lihat saya?"

"Kau hidup lagi, aku telah mengembalikan waktu sehari sebelum kejadian." Bothynus tersenyum menatap Yasmin. "Ini terjadi atas permintaan istrimu, jika dia nggak memohon sampai nangis, mungkin aku sudah tak ada lagi di sini untuk mengulurkan bantuan."

"Kenapa kamu mengatakannya, kan aku minta diam." Yasmin membuang wajahnya yang merona karena malu.

"Galang perlu tau, kan? Kalau sebenarnya kau juga peduli padanya." Bothynus berdiri, melempar tatapan ke luar melalui kaca jendela di kamar itu. "Sudah waktunya aku kembali. Aku minta, besok kalian tetaplah di dalam ruangan. Setidaknya coba bertahan dalam satu hari, setelah itu serahkan semua pada takdir."

Bothynus menghilang, ia terbang kembali menuju angkasa tempatnya berada. Kemudian satu hari yang menegangkan juga mendebarkan itu telah tiba.

-: ✧ :-

"Yasmin, kenapa kamu bohongi saya, kalau sebenarnya kamu juga ingat semuanya."

Yasmin menghentikan sendoknya yang hendak menyuap makanan ke dalam mulut. "Mas Galang tau dari mana?"

"Dari semua yang telah terjadi. Dari Widian juga, ternyata dia sama seperti saya. Jika saat itu kita bertiga ada di tempat yang sama, yang ingat kejadiannya nggak hanya saya dan Widian, tapi kamu harusnya juga iya."

Widian juga ada di tempat yang sama...? Apa maksudnya, gue perlu waktu berpikir. Yasmin meletakkan sendok, ia meninggalkan dapur dengan wajah yang murung.

“Yasmin!” Galang seraya tertunduk, nafsu makannya entah mengapa jadi hilang. Lagi-lagi Yasmin tak mau menjawab. Apa saya salah bicara?

Burung merpati bertengger di pagar, udara pagi terasa segar. Dari balkon Galang dapat menikmati pemandangan pohon yang rindang, lapangan golf yang hijau, dan langit yang tiada batas. Galang membawa laptopnya dan duduk di sana. Mengerjakan pekerjaan dari rumah karena terhalang oleh situasi yang mendesak.

Tiba-tiba Yasmin datang ke balkon dan menemani Galang. Ia duduk bersanding dengan Galang.

"Mas, sekarang aku siap untuk cerita."

Galang menutup laptop dan menoleh. Ia ingin mendengarkan dengan baik.

"Awalnya aku kira hanya aku sendiri yang ingat semuanya. Tapi, mas Galang waktu itu bilang hidup lagi dan membuat semua perkiraan aku salah. Sebenarnya aku udah pengin jujur. Tapi, aku malah keterusan bohong karena takut mas Galang terus terbayangi sama kejadian naas itu kalau Mas tetap memikirkannya."

Galang memeluk Yasmin begitu lama. Ternyata, Yasmin juga telah mencemaskan banyak hal. Akhirnya Galang tak jadi marah karena Yasmin sudah tak jujur padanya.

"Setelah mengetahui kalau kita sama-sama mengalami dan mengingat semua ini, ayo sekarang jangan berjuang sendiri lagi. Mari kita berjuang bersama." Galang mengecup wajah istrinya.

"Tapi mas Galang, mulai sekarang ayo sama-sama berjanji dulu. Janji untuk tidak egois, menerima apa pun yang terjadi nanti dengan lapang dada. Pada kehidupan ini, jika sudah waktunya kita benar-benar dipanggil untuk meninggalkan dunia, kita tidak bisa melawan lagi. Jadi, jika nanti kita harus meninggalkan atau ditinggalkan, tidak apa-apa, itu bagian dari hidup. Satu yang aku tau, kita nanti pasti akan berjumpa lagi di keabadian."

Kendati Galang sempat terdiam sedih dan takut, ia mengangguk setuju dengan kalimat Yasmin. Mereka kemudian saling mengaitkan jari kelingking, mengikat sebuah janji. Hal ini mengingatkan tentang masa kecil yang manis, sebuah janji jari kelingking yang terkesan kekanakan justru sebenarnya sangat bermakna.

Galang terpikirkan sesuatu, kemudian ia tanyakan pada Yasmin. "Dulu, gimana kamu kenal dengan Widian?"

Yasmin akhirnya jujur, ia bercerita panjang. Dulu (sebelum hidup setelah mati) ia pertama kali dipertemukan dengan Widian karena pekerjaan. Mereka terlibat dalam drama romance dan akhirnya cinlok. Hingga suatu waktu pernikahan Yasmin dan Galang diungkap oleh orang lain, kejadian pemecatan juga sama, yang beda, dulu Yasmin langsung menceraikan Galang. Lalu berpaling pada Widian. Kasus pernikahan itu menutupi scandal lain yang justru lebih besar, yaitu sebenarnya Yasmin terjebak hubungan terlarang dengan Widian sebelum keduanya memiliki ikatan yang sah. Mereka melakukan kesalahan dan Yasmin hamil, tapi parahnya dulu Widian menyuruhnya untuk aborsi, pria itu mengaku belum siap jadi ayah. Padahal niatnya memang baik, agar Yasmin tidak dalam bahaya karena harus melahirkan keturunan makhluk Zero. Hingga sampai kemudian tiba kejadian waktu itu.

Saat ceritanya hampir selesai, Yasmin tiba-tiba mual. Ia lari ke kamar mandi. Galang mengekor.

"Hoek." Yasmin memuntahkan isi perutnya.
"Kamu kenapa? Masuk angin?" Galang memijit-mijit leher belakang Yasmin.

"Nggak tau, udah berhari-hari kek gini— hoek."

"Saya beliin obat, mau?"

"J-jangan, mas Galang tetap di sini aja."

"Saya nggak akan keluar jauh, apotek hanya empat langkah dari apartemen."

"Nggak usah," mohon Yasmin dengan suara yang lemah.

Akhirnya Galang mengalah. Ia meminta Yasmin untuk tidur, siapa tahu nanti setelah bangun ia lebih baik. Galang pun kembali ke balkon untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dikasih kantor, ia minta untuk bekerja dari rumah khusus hari ini–tanpa mengungkapkan alasan sebenarnya ia tidak bisa pergi ke tempat kerja–ia membuat alasan lain yang masuk akal.

Malam harinya, Yasmin minta dibelikan seblak, tapi harus yang dari Bandung. Ada-ada saja permintaannya.

"Yasmin, besok aja ya? Sekarang kan ujian kita masih belum berakhir."

Yasmin ngambek karena tidak dituruti. "Pokoknya jangan pulang kalau belum dapetin seblaknya. Awas aja kalau sampai curang, nggak mau selain yang dari Bandung!"

Cobaan apalagi ini, Ya Tuhan.

Galang mondar-mandir di lobby gedung apartemen itu, ia nampak ragu untuk keluar. Malam juga sudah larut, jikapun ia nekat berangkat ke Bandung saat ini juga belum tentu sampai sana masih ada warung seblak yang buka. Bahkan belum tentu juga ia dapat kembali hidup-hidup, gimana kalau kecelakaan terjadi lagi? Galang segera memutar otak, mencari solusi.




.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.






Sebagian bab dihapus karena cerita akan segera diterbitkan, tolong dukung karya dengan membeli buku cetaknya ♡























Bothynus: Bintang Jatuh [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang